Sariputta | Suttapitaka | PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA UBBARI Sariputta

PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA UBBARI

Ubbari­peta­vatthu (Pv 25)

‘Ada seorang raja, Brahmadatta.’ Sang Guru, yang sedang berdiam di Hutan Jeta menyampaikan Cerita Peta Ubbari sehubungan dengan seorang umat.

[161] Dikatakan bahwa di Savatthi ada seorang umat wanita yang suaminya meninggal dunia. Si istri jatuh sakit, merasa amat sengsara karena perpisahan itu. Dia sering pergi ke tempat pembakaran dan meratapi kepergian suaminya. Ketika Sang Buddha melihat bahwa wanita ini memiliki potensi untuk mewujudkan buah-sotapatti, Beliau tergugah dengan belas kasihan. Sang Buddha pergi ke rumah wanita itu dan duduk di tempat yang telah disediakan. Wanita itu menghampiri Sang Buddha, memberi hormat dan kemudian duduk di satu sisi. Sang Guru kemudian bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau sedang berkabung, umat awam?’ Ketika wanita itu berkata, ‘Ya, Bhante; saya berkabung karena terpisah dari orang yang dicintai’, Beliau menceritakan (suatu peristiwa) dahulu kala, karena ingin menghalau kesedihannya:
Dahulu kala, di kota Kapila di kerajaan Pañcala,1 ada raja yang bernama Culani-Brahmadatta.2 Raja ini meninggalkan cara-cara yang menyeleweng3 dan cenderung bekerja untuk kesejahteraan rakyat di negaranya, dengan memerintah kerajaannya tanpa melanggar peraturan raja4 yang berunsur sepuluh. Suatu ketika raja itu ingin mendengarkan apa yang dikatakan orang-orang di kerajaannya. Maka dia pun menyamar sebagai seorang penjahit, meninggalkan kota tanpa ditemani seorang pun dan berkelana dari desa ke desa, dari daerah ke daerah. Ketika melihat bahwa seluruh kerajaan itu bebas dari pencuri serta tidak tertindas,5 dan bahwa orang-orang hidup bersahabat -sesungguhnya bahkan mereka meninggalkan pintu rumah mereka terbuka- dia kembali dengan sukacita. Ketika mendekati kota, dia memasuki rumah seorang janda yang memiliki kehidupan yang sengsara di suatu desa. Ketika melihatnya, wanita itu berkata, ‘Siapakah engkau, tuan, dan dari manakah engkau datang?’ ‘Saya seorang penjahit, Ibu, dan saya berkelana melakukan pekerjaan menjahit untuk mendapatkan upah. Jika Anda memiliki pekerjaan menjahit, berilah saya makanan dan upah6. Saya akan melakukannya untuk Anda juga.’ ‘Kami tidak mempunyai pekerjaan yang perlu dilakukan,7 tidak juga makanan atau upah.8 Engkau harus bekerja untuk orang lain, tuan’, katanya. Ketika berdiam di sana beberapa hari, raja melihat bahwa putri wanita itu mempunyai tanda keberuntungan yang baik di masa depan dan juga jasa. Maka dia bertanya kepada si ibu, ‘Apakah putri ini sudah menikah dengan seseorang atau dia masih bujang? Jika dia belum menikah, berikanlah dia kepada saya karena saya mampu menyediakan sarana9 untuk hidup nyaman bagi Anda.’ ‘Baiklah, tuan’, jawabnya. Wanita itu memberikan putrinya kepada raja. Raja pun berdiam dengan putri itu selama beberapa hari dan kemudian memberinya 1000 kahapana sambil berkata, ‘Saya akan kembali beberapa hari lagi, [162] sayang; jangan bersedih hati’.10 Kemudian dia kembali ke kotanya, dan memerintahkan agar jalan di antara kota dan desa itu diratakan serta dihias.

