Sariputta | Suttapitaka | PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA SAMSARAMOCAKA Sariputta

PENJELASAN MENGENAI CERITA PETA SAMSARAMOCAKA

Saṃsā­ra­moca­kapeti­vatthu (Pv 13)

[67] ‘Engkau telanjang dan berpenampilan buruk.’ Demikian dikatakan Sang Guru ketika Beliau sedang berdiam di Hutan Bambu mengenai peti di desa Itthakavati di kerajaan Magadha.
Diceritakan bahwa di kerajaan Magadha ada dua desa yang bernama Itthakavati dan Digharaji. Di situ tinggal banyak orang bida’ah Samsaramocaka.1 Sekitar lima ratus tahun yang lalu, seorang wanita terlahir di suatu keluarga Samsaramocaka di Itthakavati. Karena pandangan-pandangan salahnya, dia membunuh berbagai serangga dan belalang, dan kemudian terlahir di antara para peta. Di situ dia menjalani penderitaan karena rasa lapar dan haus selama lima ratus tahun. Setelah Sang Buddha muncul di dunia dan memutar roda Dhamma Agung dan kemudian berdiam di Hutan Bambu, dekat Rajagaha, wanita itu terlahir sekali lagi di keluarga Samsaramocaka yang sama, juga di Itthakavati itu. Suatu hari ketika dia berusia sekitar tujuh atau delapan tahun dan sedang sibuk bermain-main dengan anak-anak lain di jalanan, Y. M. Sariputta, Thera -yang sedang berdiam di vihara Arunavati di dekat desa itu- lewat di dekat pintu gerbang desa bersama dua belas bhikkhu. Pada saat itu banyak gadis kecil yang telah keluar dari desa dan sedang bermain-main di dekat pintu gerbang. Karena telah diajar tata-cara oleh orang tua mereka, dengan cepat mereka menghampiri Thera dan bhikkhu-bhikkhu lain. Dengan bakti di hati, mereka memberikan penghormatan dengan namaskara.2 Tidak demikian dengan anak perempuan dari keluarga yang tidak memiliki keyakinan3 itu. Dia tidak memiliki rasa hormat dan kesantunan orang luhur karena telah lama tidak mengumpulkan jasa perbuatan baik. Maka dia tetap berdiri bagaikan orang tanpa disiplin.4 Y M. Sariputta meneliti perilakunya di dalam kehidupan lampaunya, kemudian kelahirannya sekarang di keluarga Samsaramocaka, dan melihat bahwa di masa mendatang dia pantas muncul (hanya) di neraka. Beliau menyadari bahwa jika seandainya anak ini mau memberikan penghormatan, dia tidak akan terlahir di neraka. Atau seandainya pun muncul di antara para peta, dia akan mencapai kemuliaan lewat beliau.5 Digerakkan oleh kasih sayang, [68] Y.M. Sariputta berkata pada anak-anak perempuan itu, ‘Kalian menghormat para bhikkhu6 tetapi anak ini tetap berdiri seperti orang tanpa disiplin.’4 Maka anak-anak perempuan itu merenggut tangannya, menyeretnya ke depan dan secara paksa membuatnya menghormat di kaki Thera itu. Sesudah dewasa, dia diserahkan (dalam pernikahan) kepada seorang pemuda dari keluarga Samsaramocaka di Digharaji.7 Namun ketika akan melahirkan, dia meninggal dan muncul di antara para peta, dalam keadaan telanjang dan berpenampilan buruk. Sungguh pemandangan yang menjijikkan. Dia berkelana kian kemari, menampakkan diri di malam hari pada Y. M. Sariputta Thera, dan kemudian berdiri di satu sisi. Ketika melihatnya, beliau bertanya kepadanya dengan syair ini:

