Sariputta | Suttapitaka | PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA TEBU Sariputta

PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA TEBU

Ucchupeta­vatthu (Pv 40)

‘Hutan tebu yang luas milikku ini.’ Inilah Cerita Peta Tebu. Bagaimana asal mulanya?

Ketika Sang Buddha sedang berdiam di Hutan Bambu, ada seorang pria yang menaruh seikat tebu di bahunya dan berjalan sambil mengunyah sebatang tebu. Pada saat itu, seorang umat awam yang luhur dan berwatak baik berjalan di belakangnya dengan anak lelakinya. Anak itu melihat tebu dan berteriak, ‘Beri saya tebu!’ Melihat anak itu menangis, sang ayah mengejar pria itu dan mencoba bercakap-cakap dengannya. Tetapi sama sekali pria itu tidak mau bercakap-cakap dengan sang ayah. Dan dia juga tidak mau memberikan sepotong tebu pun kepada anak itu karena niat jahatnya. 1Pengikut awam itu menunjuk ke anaknya dan berkata, ‘Anak ini keterlaluan menangisnya. Saya mohon, berilah dia sepotong tebu saja.’Tidak tahan mendengar ini, pria itu menjadi jengkel. Tanpa rasa hormat, dia melempar sepotong tebu ke arah belakang. Pada saatnya, dia mati dan muncul di antara para peta karena telah lama dia diresapi keserakahan. Buah [258] dari hal ini sungguh sesuai dengan perbuatan itu, karena muncul baginya suatu hutan besar yang penuh ditumbuhi tebu hitam legam seukuran alat penumbuk, yang (membentang melebihi) area seluas delapan karisa. 2Tetapi begitu dia mendekatinya karena ingin mengunyah tebu dengan berpikir, ‘Aku akan mengambil tebu’, tebu itu akan menghantamnya. Sebagai akibatnya, dia akan jatuh pingsan. Kemudian suatu hari, ketika Y. M. Mahamoggallana sedang pergi ke Rajagaha mengumpulkan dana makanan, beliau melihat peta itu. Ketika peta itu melihat sang thera, peta itu pun bertanya3 kepada beliau tentang tindakan yang telah dia lakukan. Di situ terjadi percakapan lewat syair antara peta dan thera tersebut.

1. ‘Hutan tebu yang luas milikku ini muncul sebagai buah dari sejumiah tindakan berjasa4 yang besar, tetapi ini tidak ada gunanya bagiku sekarang. Tolong beritahulah saya, tuan, ini merupakan hasil dari apa?
2. Saya menjumpai kesusahan dan dilahap ketika saya mencoba, ketika saya berusaha, untuk memakan yang mana pun. Kekuatan saya lenyap5 dan saya menderita kesusahan yang besar, saya meraung-raung – ini merupakan hasil dari tindakan apa?
3. Di dalam keputus-asaan, saya jatuh di tanah dan menggeliat di panas bagaikan makhluk yang hidup di air; air mataku bercucuran ketika aku menangis6 – beritahulah saya, tuan, ini merupakan hasil dari tindakan apa?
4. Saya kelaparan, lelah dan haus; saya terpanggang7 dan saya tidak menemukan kenyamanan maupun kemudahan. Saya bertanya kepadamu mengenai hal ini, tuan yang baik, bagaimana caranya saya bisa memanfaatkan tebu ini?’
5. [259] ‘Di masa lalu engkau sendiri melakukan suatu tindakan – di dalam kelahiran sebelumnya ketika di alam manusia. Sekarang saya akan memberitahukan mengenai masalah ini -jika mendengarkan, engkau akan memahami masalah ini.
6. Engkau telah berjalan, sambil mengunyah tebu, ketika seorang laki-laki mendatangi dari belakang. Dia berbicara kepadamu dengan suatu harapan, tetapi engkau tidak mau berbicara kepadanya.
7. Dan kepadamu yang tidak mau berbicara, dia tetap memohon; “Saya mohon berilah sedikit tebu, tuan yang baik”, katanya kepadamu. Engkau memberi dia tebu dari belakang punggungmu – dari tindakan itulah muncul hasil ini.
8. Lihatlah ke sini, engkau bisa mengambil beberapa tebu dari belakang; setelah mengambil tebu itu, engkau dapat mengunyah sebanyak yang engkau suka – dengan cara ini engkau akan menjadi senang, gembira, bersukacita dan puas.’
9. Dia pergi dan mengambil beberapa dari belakang; setelah mengambil beberapa, dia mengunyahnya sebanyak yang dia suka – dengan cara ini dia menjadi senang, gembira, bersuka cita, dan puas.
1 Di sini, dari apa (kissa): dari jenis tindakan apa – demikianiah artinya.

2 Saya menjumpai kesusahan (vihannami): 8saya menemui keputusasaan; atau, pilihan lain, saya menjumpai kesedihan (vihannami): saya tertekan, artinya saya amat terhimpit. Dilahap: khajjami=khadiyami (bentuk tata bahasa altematif), yang artinya saya digores oleh daun-daun tebu, seolah-olah saya dilahap dengan daun-daun pedang9 yang tajam. Ketika saya mencoba (vayamami): ketika saya berusaha untuk makan tebu. Ketika saya berusaha (parisakkami): ketika saya melakukan usaha. Untuk memakan (paribhunjitum): untuk memakan sari tebu, yang artinya mengunyah. Kekuatan saya lenyap (chinnathamo): daya tahan saya lenyap, 10kekuatan saya berkurang, yang artinya kekuatan saya sepenuhnya habis. [260] Menderita kesusahan yang besar (kapano): berada di dalam keadaan yang buruk. Saya meraung-raung (lalapami): saya amat bersedih karena menderita kesengsaraan.