Setelah selesai, raja pergi ke sana dengan keagungan kerajaan yang megah. Raja menyuruh gadis itu berdiri di atas setumpuk kahapana, memandikannya dengan air dari bejana-bejana emas dan perak, memberinya nama Ubbari serta mengangkatnya sebagai ratu. Desa itu diberikan raja kepada sanak saudaranya, dan Ubbari pun dibawa ke kota dengan kemegahan kerajaan. Sambil menikmati kesenangan cinta kasih bersamanya, raja itu mengalami berbagai kenyamanan selama hidupnya dan mangkat di akhir masa hidup alaminya. Setelah raja mangkat dan upacara penguburan dilakukan, Ubbari, yang hatinya tertusuk panah kesedihan karena perpisahan itu, pergi ke tempat pembakaran. Di sana dia memberikan penghormatan selama berhari-hari dengan wewangian dan bunga dan sebagainya, memuji kebaikan-kebaikan raja dan setelah itu mengelilingi api pembakaran dari sebelah kanan,11 sambil menangis dan meratap bagaikan orang yang kehilangan akal.

Pada saat itu Sang Buddha adalah Bodhisatta dan Beliau telah meninggalkan keduniawian dengan menjadi resi dan telah mencapai jhana serta abhiñña. Ketika Beliau tinggal di hutan yang sering dikunjungi di lingkungan Himalaya, lewat mata-dewanya Beliau melihat Ubbari yang tertusuk panah kesedihan. Maka Beliau pergi lewat udara dan kemudian menampakkan dirinya sambil tetap berada di udara. Kepada orang-orang yang berdiri di sana sini, Beliau bertanya, ‘Api pembakaran siapakah ini? Dan demi siapakah12 wanita ini menangis13 sambil meratap, “O Brahmadatta, O Brahmadatta”?’ Ketika mendengar pertanyaan ini, orang-orang pun berkata, ‘Tuan, ini adalah Ubbari, istri Brahmadatta. Sejak kematian Brahmadatta, wanita ini telah datang ke tempat pembakaran ini, sambil menangis, meratap dan memanggil-manggil namanya “Brahmadatta”.’

Mereka yang mengulang teks-teks menyisipkan enam syair berikut untuk menjelaskan persoalan itu:

1. ‘Dahulu ada seorang raja, Brahmadatta, banteng di antara prajurit Pañcala; kemudian setelah berhari-hari dan bermalam-malam raja itu mangkat.
2. Istrinya Ubbari pergi ke tempat pembakarannya dan menangis; karena tidak melihat Brahmadatta (lagi) dia meratap, “O Brahmadatta!”
3. [163] Seorang resi datang ke sana, seorang petapa14 yang sempurna perilaku moralnya, dan dia menanyai mereka yang dijumpai di sana, sambil berkata,
4. “Milik siapakah kayu pembakaran yang dilengkapi dengan berbagai jenis wewangian ini? Milik siapakah istri yang meratapi suaminya yang telah pergi jauh dari sini, yang karena tidak (lagi) melihat Brahmadatta maka dia meratap, ‘O Brahmadatta!’?”
5. Dan mereka yang di sana menjelaskan, mereka yang dijumpai di sana berkata, “Milik Brahmadatta, Yang Terberkahi;15 milik Brahmadatta, tuan yang baik.
6. Miliknyalah api pembakaran yang dilengkapi berbagai jenis wewangian dan miliknyalah istri yang meratapi suami yang telah pergi jauh dari sini; karena tidak (lagi) melihat Brahmadatta dia meratap ‘O Brahmadatta!’.” ‘
1 Di sini dahulu ada: ahu=ahosi (bentuk tata bahasa alternatif). Pañcala (Pañcalanam): penduduk kerajaan Pañcala; atau hanya kerajaan Pañcala, karena meskipun16 Pañcala hanya satu negara, namun ditunjukkan dengan bentuk jamak ‘Para Pañcala’. Hal ini muncul karena (itu adalah nama) pangeran-pangeran kerajaan di negara itu.17 Banteng di antara prajurit (rathesabho): bagaikan banteng di antara para prajurit, yang berarti seorang prajurit yang gagah perkasa.

