Sariputta | Suttapitaka | Para Arahant (1) Sariputta

Para Arahant (1)

Arahanta 1 (SN 22.76)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, bentuk adalah tidak kekal. Apa yang tidak kekal adalah penderitaan. Apa yang merupakan penderitaan adalah bukan-diri. Apa yang bukan-diri harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Perasaan adalah tidak kekal … Persepsi adalah tidak kekal … Bentukan-bentukan kehendak adalah tidak kekal … Kesadaran adalah tidak kekal. Apa yang tidak kekal adalah penderitaan. Apa yang merupakan penderitaan adalah bukan-diri. Apa yang bukan-diri harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Melihat demikian, para bhikkhu, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan pada bentuk, kejijikan pada perasaan, kejijikan pada persepsi, kejijikan pada bentukan-bentukan kehendak, kejijikan pada kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’

“Sejauh mana pun, para bhikkhu, terdapat alam kehidupan makhluk-makhluk, bahkan hingga penjelmaan yang tertinggi, mereka ini adalah yang terunggul di dunia, mereka ini adalah yang terbaik, para Arahant.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan hal itu, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih lanjut mengatakan:

“Sungguh bahagia para Arahant!
Tidak ada ketagihan dapat ditemukan dalam diri mereka.
Keangkuhan ‘Aku’ terpotong,
Jaring delusi meledak hancur.

“Mereka telah mencapai kondisi tanpa pergolakan,
Pikiran mereka jernih;
Mereka tidak ternodai di dunia ini—
Yang suci, tanpa noda.

“Setelah memahami sepenuhnya lima kelompok unsur kehidupan,
Berjajar dalam tujuh kualitas baik,
Para manusia mulia yang layak dipuji itu
Adalah putra yang lahir dari dada Sang Buddha.

“Memiliki tujuh permata,
Terlatih dalam tiga latihan,
Para pahlawan besar itu mengembara
Dengan ketakutan dan gemetar ditinggalkan.

“Memiliki sepuluh faktor,
Para nāga agung itu, terkonsentrasi,
Adalah makhluk terbaik di dunia:
Tidak ada ketagihan ditemukan dalam diri mereka.

“Pengetahuan terampil telah muncul dalam diri mereka:

‘Jasmani ini adalah yang terakhir kubawa.’
Sehubungan dengan inti kehidupan suci
Mereka tidak lagi bergantung pada orang lain.

“Mereka tidak bimbang dalam perbedaan,
Mereka terlepas dari kelahiran kembali.
Setelah mencapai tahap dijinakkan,
Mereka adalah pemenang di dunia.

“Ke atas, ke sekeliling, dan ke bawah,
Kesenangan tidak lagi ditemukan dalam diri mereka.
Mereka dengan tegas mengaumkan auman singa mereka:
‘Yang tercerahkan adalah yang tertinggi di dunia.’”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com