1. ‘Engkau telanjang dan berpenampilan buruk, kurus kering dengan urat-nadi yang menonjol.8 Engkau yang kurus, dengan tulang-tulang iga yang menonjol keluar, siapakah engkau, wahai yang berdiri di sana?’
1 Di sini, dengan urat-nadi yang menonjol (dhamanisanthata): dengan tubuh yang dibalut jaringan nadi karena tidak ada daging dan darah. Dengan tulang-tulang iga yang menonjol keluar (upphasulike): dengan tulang-tulang iga yang mencuat keluar. Engkau yang kurus (kisike): engkau yang bertubuh kurus kering; setelah sebelumnya dikatakan ‘kurus kering’,9 kata-kata ‘engkau yang kurus’10 diulang dengan tujuan untuk menekankan kekurusannya11 yang luar biasa, karena tubuhnya hanyalah kulit, tulang dan otot.

Ketika mendengar hal ini, peti itu menyampaikan syair yang membuat dirinya diketahui:

2. ‘Tuan, saya adalah peti, yang pergi menuju kehidupan sengsara di alam Yama; karena telah melakukan suatu perbuatan jahat, saya telah pergi dari sini menuju alam para peta.’
Sekali lagi Y. M. Sariputta bertanya tentang perbuatan yang telah dilakukannya:

3. Kalau demikian, perbuatan jahat apakah yang telah engkau lakukan lewat tubuh, ucapan atau pikiran? Sebagai akibat dari perbuatan apakah engkau pergi dari sini menuju alam para peta?’
Peti itu menyampaikan tiga syair untuk menunjukkan bahwa karena keegoisan dan karena tidak memiliki keluhuran dalam perbuatan memberi, maka dia telah muncul12 di dalam kandungan-peta dan menjalani kesengsaraan yang besar:

4. [69] ‘Bhante, dahulu saya tidak mempunyai ayah, ibu atau pun sanak saudara yang memiliki belas kasihan kepada saya dan yang mau mendorong saya dengan mengatakan, “Dengan bakti di hatimu, berikanlah dana kepada para petapa dan brahmana”.
5. Sejak sekarang selama lima ratus tahun saya harus berkelana telanjang seperti ini, dirongrong oleh rasa lapar dan nafsu keinginan – inilah buah dari perbuatan jahat saya.
6. Saya memberikan penghormatan kepadamu, tuan yang mulia, dengan bakti di hati saya; kasihanilah saya, O manusia yang mantap dan agung. Berikanlah sesuatu13 dan tujukanlah dana itu kepada saya; bebaskanlah saya dari keadaan yang sengsara ini, tuan.’
4 Di sini, memiliki belas kasihan (anukampaka): membantu demi kesejahteraannya di alam berikutnya. Tuan (bhante): dia menyapa Thera tersebut. Yang mau mendorong saya (ye mam niyojeyyum), dahulu saya tidak mempunyai ayah, ibu atau sanak saudara lain yang memiliki belas kasihan pada saya sehingga mau mendorong14 saya dengan mengatakan, ‘Dengan bakti di hatimu, berikanlah dana kepada para petapa dan brahmana’ – demikianlah hal ini harus ditafsirkan.

5 Sejak sekarang selama lima ratus tahun saya harus berkelana telanjang seperti ini (ito aham vassasatani pañca yam evarupa vicarami nagga): karena teringat kehidupannya sebagai peti di dalam kehidupan ketiga sebelum ini, peti tersebut mengatakan hal ini karena menganggap dia sekarang juga harus berkelana kian kemari seperti itu selama lima ratus tahun. Yam (tidak diterjemahkan)=yasma (bentuk tata bahasa alternatif); karena saya belum melakukan perbuatan-perbuatan berjasa seperti misalnya berdana dll, saya menjadi peti, yang telanjang seperti ini. Dan sejak saat ini saya harus berkelana kian kemari selama lima ratus tahun- demikianlah hal ini harus ditafsirkan. Oleh nafsu keinginan (tanhaya): oleh rasa haus. Dirongrong: khajjamana15=khadiyamana (bentuk tata bahasa alternatif), yang artinya diserang.