2 Ke tempat pembakarannya (tassa alahanam): ke tempat tubuh raja telah dikremasikan.

3 Resi (isi): dia adalah seorang resi (isi) karena perjuangannya (esana) mencapai tahap-tahap seperti misalnya jhana dan lain-lain.18 Ke sana (tattha): ke tempat Ubbari sedang berdiri19, artinya di kuburan. Datang: agacchi=agamasi (bentuk tata bahasa alternatif). Sempurna perilaku moralnya (sampannacarano) berarti dia sempurna dalam perilaku moral, dia memiliki dan sempurna di dalam lima belas pencapaian yang dikelompokkan dalam perilaku moral:20 dia terampil dalam moralitas, memiliki pengendalian terhadap pintu-pintu inderanya, mengenal makan secukupnya, tekun dalam kewaspadaan, (memiliki) tujuh hal elok21 dan (dapat mencapai) empat jhana alam bentuk. Seorang petapa (muni): petapa adalah orang yang bijak (munati), yang mengetahui apa yang bermanfaat bagi dirinya dan apa yang bermanfaat bagi orang lain. Dan dia menanyai mereka di sana (te ca tattha apucchittha): beliau menanyai mereka yang berada di tempat itu. Yang dijumpai di sana (ye tattha su samagata): orang-orang yang dijumpai di dekat kuburan. Su (tidak diterjemahkan) hanya sekadar partikel. Bacaan alternatifnya adalah ‘yang ditemui di sana’ (ye tatthasum samagata-), dan di situ di-(jumpa)i: asum=ahesum (bentuk tata bahasa alternatif).

4 [164] Yang dilengkapi berbagai jenis wewangian22 (nanagandhasameritam): yang di mana-mana dilengkapi dan diharumkan oleh banyak macam wewangian. Dari sini (ito): dari alam manusia. Pergi jauh (duragatam): beliau mengacu pada kenyataan bahwa dia telah pergi ke alam sana.23 Meratap, ‘O Brahmadatta’ (Brahmadatta ti kandati): dia memohon suaminya dengan meratap dan menyebutkan namanya demikan, “O Brahmadatta.”

5 Milik Brahmadatta, Yang Terberkahi; milik Brahmadatta, tuan yang baik (Brahmadattassa bhaddante Brahmadattassa marisa): O Petapa agung dengan tubuh dan pikiran yang sehat, inilah api penguburan raja Brahmadatta dan inilah istri dari Brahmadatta itu. Semoga Brahmadatta menerima berkahmu O Yang Terberkahi,24 karena melalui penghormatan untuk kesejahteraan mereka dari resi-resi agung25 seperti Tuanlah maka ada kesejahteraan bagi mereka yang berada di alam sana – beginilah arinya.

Ketika petapa itu mendengar kata-kata mereka, beliau merasa kasihan dan mendekati Ubbari untuk mengucapkan syair ini dengan tujuan menghalau kesedihannya:

7. ‘Delapan puluh enam ribu dengan nama Brahmadatta telah dibakar di tempat penguburan ini. Untuk yang manakah engkau berkabung?’
7 Di sini, delapan puluh enam ribu (chalasitisahassani): dalam jumlah delapan puluh ribu ditambah enam ribu lagi. Dengan nama Brahmadatta (Brahmadattassa namaka): yang memiliki nama Brahmadatta. Untuk yang manakah engkau berkabung? (tesam kam anusocasi): beliau bertanya, ‘Untuk Brahmadatta yang mana dari antara delapan puluh enam ribu Brahmadatta ini yang engkau tangisi? Untuk yang manakah kesedihanmu muncul?’

Ditanya demikian oleh resi itu, Ubbari mengucapkan syair untuk menunjukkan Brahmadatta yang dia maksudkan:

8. ‘Raja yang merupakan putra Culani, banteng di antara prajurit Pañcala; untuk dialah saya berkabung, Tuan, suami saya yang mengabulkan semua keinginan saya.’
8 Di sini, putra Culani (Culaniputto): putra dari raja dengan nama itu.26 [165] Yang mengabulkan semua keinginan saya (Sabbakamadam): yang memberi kepada saya apa pun yang saya inginkan, atau pilihan lain, yang akan memberi kepada semua makhluk apa pun yang mereka inginkan.

