Sariputta | Suttapitaka | Mahāli Sariputta

Mahāli

Mahāli (SN 22.60)

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di Hutan Besar di Aula beratap lancip. Kemudian Mahāli si Licchavi mendatangi Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau:

“Yang Mulia, Pūraṇa Kassapa berkata bahwa: ‘Tidak ada sebab atau kondisi atas kekotoran makhluk-makhluk, makhluk-makhluk terkotori tanpa sebab atau kondisi. Tidak ada sebab atau kondisi atas pemurnian makhluk-makhluk, makhluk-makhluk dimurnikan tanpa sebab atau kondisi.’ Apakah yang Sang Bhagavā katakan mengenai hal ini?”

“Ada, Mahāli, sebab atau kondisi atas kekotoran makhluk-makhluk, makhluk-makhluk terkotori dengan sebab atau kondisi. Ada sebab atau kondisi atas pemurnian makhluk-makhluk, makhluk-makhluk dimurnikan dengan sebab atau kondisi.”

“Tetapi, Yang Mulia, apakah sebab dan kondisi atas kekotoran makhluk-makhluk? Bagaimanakah makhluk-makhluk dikotori dengan sebab dan kondisi?”

“Jika, Mahāli, bentuk ini semata-mata adalah hanya penderitaan, tenggelam dalam penderitaan, curam menuju penderitaan, dan jika [juga] tidak curam menuju kenikmatan, maka makhluk-makhluk tidak akan menyukainya. Tetapi karena bentuk adalah menyenangkan, tenggelam dalam kenikmatan, curam menuju kenikmatan, dan tidak [hanya] curam menuju penderitaan, maka makhluk-makhluk menyukainya. Dengan menyukainya, mereka terpikat padanya, dan dengan terpikat, maka mereka dikotori. Ini, Mahāli, adalah sebab dan kondisi bagi kekotoran makhluk-makhluk; demikianlah makhluk-makhluk itu dikotori dengan sebab dan kondisi.

“Jika, Mahāli, perasaan ini semata-mata adalah hanya penderitaan … Jika persepsi ini … bentukan-bentukan kehendak ini … … kesadaran ini semata-mata adalah hanya penderitaan … maka makhluk-makhluk tidak akan menyukainya. Tetapi karena kesadaran adalah menyenangkan … makhluk-makhluk menyukainya. Dengan menyukainya, mereka terpikat padanya, dan dengan terpikat, maka mereka dikotori. Ini juga, Mahāli, adalah sebab dan kondisi bagi kekotoran makhluk-makhluk; demikianlah makhluk-makhluk itu dikotori dengan sebab dan kondisi.”

“Tetapi, Yang Mulia, apakah sebab dan kondisi bagi pemurnian makhluk-makhluk? Bagaimanakah makhluk-makhluk dimurnikan dengan sebab dan kondisi?”

“Jika, Mahāli, bentuk ini semata-mata adalah hanya kesenangan, tenggelam dalam kenikmatan, curam menuju kenikmatan, dan jika [juga] tidak curam menuju penderitaan, maka makhluk-makhluk tidak akan mengalami kejijikan terhadapnya. Tetapi karena bentuk adalah penderitaan, tenggelam dalam penderitaan, curam menuju penderitaan, dan tidak [hanya] curam menuju kesenangan, maka makhluk-makhluk mengalami kejijikan terhadapnya. Dengan mengalami kejijikan, mereka menjadi bosan. Dan melalui kebosanan, mereka dimurnikan. Ini, Mahāli, adalah sebab dan kondisi bagi pemurnian makhluk-makhluk; demikianlah makhluk-makhluk itu dimurnikan dengan sebab dan kondisi.

“Jika, Mahāli, perasaan ini semata-mata adalah hanya kesenangan … Jika persepsi ini … bentukan-bentukan kehendak ini … kesadaran ini semata-mata adalah hanya kesenangan, … maka makhluk-makhluk tidak akan mengalami kejijikan terhadapnya. Tetapi karena kesadaran adalah penderitaan … maka makhluk-makhluk mengalami kejijikan terhadapnya. Dengan mengalami kejijikan, mereka menjadi bosan, dan melalui kebosanan, mereka dimurnikan. Ini juga, Mahāli, adalah sebab dan kondisi bagi pemurnian makhluk-makhluk; demikianlah makhluk-makhluk itu dimurnikan dengan sebab dan kondisi.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com