6 Saya memberikan penghormatan kepadamu, tuan yang mulia, dengan bakti di hati saya (vandami tam ayya pasannacitta): dengan bakti di hati, saya memberikan penghormatan kepadamu, tuan yang mulia. Ini menunjukkan betapa kecilnya jasa yang dapat saya lakukan sekarang.16 Kasihanilah saya (anukampa mam): [70] tolong bantulah saya, berbaik hatilah kepada saya. Berikanlah sesuatu dan tujukanlah dana itu kepada saya (datva ca me adissa yam hi kiñci): dia mengatakan hal ini dengan anggapan bahwa jika beliau telah memberikan suatu persembahan jasa dan kemudian menujukan dana itu kepadanya, maka dia akan terbebas dari kandungan-peta. Karena alasan inilah dia mengatakan, ‘Bebaskan saya dari keadaan yang sengsara ini, tuan.’

Ketiga syair ini dikatakan oleh mereka yang mengulang teks untuk menunjukkan bagaimana Y.M. Sariputta mulai bertindak setelah peti itu selesai berbicara:

7. ‘ “Baiklah”, Sariputta menyetujui karena belas kasihannya. Beliau memberikan kepada para bhikkhu sedikit makanan, sejengkal kain, dan semangkuk air dan kemudian menujukan dana itu kepada peti itu.
8. Segera setelah Sariputta mempersembahkan ini, hasilnya langsung muncul. Makanan, pakaian dan minuman menjadi buah dari dana ini.
9. Maka peti itu menjadi murni, terbungkus pakaian yang bersih dan segar, mengenakan pakaian yang lebih halus daripada pakaian dari kain Kasi. Lalu, dengan dihiasi berbagai pakaian dan perhiasan, peti itu mendekati Sariputta.’
7 Di sini, kepada para bhikkhu (bhikkhunam): kepada seorang bhikkhu; ini disebutkan dengan pengubahan jumlah. Beberapa menyebutkan ‘memberikan kepada seorang bhikkhu sedikit makanan’ (alopam bhikkhuno datva). Sedikit (alopam): sesuap,17 yang artinya hanya satu potong makanan. Sejengkal kain (panimattañ ca colakam): seukuran tangan, artinya sedikit kain. Dan semangkuk air (thala-kassa ca paniyam): hanya satu mangkuk air.

Sisanya persis sama dengan yang ada di Cerita Peta Berkepala-Gundul.18

Maka Y M. Sariputta melihat peti yang muncul di hadapannya berdiri dengan indera-inderanya yang segar, dan kulitnya terlihat amat bersih. Dia mengenakan pakaian dan perhiasan surgawi, serta bersinar cemerlang menerangi segala yang ada di sekitarnya dengan cahayanya sendiri. Maka beliau menyampaikan tiga syair karena ingin agar peti tersebut menjelaskan buah-buah perbuatan lewat pengalamannya sendiri:

10. ‘Engkau yang berdiri dengan keelokan yang luar biasa, wahai devata, menyinari segala penjuru bagaikan Bintang Penyembuh,
11. Disebabkan oleh apakah keelokanmu seperti ini? Disebabkan oleh apakah maka keadaan ini dicapai olehmu di sini [71] sehingga akan muncul kenikmatan-kenikmatan apa pun yang disenangi hatimu?
12. Saya bertanya kepadamu, O devi yang amat agung, tindakan berjasa apakah yang telah engkau lakukan ketika engkau dahulu menjadi manusia? Disebabkan oleh apakah maka keagunganmu bersinar dan keelokanmu memancar ke segala penjuru?’19
10 Di sini, luar biasa (abhikkantena): luar biasa elok, yang artinya sangat cantik. Dengan keelokan (vannena): dengan warna kulit yang indah. Menyinari segala penjuru (obhasenti disa sabba): bersinar ke sepuluh arah dengan satu sinar tunggal. Dengan cara apa? Beliau mengatakan, ‘Bagaikan Bintang Penyembuh’. Bintang ini memperoleh nama Osadhi karena kecemerlangan luar biasa (ussanna-) yang terkandung (dhiyati) di dalamnya atau karena bintang itu ikut memberikan kekuatan20 pada obat-obatan (osadhinam): sebagaimana bintang yang memancarkan sinar ke sekelilingnya, demikian pula engkau (berdiri) menyinari segala penjuru- demikianlah artinya.