Setelah Ubbari berkata demikian, petapa itu sekali lagi mengucapkan dua syair:

9. ‘Semuanya itu adalah raja dengan nama Brahmadatta; semuanya adalah putra Culani dan banteng di antara prajurit Pañcala.
10. Kepada semua itulah secara bergantian engkau bertindak sebagai ratu; mengapa engkau mengabaikan Brahmadatta-Brahmadatta sebelumnya dan menangisi (hanya) yang terakhir ini?’
9 Di sini, semua itulah (sabbe ‘va ‘hesum): semua yang berjumlah delapan puluh enam ribu itu adalah raja-raja yang bernama Brahmadatta, adalah putra-putra Culani dan banteng-banteng di antara prajurit Pañcala; kondisi-kondisi sebagai raja dan sebagainya di antara mereka itu tidak ada perbedaan yang khusus, tidak beda satu hal pun.

10 Engkau bertindak sebagai ratu (mahesittam akarayi): dan kepada mereka semua secara bergantian engkau bertindak27 sebagai permaisuri utama dan pasangan hidup mereka, yang berarti engkau mencapai (kedudukan itu). Mengapa? (kasma): Beliau bertanya, ‘Di antara semua orang ini, tak satu pun yang berbeda28 baik dalam peran sebagai suami maupun dalam sifat-sifat pribadinya. Mengapa, untuk alasan apa, engkau mengabaikan raja-raja sebelumnya dan menangisi hanya yang terakhir ini?’

Ketika mendengar hal ini, Ubbari dipenuhi gejolak dan sekali lagi mengucapkan syair kepada petapa itu:

11. ‘Apakah selama jangka waktu yang demikian lama itu saya sendiri adalah seorang wanita, Tuan yang baik, apakah saya yang Tuan sebutkan itu sudah sering menjadi wanita di dalam samsara?’
11 Di sini, saya sendiri: atume=attani (bentuk tata bahasa alternatif). Apakah saya seorang wanita? (itthibhutaya): apakah saya terlahir sebagai wanita? Selama jangka waktu yang demikian lama: digharattaya=digharattam (bentuk tata bahasa alternatif). Beginilah artinya di sini: apakah saya sendiri dahulu adalah seorang wanita, apakah saya dahulu selalu sebagai seorang wanita untuk waktu selama itu, atau apakah saya dahulu terlahir juga sebagai pria? Saya yang (Tuan, sebutkan itu) sudah sering menjadi wanita: yassa me itthibhutaya=yassa mayham itthibhutaya (bentuk tata bahasa alternatif); saya yang bicarakan, yaitu, yang Bhante ceritakan, Petapa Agung, sebagai yang sudah menjadi wanita demikian, yang sudah amat sering menjadi permaisuri di dalam samsara. Bacaan lain adalah ‘O, saya sendiri ingat bahwa dahulu saya adalah seorang wanita’ (atumo29 itthibhutaya).30 Di sini, O, saya ingat (a) adalah partikel yang menyatakan ingatan kembali.31 Saya sendiri (tumo): oleh diri sendiri (sayam); hal ini diingat kembali, diketahui, olehku. Bahwa saya dahulu adalah seorang wanita (itthibhutaya): bahwa saya dahulu terlahir sebagai seorang wanita [166] – ada kemunculan32 yang terus-menerus bagiku selama jangka waktu yang amat lama. Mengapa? Karena33 (sayalah yang Tuan bicarakan, Petapa Agung, sebagai yang sudah sering menjadi wanita di dalam samsara (sambil mengatakan), ‘Kepada semua itu secara berurutan engkau bertindak sebagai permaisuri’34 – beginilah hal ini harus ditafsirkan.35

Ketika mendengar kata-kata ini, petapa tersebut kemudian mengucapkan syair ini untuk menunjukkan bahwa di dalam samsara tidak ada hukum seperti itu, yaitu bahwa wanita selalu wanita dan pria selalu pria:36