3 Di dalam keputusasaan (vighato): penuh keputusasaan11 atau dengan kekuatannya yang cacat. Saya jatuh di tanah (paripatami chamayam): karena tidak dapat berdiri, saya jatuh ke tanah. Menggeliat (parivattami): terhuyung-huyung. Bagaikan makhluk yang hidup di air (varicaro va): bagaikan ikan. Di panas (ghamme): di tanah yang kering yang terbakar oleh panas.

4 Saya terpanggang (santassito): sangat haus dengan bibir, langit-langit dan tenggorokan yang menjadi kering. 12Kenyamanan maupun kemudahan (satasukham): keadaan yang nyaman atau mudah. Saya tidak menemukan (na vinde): saya tidak memperoleh. -mu: tam-tuvam (bentuk tata bahasa alternatif).

5 Engkau akan memahami: vijana=vijanani (bentuk tata bahasa alternatif).

6 Telah berjalan (payato): telah mulai berjalan. Mendatangi (anvagacchi) : 13mengikuti. Dengan suatu harapan: paccasanto=paccasimsamano (bentuk tata bahasa alternatif).

7 Dari tindakan itulah (tass’ etam kammassa): di sini, etam (tidak di terjemahkan) hanyalah partikel; artinya dari tindakan itu.

8 Bisa mengambil beberapa tebu dari belakang (pitthito ganheyyasi): bisa mengambil beberapa tebu dari belakang saja. Puas: pamodito=pamudito (bentuk tata bahasa altematif).

9 Setelah mengambil beberapa, dia mengunyahnya sebanyak yang dia suka (gahetvana tam khadi yava-d-attham): setelah mengambil beberapa tebu dengan cara yang disarankan oleh thera tersebut dan kemudian mengunyahnya seperti yang dia suka, dia mengambil seikat besar tebu dan mempersembahkannya kepada sang thera. Membantu peta itu, thera tersebut menyuruhnya membawa tebu itu dan pergi ke Hutan Bambu serta (thera tersebut) memberikannya kepada Sang Buddha. Sang Buddha bersama kelompok bhikkhu kemudian memakannya dan menunjukkan penghargaan mereka. Dengan bakti di hatinya, peta itu menghormat (Sang Buddha) dan pergi. Sejak saat itu dan seterusnya, dia makan tebu dengan enak. Pada waktunya, dia mati14 dan muncul di antara Kelompok Tiga-puluh-tiga.

Peristiwa yang berhubungan dengan peta ini menjadi dikenal di alam manusia. Orang-orang menghampiri Sang Guru dan menanyakan tentang peristiwa tersebut. Sang Guru menjelaskan hal itu secara mendetil dan kemudian mengajarkan Dhamma. Ketika mereka mendengar ini, orang-orang pun mundur dari noda keegoisan.

Catatan

dosena nama; Se Be menghilangkannya.
Terbaca -karisa- pada Se Be dan PED untuk -karisa- pada teks, walaupun PED secara keliru memasukkan referensi ini di bawah karisa 2, yang berarti tinja. Hal ini lebih merupakan contoh dari karisa l, ukuran tanah yang persegi, tempat di mana satu karisa bibit dapat ditanam. Untuk detail lebih lanjut, lihat PED sv dan Childers sv; juga Childers sv ammanam. English-Pali Dictionary Buddhadatta mengartikan karisamattatthanam sebagai acre (0,4646 ha.).
Terbaca pucchi pada Be untuk pucchanto pada teks Se.
Kutipan Gehman ‘luas dan memiliki banyak hasil panen yang baik’ membuat hal ini menjadi tidak jelas.
Terbaca chinnathamo pada Se Be untuk chinnatumo pada teks; vll melimpah di sini dan di komentar di bawah.
Terbaca rudato pada Se Be untuk durato pada teks.
santassito; tidak tercantum oleh PED.
Se Be menuliskan hannami, Saya dirangket, baik di sini dan di syair tersebut, tetapi menambahkan bahwa di sini artinya adalah vinannami.
Terbaca asipattasadisehi pada Be untuk Se asipattasanthanasadisehi pada teks; hal ini adalah kiasan untuk Hutan yang berdaun-pedang – bandingkan PvA 221.
Terbaca chinnasaho pada Se Be untuk chinnasabhavo pada teks.
Terbaca vighatava pada Se Be untuk vighatava pada teks.
Terbaca sosappattiya pada Se Be untuk so sampattiya pada teks.
Begitu pula Se Be dan syair tersebut, teks menuliskan anvagacchi di sini.
Secara harafiah, ketika dia telah menjalani masa (kamma)-nya; para peta kelihatannya tidak mati melainkan jatuh, mungkin seperti cara para dewa yang dicantumkan di It 76 dst., dan kemudian muncul kembali di tempat lain.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com