Sariputta | Suttapitaka | ISTANA LAMPU Sariputta

ISTANA LAMPU

Dīpavi­mānavat­thu (Vv 9 )

Ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Savatthi, pada hari Uposatha banyak umat awam, baik laki-laki maupun perempuan, yang menjalankan atthasila. Pada hari itu, mereka memberikan dana sebelum tengah hari, masing-masing sesuai dengan kemampuannya, dan makan pada waktunya. Mereka mengenakan pakaian yang bersih, mantel yang bersih dan dengan membawa parfum dan bunga di tangan, mereka pergi ke vihara di siang hari, melayani para bhikkhu yang memberikan inspirasi pikiran, dan di petang hari mendengarkan Dhamma. Sementara mereka sedang mendengarkan dan bermaksud tinggal (bermalam) di vihara, hari menjadi gelap. Seorang perempuan berpikir, “Mereka seharusnya menyalakan lampu di sini.” Dia telah membawa dari rumahnya sendiri sebuah lampu dan segala yang dibutuhkan untuk menyalakannya. Maka, dia menyalakan lampu, dan menaruhnya di depan tempat – duduk – Dhamma dan mendengarkan Dhamma. Merasa gembira setelah memberikan lampunya, dia dipenuhi sukacita dan kebahgiaan. Dia pulang sesudah memberi hormat. Setelah meninggal, dia terlahir kembali di alam Tiga Puluh Tiga dewa di suatu Istana dengan permata-permata yang gemerlap. Tetapi karena tubuhnya berkilau luar biasa, dia bersinar melebihi para dewa lain dan menebarkan sinar ke sepuluh penjuru. Suatu hari, Y.M. Maha Moggallana sedang mengunjungi alam dewa..( seperti dalam penjelasan di atas ). Tetapi di sini Beliau mengajukan pertanyaan yang bermula dengan tiga syair :

1. “Engkau yang berdiri dengan keelokan melebihi yang lain, devata, membuat segala penjuru bersinar bagaikan bintang penyembuh.

2. Karena apakah maka keelokanmu sedemikian rupa? Karena apakah engkau sejahtera di sini, dan disana muncul apa pun yang merupakan kesenangan sesuai dengan hatimu

3. Karena apakah maka engkau menjadi devata dengan kilau tanpa – noda, bersinar melebihi (semua yang lain)? Karena apakah maka segala penjuru dibuat bersinar oleh semua bagian tubuhmu?

4. Saya bertanya kepadamu, dewi dengan keagungan yang besar, tindakan jasa apakah yang telah engkau lakukan ketika terlahir sebagai manusia? Karena apakah maka keagungannu cemerlang sedemikian rupa dan keelokanmu menyunari segala penjuru?”

5. Devata uty, karena gembira ditanya oleh Moggallana, ketika diberi pertanyaan menjelaskan perbuatan apa yang menghasilkan buah itu.

6. “Ketika di dalam kehidupan lampau saya terlahir sebagai manusia di antara manusia di dunia manusia, ketika terjadi kegelapan yang pekat di suatu malam yang sangat kelam, saya memberikan lampu pada saatnya (menyalakan) lampu.

7. Orang yang memberikan lampu pada saatnya (menyalakan) lampu – ketika terjadi kegelapan yang pekat di suatu malam yang sangat kelam- dia muncul di suatu Istana dengan batu-batu permata yang gemerlap,1yang dihiasi berbagai bunga, dan banyak teratai putih.

8. Karena inilah maka keelokanku sedemikian rupa, karena inilah saya sejahtera di sini, di sana muncul apa pun yang merupakan kesenangan sesuai dengan hatiku.

9. Karena inilah maka saya menjadi devata dengan kilau tanpa noda, bersinar melebihi (semua yang lain). Karena inilah maka segala penjuru dibuat berkilau oleh semua bagian tubuhku.

10. Saya beritahukan kepadamu, bhikkhu dengan keagungan yang besar, tindakan jasa yang telah saya lakukan ketika terlahir sebagai manusia. Karena inilah maka keagunganku cemerlang sedemikian rupa dan keelokanku menyinari segala penjuru.”

Catatan :

jotorasa, juga di No. 84. 15. Terjemahan usulan. Lihat MQ.i. 165. n. 6. Miln. 118 mencatatnya sebagai salah satu batu permata yang ada di bumi. VvA. Juga tidak membantu, tetapi lihat Vv.A. 111. Batu permata ini di anggap sebagai permata pengabul-keinginan, bandingkan berkah di paritta : purentu sabbasankappa mani jotiraso yatha

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com