12. ‘Engkau dahulu adalah seorang wanita, engkau dahulu adalah seorang pria, engkau juga telah pergi ke kandungan ternak. Batas masa lalu yang sedemikian panjang ini tidak dapat dilihat.’
12 Di sini, engkau dahulu adalah seorang wanita, engkau dahulu adalah seorang pria (ahu itthi ahu puriso): kadang-kadang engkau wanita dan kadang-kadang engkau juga pria. Tetapi pertanyaan ini bukan sekadar menanyakan selalu menjadi wanita atau pria, karena selain itu pun engkau juga masuk ke dalam kandungan ternak – kadang-kadang engkau juga masuk37 sebagai ternak dan engkau juga pergi ke dalam kandungan binatang-binatang lain.38 Batas masa lalu yang sedemikian panjang ini tidak dapat dilihat (evam etam atitanam pariyanto na dissati): batas masa lalu kehidupan-kehidupan yang panjang ini -sebagaimana sudah disebutkan sebagai wanita, sebagai pria, dan sebagai binatang dsb. yang telah engkau alami- sungguh tidak terlihat, bahkan bagi mereka yang telah melihat dengan seksama lewat mata pengetahuan. Tetapi hal ini tidak berlaku hanya untukmu: memang batas kehidupan semua makhluk yang berkelana di dalam samsara tidak dapat dilihat, tidak dapat diungkapkan. Karena alasan inilah maka Sang Buddha berkata, ‘Tak dapat dipahami, wahai para bhikkhu, awal mula dari samsara ini; titik paling awal tidak dapat diungkapkan mengenai perputaran ini, mengenai samsara ini, mengenai makhluk-makhluk yang dihalangi oleh kebodohan batin dan dibelenggu oleh nafsu keinginan.’*39

Setelah Ubbari mendengarkan Dhamma yang diajarkan oleh Sang Petapa, yang menjelaskan pengaruh dari tindakan-tindakan40 dan tidak adanya batas di dalam samsara, dia merasakan gejolak di hatinya mengenai samsara. Dengan bakti dihatinya terhadap Dhamma, dia meninggalkan panah kesedihan dan mengucapkan tiga syair ini untuk mengutarakan baktinya dan berkurangnya kesedihannya:

13. ‘Tadinya saya benar-benar terbakar, persis seperti api yang diberi mentega; tetapi sekarang semua kesedihan saya telah padam seolah-olah tersiram oleh air.
14. [167] Sesungguhnya anak panah, kesedihan,41 yang menusuk hati saya telah dicabut keluar. Bhante telah meredakan kesedihan itu, kesedihan untuk suami saya yang telah menguasai saya.
15. Dengan anak panah yang tercabut keluar, saya menjadi tenang dan sejuk; sejak mendengarkan Bhante, Petapa Agung, saya tidak lagi menangis atau bersedih.”
Arti syair-syair ini sama seperti yang telah diberikan di atas.42 Sang Guru kemudian menyampaikan syair yang menunjukkan perilaku Ubbari yang sekarang tergugah di hatinya:

16. Ketika mendengar kata-katanya, ungkapan yang diucapkan dengan baik oleh petapa itu, Ubbari lalu mengambil jubah dan mangkuk, dan meninggalkan kehidupan duniawi.
17. Dan dia, sebagai orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah menjadi tak-berumah, mengembangkan pikiran cinta kasih demi kelahiran di Brahmaloka,
18. Berkelana dari desa ke desa, dari kota pasar ke kota kerajaan; Uruvela adalah nama desa di mana dia meninggal.
19. Setelah mengembangkan pikiran cinta kasih demi kelahiran di Brahmaloka dan setelah menyingkirkan pemikiran-pemikiran seorang wanita dia mencapai Brahmaloka.43
16 Di sini, –nya (tassa): petapa itu. Ungkapan yang diucapkan dengan baik: subhasitam44 =sutthu bhasitam (ketentuan gabungan) yang berarti Dhamma.

17 Orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah (pabbajita): orang yang masuk ke dalam kehidupan tak-berumah. Menjadi: santa=samana (bentuk tata bahasa alternatif): atau setelah menjadi orang yang meninggalkan keduniawian, dia tenang (santa) dalam tubuh dan ucapan.45 Pikiran cinta kasih (mettacittam): pikiran yang disertai dengan kasih. Beliau berbicara tentang jhana (yang dicapai lewat) cinta kasih yang berada di bawah pemimpin pikiran. Demi kelahiran di Brahmaloka (brahmalokupapittiya): dan di dalam mengembangkan pikiran cinta kasih itu, dia melakukannya demi kelahiran di Brahmaloka, bukan dengan tujuan untuk memantapkan landasan46 bagi pandangan terang (meditasi).47 Memang, sebelum Sang Buddha muncul, para petapa dan mereka yang meninggalkan keduniawian yang mengembangkan Brahmavihara48 dan sebagainya melakukannya hanya untuk pencapaian keunggulan kehidupan. 49

18 [168] Dari desa ke desa (gama gamam): dari satu desa ke desa lain.