11 Disebabkan oleh apakah? (kena): kata ‘apakah’ (kim) dalam bentuk tanya merupakan bentuk instrumental dalam pengertian (menanyakan tentang) penyebabnya, yang artinya disebabkan oleh apa? –mu: te=tava (bentuk tata bahasa alternatif). Seperti ini (etadiso):21 ini disebutkan untuk mengacu bagaimana keelokan itu muncul pada saat ini. Disebabkan oleh apakah maka keadaan ini dicapai olehmu di sini? (kena te idham-ijjhati): disebabkan oleh tindakan berjasa khusus apakah maka terbentuk, dihasilkan, buah dari perilaku bajik yang sekarang ini sedang engkau terima di sini, di tempat ini? Akan muncul (uppajjanti): akan menjadi ada. Kenikmatan-kenikmatan (bhoga): harta dan sarana yang hebat, seperti misalnya pakaian dan perhiasan dll. yang memperoleh nama ‘kenikmatan’ (bhoga) karena cocok untuk dinikmati (paribhuñjitabbattena). Apa pun (ye keci) artinya (semua) kenikmatan yang termasuk dan tercakup, tanpa sisa, karena ini merupakan ungkapan yang mencakup (segalanya) tanpa perkecualian, seperti ungkapan ‘apa pun yang terpadu’ (ye keci sankhara). Yang disenangi hatimu (manaso piya): apa yang dekat di hatimu, artinya apa yang menyenangkan bagi hatimu.

12 Saya bertanya (pucchami): saya mengajukan pertanyaan, artinya saya ingin tahu. Engkau: tam=tvam (bentuk tata bahasa alternatif). Devi (devi): dia adalah seorang devi karena beruntung memiliki keagungan surgawi. Karena alasan inilah beliau mengatakan, ‘yang amat agung’. Ketika engkau dahulu sebagai manusia (manussabhuta): ketika engkau terlahir di antara manusia dan telah mencapai alam manusia. Ini disebutkan sesuai dengan peraturan umum bahwa para makhluk melakukan tindakan-tindakan berjasa ketika mereka berada di dalam kehidupan manusia. Beginilah arti syair-syair ini secara ringkas. Tetapi hal ini harus dipahami persis seperti yang telah diberikan secara terperinci di dalam Kitab Komentar mengenai (bagian) Cerita-cerita Istana pada Penjelasan Arti Intrinsik.

