Sariputta | Suttapitaka | ISTANA MERAH TUA Sariputta

ISTANA MERAH TUA

Mañjiṭ­ṭha­kavi­mānavat­thu (Vv 39)

Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi, di Jetavana. Ketika Beliau sedang dijamu dengan cara seperti dalam cerita Istana sebelumnya, seorang gadis pelayan di suatu rumah tangga telah mengumpulkan bunga-bunga dari pohon sala yang sedang mekar di Hutan Gelap, merangkainya di atas serpihan-serpihan kulit kayu untuk membuat buket-buket.1 Kemudian setelah mengumpulkan sejumlah besar bunga pilihan, bunga-bunga yang telah rontok,2 dia memasuki kota. Dia melihat Yang Terberkahi sedang duduk di paviliun. Dengan pikiran penuh keyakinan dia memberikan penghormatan dengan bunga-bunga itu, menempatkan buket-buket itu disekitar tempat duduk Beliau, menebarkan bunga-bunga yang lain, menyapa Beliau dengan penuh hormat, berputar tiga kali mengelilingi Beliau dan pergi. Setelah meninggal, dia terlahir lagi di alam Tiga Puluh Tiga dewa. Baginya telah tersedia sebuah Istana dari kristal merah. Di depan Istana terdapat hutan sala besar yang tanahnya ditebari pasir keemasan. Katika devata itu keluar dan memasuki hutan sala, cabang-cabang pohon merunduk dan menebarkan bunga-bunga di atas kepalanya. Y.M. Maha-Moggallana menghampirinya seperti yang telah dijelaskan di atas, dan bertanya kepadanya:

1. “Di Istana Merah Tua yang ditebari pasir keemasan, engkau bergembira dengan musik instrumen berunsur lima yang terdengar merdu.

2. Menuruni Istana megah yang terbuat dari batu permata itu, engkau memasuki hutan sala yang senantiasa penuh bunga.

3. Di kaki setiap pohon sala, di mana engkau berdiri, devata, pohon agung itu menggugurkan bunga-bunganya, merunduk rendah.

4. Harumnya hutan sala yang dihembus angin sepoi itu, diaduk, sering didatangi burung-burung-menebar ke segala penjuru bagaikan pohon manusaka.

5. Nafasmu menghembuskan kharuman murni, engkau melihat keelokan yang bukan –duniawi. Devata, ketika ditanya, jelaskanlah tindakan apa yang menghasilkan buah ini.”

Ditanya demikian oleh Thera tersebut, devata itu menjawab dengan syair-syair ini :

6. “Ketika terlahir sebagai manusia di antara manusia, saya adalah gadis pelayan di rumah suamiku.3 Ketika melihat Sang Buddha duduk, saya menebarkan bunga-bunga sala ( di sekeliling Beliau)

7. Dan karena memiliki keyakinan, dengan tanganku sendiri saya mempersembahkan kepada Sang Buddha rangkaian bunga-bunga sala yang diatur dengan elok.

8. Setelah melakukan tindakan bajik yang dipuji oleh Sang Buddha, saya kini bersukacita tanpa kesedihan, bahagia dan sehat.

Catatan :

“Potongan kecil, serpihan,” adalah kata yang merupakan, dan vatamsaka berarti hiasan untuk kepala atau telinga. Mungkin di sini gadis pelayan itu merangkai bunga-bunga menjadi ikatan-ikatan kecil untuk dipakai di kepala atau belakang telinga [Edisi ke 1]. Bandingkan 38.5.
mutta juga berarti sepenuhnya terbuka, bandingkan 60.5
ayyarakule; VvA. 178 ayyi-, dijelaskan oleh ayyakule samikagehe. Be terbaca ayi-, ayyara mungkin salah diambil dari ayira < ariya (dengan metatesis), Sansekerta arya

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com