19 Setelah mengembangkan (abhavetva): setelah mengolah, setelah membuat bertumbuh; beberapa terbaca abhavetva, huruf (awalan) a hanyalah sekadar partikel untuk mereka. Setelah menyingkirkan pemikiran-pemikiran wanita (itthicittam virajetva): setelah menyingkirkan pikiran-pikiran kecenderungan dan nafsu-nafsu kewanitaan50 maka pikirannya menjadi tidak melekat terhadap feminitas.50 Dia mencapai Brahmaloka (brahmalokupaga): dia adalah orang yang telah mencapai Brahmaloka dengan cara tumimbal lahir. Yang lain sudah cukup jelas dengan penjelasan di atas.

Setelah Sang Guru menceritakan kembali ajaran Dhamma dan menghalau kesedihan umat awam itu, Beliau kemudian memberinya Ajaran mengenai Empat Kebenaran (Mulia). Di akhir Ajaran itu, umat awam itu pun menjadi mantap dalam buah-sotapatti. Ajaran tersebut (juga) bermanfaat bagi mereka yang berkumpul di sana.

Penjelasan mengenai Cerita Peta Ubbari selesai. Dengan demikian berakhirlah51 penjelasan rinci mengenai bab kedua, Bab Ubbari, yang memuat tiga belas cerita di dalam Cerita-cerita Peta dari Khuddaka Nikaya ini.

Catatan:

1 Kerajaan Pañcala dibagi menjadi daerah utara (Uttara-Pañcala) dan daerah selatan (Dakkhina-Pañcala). Kerajaan itu terletak di antara negara Kuru dan Kosala, dan ‘secara kasar Pañcala bisa dikenali lewat jalur utara dan tenggara dari Delhi, dari kaki Himalaya menuju Chambal yang meliputi Budaun, Farukkhabad dan daerah-daerah di dekatnya’, B. N. Chaudhury, Buddhist Centres in Ancient India, Calcutta 1969, hal. 32; bandingkan DPPN ii 108. Kebanyakan sumber setuju bahwa Kapila (sering dieja Kampilla, Kampilya dan sebagainya) dahulu terletak di Dakkhina-Pañcala.

2 Ceritanya dapat ditemukan di Maha-Ummaga Jataka (no. 546): bandingkan Uttaradhyayana xiii (SBE x1v 56-61) untuk cerita Jaina.

3 agatigamanam, empat setan yaitu nafsu (chanda), kebencian (dosa), kebodohan batin (moha), dan rasa takut (bhaya). Di Dial iii 220 no. 2 disarankan bahwa agatim gacchati berarti ‘secara harfiah, dia menuju ke tidak-pergi, atau salah-pergi, atau jalan-buntu’. Mungkin, yang paling umum adalah munculnya ungkapan ini di dalam frasa chandagatim gacchati yang telah banyak diterjemahkan: mengejar jalan yang salah karena dorongan impulsif (GSI i 67), pergi menuju yang tanpa batas melalui nafsu (GS ii 19), tersesat dari keinginan (GS iii 198), tersesat melalui nafsu (GS iv 246), mengambil jalur yang salah karena memihak (Dial iii 125; bandingkan B dari Disc v 111, 247), sedangkan di Teks Vin iii 25 agati diterjemahkan ‘tidak berjalan’. Apapun arti persis dari agati ini, yang jelas itu merupakan perilaku yang tidak mungkin dilakukan Arahat (D iii 133 = A iv 370); ketiadaannya akan membawa pada surga sedangkan keberadaannya akan menuju pada penderitaan di neraka (A ii 19) karena yang terakhir ini merupakan sumber papakamma, tindakan-tindakan jahat (D iii 182). Oleh karenanya, ini tidak bisa menjadi ‘tanpa-batas’ dalam pengertian tidak mendapat kelahiran di salah satu dari lima batas (pañcagati). Jadi, kelihatannya lebih berarti tidak adanya satu jalan, bukan jalan yang salah atau tidak adanya tujuan. Yaitu, mereka yang dikacaukan oleh salah satu dari empat setan di atas, yang mungkin dianggap tersesat dan menyeleweng, dalam pengertian mereka tidak lagi pergi ke mana-mana (dalam hal perkembangan spiritual) – misalnya AA iii 22: chandagatim gacchati ti chandena agatim gacchati, akattabbam karoti; karena nafsu dia ‘tidak ke mana-mana’, dia melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