[72] Peti itu, ketika ditanya demikian oleh Thera itu, menyampaikan syair-syair sisanya, yang menjelaskan penyebab sehingga keagungannya ini diperoleh:
13. ‘Orang suci yang penuh welas asih bagi dunia telah melihat22 saya pergi menuju kehidupan yang sengsara kekuningan,23 kurus kering, kelaparan, telanjang dan dengan kulit yang berkerut-kerut.24
14. Beliau memberikan kepada para bhikkhu sepotong makanan, sepotong kain berukuran sejengkal dan semangkuk air dan dana itu ditujukan kepadaku.
15. Lihatlah buah dari sepotong makanan itu: selama seribu tahun saya akan menyantap makanan yang beraneka citarasanya, menikmati kepuasan dari semua keinginanku.
16. Lihatlah hasil yang diperoleh dari sepotong kain berukuran sejengkal ini: pakaian sebanyak yang ada di seluruh alam raja Nanda,
17. Masih lebih banyak daripada itu, tuan, adalah pakaianku dan kain penutup dari sutra serta wol, linen dan katun.
18. Banyak dan mahal benda-benda itu – semua itu bahkan menggantung turun dari langit dan saya tinggal mengenakan mana pun yang saya senangi.25
19. Lihatlah hasil yang diperoleh dari semangkuk air ini: kolam-kolam teratai26 yang dalam, bersudut empat dan tertata indah,
20. Dengan air yang jenih dan tepian yang indah, sejuk dan harum, tertutup teratai dan lili air, airnya penuh dengan serabut teratai,
21. Dan saya berolah raga dan bermain serta bersenang-senang, tanpa merasa takut dari tempat mana pun. Saya, yang mulia, telah datang untuk memberikan penghormatan kepada petapa yang penuh welas asih bagi dunia.
13 Di sini, kekuningan (uppandukim): telah menjadi kekuning-kuningan.27 Kelaparan (chatam): ingin makan, dikuasai oleh rasa lapar. Dengan kulit yang berkerut-kerut (sampatitacchavim): dengan kulit tubuhku yang kering, retak dan pecah. Bagi dunia (loke): ini menunjukkan seberapa besarnya welas asih orang yang di sini disebut ‘penuh welas asih’. Saya (tam mam): saya dalam kondisi itu, saya dalam keadaan yang jelas (memerlukan) welas asih seperti yang telah disebutkan. Pergi menuju kehidupan yang sengsara (duggatam): pergi menuju keadaan sengsara.

14 Beliau memberikan kepada para bhikkhu sepotong makanan (bhikkhunam alopam datva): dan seterusnya. menunjukkan cara Thera tersebut bertindak karena welas asihnya.

15 [73] Di sini, makanan (bhattam): nasi rebus, yang artinya makanan surgawi. Selama seribu tahun (vassasatam dasa): selama sepuluh kali seratus tahun atau seribu tahun;28 ini adalah bentuk akusatif dalam pengertian periode waktu yang terus-menerus. Yang beraneka citarasanya, menikmati kepuasan dari semua keinginanku (kamakamini anekarasasavyañjanam): saya akan menyantap makanan yang beraneka citarasanya, dan memiliki kenikmatan-kenikmatan indera lain yang menyenangkan – demikianlah hal ini harus ditafsirkan.

16 Sepotong kain (colassa): ini menunjukkan perbuatan berjasa berdasarkan tindakan memberi,29 dengan benda ini sebagai objeknya, dan ini termasuk persembahan jasa. Lihatlah hasil (vipakam passa yadisam): lihatlah buah apa, yang disebut hasil, dari pemberian sepotong kain itu, Tuan Yang Mulia, seperti apa, berbentuk apa. Seandainya (orang bertanya) ‘Apa?’, peti itu berkata,30 ‘(Pakaian) sebanyak yang ada (di seluruh) (alam) raja Nanda’ dan seterusnya.

Nah, dalam hal ini, siapakan raja Nanda itu?

