Sariputta | Suttapitaka | PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA PEMBURU YANG KEDUA Sariputta

PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA PEMBURU YANG KEDUA

Dutiya­miga­ludda­ka­peta­vatthu (Pv 33)

‘Di rumah yang berpinakel dan di istana.’ Ini dikatakan ketika Sang Buddha sedang berdiam di Hutan Bambu sehubungan dengan peta lain yang dulunya seorang pemburu rusa.

Dikatakan bahwa di Rajagaha seorang pemburu rusa muda yang walaupun memiliki kekayaan namun memilih meninggalkan kenyamanan harta bendanya untuk berkelana siang malam membunuh rusa. Dia mempunyai teman seorang pengikut awam yang, karena kebaikan hati, memberinya nasihat ini, ‘Janganlah menghancurkan kehidupan makhluk hidup, sahabatku. Kalau tidak demikian, untuk waktu yang lama akan terjadi kesedihan dan kesengsaraan bagimu’. [208] Tetapi dia tidak memperhatikannya. Pengikut awam tersebut kemudian memohon kepada seorang thera yang telah mengembangkan pikiran1 dan telah menghancurkan asava, dengan mengatakan, ‘Tolong ajarkan Dhamma, Yang Mulia, kepada orang itu sedemikian rupa sehingga dia bisa menahan diri dari menghancurkan makhluk hidup.’ Maka, pada suatu hari thera itu pergi mengelilingi Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan. Beliau berdiri di pintu rumahnya. Ketika melihat thera itu, dengan penuh hormat si pemburu rusa keluar untuk menjumpai beliau, mempersilahkan masuk ke rumah dan menawarkan tempat duduk yang telah disediakan. Thera tersebut pun duduk di tempat yang telah disediakan. Ketika dia telah mendekati sang thera dan telah duduk, sang thera memberitahukannya tentang kerugian-kerugian yang disebabkan oleh perbuatan menghancurkan makhluk hidup dan kemudian menjelaskan keuntungan-keuntungan yang disebabkan oleh pengendalian diri. Tetapi ketika mendengar hal ini, pemburu itu tidak bersedia menjauhkan diri dari perbuatan membunuh. Sang thera kemudian berkata padanya, ‘Sahabatku, jika engkau tidak dapat menahan diri sepenuhnya, setidak-tidaknya kendalikan dirimu selama malam hari.’ ‘Baiklah, Yang Mulia, saya akan menahan diri’, jawabnya. Dia pun menahan diri di malam hari. Sisanya mirip dengan cerita peta sebelum ini, kecuali syair-syairnya berhubungan dengan Narada Thera yang bertanya kepadanya dengan tiga2syair ini:

1. ‘Di rumah yang berpinakel dan di istana,3di atas dipan yang ditebari bulu-bulu wol panjang, 4engkau bergembira karena suara merdu musik instrumen berunsur-lima5.
2. Kemudian ketika malam berakhir, menjelang fajar menyingsing, engkau dipindahkan6 ke pekuburan di mana engkau menjalani banyak kesengsaraan.
3. Tindakan jahat apakah yang telah dilakukan olehmu, oleh tubuh, ucapan atau pikiran? Sebagai akibat dari tindakan apakah maka engkau menjalani kesengsaraan ini?’
Peta itu kemudian menjelaskan persoalan itu kepadanya:

4. Di Rajagaha yang indah, di Giribbaja yang menyenangkan itu, di masa lalu saya adalah seorang pemburu-rusa, saya kejam7 dan tidak terkendali.
5. Saya mempunyai seorang sahabat yang berhati baik – pengikut awam yang memiliki keyakinan- [209] dan seorang bhikkhu, savaka Gotama, yang bergantung pada keluarganya untuk dana makanan; beliau, karena merasa kasihan, berkali-kali memperingatikan saya dengan mengatakan,
6. “Jangan melakukan tindakan-tindakan jahat, sahabatku, jangan pergi menuju keadaan kesengsaraan; jika engkau ingin mencapai kebahagiaan setelah kematian, jauhkan diri dari pembantaian makhluk hidup yang tak terkendali ini.”
7. Saya mendengarkan kata-kata beliau ini, karena menginginkan kebahagiaanku dan mengkhawatirkan kesejahteraanku. Tetapi -karena sudah amat lama cenderung melakukan kejahatan dan tidak memiliki kebijaksanaan- saya tidak mengikuti nasihatnya sepenuhnya.
8. Sekali lagi, orang yang amat bijak itu, karena belas kasihan, menegur saya untuk menunjukkan pengendalian diri dengan berkata, “Jika di siang hari engkau harus membunuh makhluk hidup, maka tunjukkanlah pengendalian diri di malam hari.”
9. Jadi, saya membunuh mahkluk hidup pada siang hari, tetapi terkendali di malam hari, menjauhkan diri dari tindakan itu – sehingga kini pada malam hari saya memuaskan diri, sementara pada siang hari saya menjalani kehidupan yang sengsara dan saya dimangsa.
10. Karena tindakan bajik itulah maka saya di malam hari menikmati (kesenangan-kesenangan) sebagai makhluk bukan-manusia, sementara pada siang hari anjing-aniingyang galak menerkam saya dari semua sisi dan memangsa saya.
11. Memang mereka yang senantiasa menerapkan diri mereka pada Ajaran Sang Sugata, dan mereka yang senantiasa menekuni Ajaran Sang Sugata – hanya mereka saja, pada hemat saya, yang akan mencapai Alam Tanpa-Kematian, tempat yang tak terkondisi.’
Arti semua ini sama seperti yang telah diberikan di atas.

Catatan

manobhavaniyam; bandingkan M iii 261, S iii 1, A iii 317, v 55, Vv 34 13 dan juga catatan di MLS iii 312 n. 2, GS iii hal. xii, 225 n. 1, v 38 n. 1. Di sini kita harus mengasumsikan bahwa proses tersebut telah selesai.
Teks secara keliru menuliskan Tihi untuk tihi.
Terbaca kutagare ca pasade pada Se Be dan III 1 17 di atas untuk kutagare ‘va pasade pada teks.
Terbaca gonakatthate – lihat catatan di III 1 17 di atas.
pancangikena turiyena; bandingkan S i 131, Thag 398, Thig 139, Vv 5 4, 36 4 , 39 1, VvA 37, 181, 183, 210, 257, DhA i 274, 394 dan sebagainya. Lima instrumen ini adalah : (1) atatam; (2) vitatam; (3) atata-vitatam; (4) ghanam; (5) susiram – tambur dengan kulit di satu sisi, dua sisi, di seluruh sisinya, sebuah genderang atau tamborin, dan sebuah instrumen tiup – SA i 191 ; bandingkan EV i 188.
Terbaca apaviddho pada Se Be untuk apavittho pada teks; bandingkan PED sv.
luddho, biasanya diterjemahkan pemburu, tetapi di sini mungkin hanya bersifat adjektif.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com