4 dasa rajadhamme: pemberian dana, moralitas, kemurahan hati, kejujuran, kelembutan, pengendalian diri, tanpa-kemarahan, tanpa-kekerasan, kesabaran dan tanpa-oposisi, (J iii 274; bandingkan J i 260, 399, ii 400, iii 320, v 119, 378). Hal-hal ini dikatakan melindungi agar tidak menuju jalan yang sesat (J i 176, syair 510).

5 Terbaca anupapilam dengan Se Be untuk anupilam pada teks.

6 Terbaca bhattañ ca vetanañ ca dengan Se Be untuk vatthañ ca vethanañ ca pada teks.

7 kattabbam, Se Be menghilangkannya.

8 Terbaca bhattavetanam va dengan Se Be untuk vattham va vethanam va pada teks.

9 Terbaca jivanupayam dengan Se Be untuk jivanupayam pada teks.

10 Terbaca ma ukkanthasi dengan Se Be untuk ma khundali pada teks: bandingkan PED sv khundali di mana bacaan ukkanthi disarankan.

11 Bandingkan PvA 74.

12 Terbaca kassatthayam cayam dengan Se Be untuk kass’ athayam pada teks.

13 Terbaca paridevati dengan Se Be untuk paridevanti pada teks.

14 muni.

15 Terbaca bhaddante dengan Se Be untuk bhaddan te pada teks.

16 Terbaca eko pi hi dengan Se Be untuk eko pi pada teks.

17 Terbaca janapadikanam dengan Be untuk janapadadhikanam pada teks; Se -adhikatanam.

18 Bandingkan PvA 98, 265 untuk persamaan.

19 Terbaca Ubbariya thitatthane dengan Se Be untuk ubbhatatthane pada teks.

20 Bandingkan M i 32, 273, 354 dan seterusnya, 471; S ii 218; A i 113 dan seterusnya, ii 40, iv 108.

21 Dia memiliki keyakinan (saddha), rasa malu (hirima), rasa takut disalahkan (ottappi), adalah orang yang sudah banyak mendengar (bahusutta), energinya terbangkitkan (araddha-viriya), kewaspadaannya bangun (upatthita-sati) dan memiliki pandangan terang (paññava). Secara rinci di M i 356; bandingkan juga D iii 252, 282; M i 354, iii 23; A iv 108.

22 Bandingkan PvA 156.

23 paraloka.

24 Terbaca bhaddante dengan Se untuk Be bhaddan te pada teks.

25 Bandingkan M i 378, di situ dikatakan bahwa melalui tindakan niat jahat di pikiran oleh resi di hutan-hutan (yang disebut) Dandaka, maka Kalinga, Mejjha dan Matanga menjadi hutan lagi, sama seperti lima puluh kota sebesar Nalanda hancur menjadi abu.

26 Bandingkan Uttaradhyayana xiii 1 dst (SBE x1v 57). Kita di sini tidak diberitahu tentang nasib Brahmadatta, tetapi di dalam cerita Jaina dia berakhir di neraka.

27 akasi – begitu juga Se be sebagai penjelasan mengenai akarayi. Teks menghapusnya.

28 Terbaca avisitthesu dengan Se Be untuk avasitthesu pada teks.

29 Terbaca di sini dan juga di bawah dengan v11 pada teks kami; semua teks berbaca ahu me.

30 Terbaca itthibhutãyã ti dengan Se Be untuk itthibhutãya ti pada teks; Se terbaca itthibhutã ti meskipun kemudian itthibhutãya.