Dikisahkan bahwa dahulu kala, ketika jangka waktu kehidupan manusia adalah sepuluh ribu tahun, ada seorang pria kaya yang hidup di Benares. Ketika sedang berjalan-jalan di hutan, dia melihat seorang Paccekabuddha di sana. Paccekabuddha itu sedang membuat jubah, tetapi dia kemudian melipat dan menyingkirkannya, karena bahan yang dijahit tidak cukup.31 Ketika melihat hal ini, laki-laki kaya itu berkata, ‘Apa yang sedang tuan lakukan?’ Walaupun Paccekabuddha itu tidak mengatakan apa-apa karena memang hanya sedikit keinginannya,32 laki-laki itu menyadari bahwa bahan jubah itu tidak cukup.33 Maka dia lalu menaruh jubah luarnya di kaki Paccekabbuddha tersebut dan pergi.34 Paccekabuddha itu mengambil jubah, menambahkannya ke pinggir jahitannya, menjahit jubah itu dan mengenakannya. Di akhir kehidupan (alami)-nya, laki-laki kaya itu mati dan terlahir35 di alam Tiga-puluh-tiga. Dia menikmati kemuliaan surgawi di sana seumur hidupnya dan -setelah jatuh dari sana- terlahir di keluarga penasihat khusus (bagi raja) di suatu desa yang berjarak satu yojana dari Benares. Ketika dia beranjak akil balik, ada perayaan bulan-baru yang diumumkan di desa itu. Maka pemuda itu berkata kepada ibunya, ‘Bu, beri saya satu jubah agar saya bisa ikut merayakan bulan-baru.’ Ibunya mengeluarkan pakaian bersih dan memberikan kepadanya, ‘Bu, ini kasar’ (katanya). Ibunya mengeluarkan yang lain dan memberikan kepadanya, tetapi ini pun ditolaknya juga. Kemudian ibunya berkata, ‘Nak, sejak terlahir di rumah ini kita belum mempunyai jasa apa pun untuk memperoleh kain yang lebih halus daripada ini.’ ‘Saya akan pergi ke suatu tempat untuk memperolehnya, Bu.’ ‘Kalau demikian, pergilah nak. Seandainya saja bisa, sebenarnya saya harapkan hari ini juga engkau memperoleh kekuasaan di kota Benares.’ [74] ‘Baik, Bu’, jawabnya. Dia memberikan penghormatan kepada ibunya, berjalan mengelilingi ibunya di sebelah kanan36 dan berkata, ‘Selamat tinggal, Bu.’ ‘Selamat jalan, nak.’ Dikisahkan bahwa pikiran37 yang muncul di benak ibunya adalah demikian, ‘Kemana dia bisa pergi? Paling-paling dia hanya akan duduk di sekitar rumah, di sini atau di situ.’ Tetapi didorong oleh kekuatan perbuatan-perbuatan berjasanya,38 pemuda itu meninggalkan desa dan pergi ke Benares. Di sana dia berbaring tidur di sebongkah batu bertuah setelah menyelimuti dirinya dari kepala ke bawah. Saat itu adalah hari ketujuh setelah kematian raja Benares. Ketika para penasihat khusus raja dan pendeta utama telah melakukan upacara pemakaman, mereka duduk di halaman kerajaan dan berunding. ‘Raja memiliki seorang putri namun tidak memiliki putra – kerajaan tanpa raja tidak akan bertahan. Kita harus mengirim kereta negara.’39 Maka mereka memasangkan pakaian pada empat kuda Sindh yang berwarna putih seperti teratai, dan di kereta itu dipasang tanda-tanda kebesaran40 kerajaan berunsur-lima yang dipayungi payung putih. Kemudian mereka melepaskan kereta itu sambil membunyikan musik di bagian belakangnya. Kereta itu pergi lewat pintu gerbang timur dan menuju ke taman. Beberapa orang berkata, ‘Kereta itu pergi menuju taman karena kebiasaan. Putarlah kembali!’ Tetapi pendeta utama mengatakan, ‘Jangan memutarnya kembali!’ Kereta itu mengelilingi pemuda tersebut di sebelah kanan dan kemudian berhenti, siap untuk dinaiki. Pendeta utama itu mengangkat satu sudut selimutnya, memeriksa tumit kakinya41 dan berkata, ‘Biarlah (pemuda) ini menjadi pelindung kita – dia mampu menciptakan satu alam tunggal yang mencakup empat benua dan dua ribu pulau di sekelilingnya’. Kemudian dia menyuruh agar musik ditabuh tiga kali dengan mengatakan, ‘Tabuhlah musik! Tabuhlah lagi!’42 Ketika pemuda itu menyingkirkan penutup dari wajahnya, dia melihat ke sekeliling dan berkata, ‘Ada urusan apakah engkau datang ke sini, wahai sahabat?’ ‘Tuanku, kerajaan ini telah datang kepadamu.’ ‘Di manakah rajamu?’ ‘Dia telah pergi ke surga, tuanku.’ ‘Berapa hari telah lewat?’ ‘Hari ini adalah hari ketujuh.’ ‘Apakah tidak ada putra atau putrinya?’ ‘Ada seorang putri, tuanku, tetapi tidak ada putra.’43 ‘Baiklah kalau begitu, saya akan memegang tampuk pemerintahan.’ Sebuah paviliun langsung didirikan untuk dipakai meminyaki pemuda itu. Mereka menghiasi putri raja dengan segala perhiasannya, mengajaknya ke taman dan meminyaki pemuda itu. Setelah pemuda itu diminyaki, mereka memberinya pakaian-pakaian yang seharga seratus ribu (potong). ‘Apakah ini, wahai sahabat?’44 tanyanya. ‘Pakaian dalam,45 tuanku,’ ‘Kain-kain ini tidak kasar, bukan?’ [75] ‘Di antara kain yang digunakan manusia, tidak ada yang lebih halus46 daripada ini, tuanku.’ ‘Apakah rajamu dahulu berpakaian seperti ini?’ ‘Ya, tuanku.’ ‘Saya tidak berpikir rajamu dahulu memiliki jasa kebajikan. Bawakan saya tempayan air emas, dan saya akan mengambil beberapa pakaian.’ Mereka mengambil tempayan air emas. Pemuda itu berdiri, membasuh tangannya dan mencuci mulutnya. Kemudian dia mengambil47 air dengan kedua tangannya, dan memercikkannya ke arah timur. Segera delapan pohon pengabul-harapan memecah tanah yang keras dan mencuat ke atas. Sekali lagi dia mengambil air dan memercikkannya ke selatan, ke barat dan ke utara, dengan demikian, (memercikkannya) ke seluruh empat penjuru. Di setiap penjuru itu, dia menumbuhkan delapan (pohon) sehingga seluruhnya ada tiga puluh dua pohon pengabul-harapan. Ada yang mengatakan bahwa di setiap arah, dia menghasilkan enam belas (pohon) sehingga (seluruhnya) ada enam puluh empat pohon pengabul-harapan. Dia mengenakan satu pakaian surgawi, membungkuskan satu di tubuhnya dan berkata, ‘Umumkanlah dengan pukulan genderang bahwa di kerajaan raja Nanda, wanita penenun tidak perlu menenun benang (lagi).’ Dia menyuruh mereka mengangkat payung, dan dengan pakaian dan perhiasan surgawi dia naik ke punggung gajah yang paling gagah untuk memasuki kota, menuju ke kerajaan dan menikmati kemuliaan yang besar.