31 Terbaca anussaranatthe dengan Se Be untuk anusaranatthe pada teks.

32 Terbaca aparapar’ uppatti dengan Be untuk Se apara ‘va (Se ca) anuppatti pada teks.

33 Terbaca yasma dengan Be; Se terbaca tasma, sementara teks menghilangkannya.

34 Ini jelas suatu kutipan dari syair sebelumnya, tetapi tidak ada teks yang menambahkan ti.

35 Dhammapala jelas menghadapi syair yang terkorupsi di sini. Melihat sifat teks, terjemahannya bisa tidak lebih dari sekadar penambahan, dan beberapa penafsiran mungkin telah dibuat di beberapa tempat tetapi semua itu tidak bisa dipertahankan dengan konsistensi apa pun di seluruh alinea. Penafsiran yang ditawarkan di sini berdasarkan pada bagaimana tampaknya Dhammapala sendiri memahami syair ini dan juga pada konteks di mana syair ini ditemukan. Syair berikutnya kelihatannya merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan lewat syair yang ada, dan ini merupakan penjelasan Dhammapala yang pertama. Dengan adanya penjelasan kedua, kita seharusnya mengambil syair itu sebagai:

‘Oh, saya sendiri ingat bahwa dahulu saya adalah seorang wanita untuk jangka waktu yang sedemikian lama, tuan yang baik, saya, yang tuan bicarakan sebagai yang sudah sering menjadi wanita di dalam samsara.
Di situ, syair 12 tidak lagi menjawab pertanyaan tetapi lebih membetulkan ingatan yang salah:

Dahulu engkau (tidak hanya) wanita, engkau (juga) pria, engkau juga masuk ke dalam kandungan ternak. Batas dari masa lalu yang panjang ini tidak dapat dilihat.
36 Terbaca ayam niyamo samsare n’atthi dengan Se Be untuk ayam niyamo samsaren’ atthi pada teks; PED sv niyama harus dicantumkan demikian.

37 Terbaca agamasi dengan Be untuk agama pada teks Se.

38 Yaitu, ‘ternak’ dalam arti yang paling luas, yaitu biri-biri, kuda, dsb. Bahasa Pali pasu didefinisikan sama dengan Pv A 80 di atas, dan di sini dikontraskan dengan tiracchana, atau binatang pada umumnya.

* Sii 178 = iii149=151=226

39 Walaupun disebutkan dalam M i 483 (bandingkan MLS ii 161 no. 2) bahwa Buddha (hanya) bisa mengingat sembilan puluh satu kalpa dan walaupun bacaan yang tersedia tentang pengetahuan Beliau tentang kelahiran-kelahiran sebelumnya menyebutkan bahwa Beliau (hanya) dapat mengingat sekian banyak kalpa dari kehidupan-kehidupan itu – misalnya M i 22, 35; S ii 122, 213; A i 255; It 99 – namun D iii 134 menyebutkan bahwa Beliau dapat melakukannya sampai batas yang Beliau inginkan dan It 121 menyebutkan bahwa Beliau mengetahui apa pun yang Beliau inginkan. Demikian juga D iii 28 menyebutkan bahwa Sang Buddha menyatakan, ‘Yang paling awal dari segala hal Kuketahui, Bhagava, dan Aku mengetahui tidak hanya itu saja, melainkan jauh lebih daripada itu.’ Lihat juga pembahasan di KS ii xi.

40 kammassa katam, secara harfiah tindakan-tindakan yang telah dilakukan.

41 Terbaca sokam dengan Se Be untuk setam pada teks.

42 Pv A 41.

43 Bandingkan ‘Hal itu tidaklah mungkin, tidaklah mungkin bahwa seorang wanita bisa menjadi Sakka: .. Mara .. Brahma’, M iii 65 dst; A i 28 dll.

44 Teks salah terbaca subasitam di sini.

45 Bandingkan Dhp 378.

46 Terbaca padakadi dengan Se Be untuk padakapadakadi pada teks.

47 vipassana: empat Brahmavihara, yang salah satunya adalah mettacittam, dapat membawa pada berbagai tingkat jhana sehingga selanjutnya dapat membuat kelahiran ulang di Brahmaloka, padanan kosmiknya. Lihat misalnya M ii 78, 207 dst.; A ii 128 dst., 184, iii 224 dst.

50 itthibhave, secara harfiah menjadi seorang wanita.

51 Demikian Be.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com