Dan waktu terus berlalu. Suatu hari, sang ratu, karena melihat kemuliaan raja itu, menunjukkan kasih sayangnya dengan mengatakan, ‘Engkau seharusnya menunjukkan lebih banyak pengendalian diri.’48 Ketika ditanya, ‘Apa maksudmu, devi?’, ratu berkata, ‘Engkau memiliki kemuliaan yang berlebihan, tuanku. Nun dahulu kala engkau pasti telah melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, tetapi sekarang engkau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang baik untuk kesejahteraan masa depanmu.’ ‘Kepada siapa kita bisa memberi? Tidak ada orang-orang yang luhur.’ ‘Jambudipa49 ini, tuanku, tidak kekurangan Arahat. Engkau tinggal menyiapkan dana makanan dan saya akan mengundang para Arahat itu’,50 kata ratu. Maka keesokan harinya raja pun menyuruh agar disiapkan dana makanan besar-besaran. Ratu berdoa, ‘Jika ada Arahat di penjuru ini, semoga mereka datang ke sini dan menerima dana makanan dari kami’, dan kemudian bersujud ke arah utara. Tak lama setelah ratu membungkukkan badannya, Paccekabuddha Paduma, yang tertua dari lima ratus Paccekabuddha yang merupakan putra-putra Ratu Padumavati dan yang sedang berdiam di Himalaya, menyapa saudara-saudara lakinya dengan mengatakan, ‘Raja Nanda mengundang kalian, tuan-tuan yang baik51 -kalian seharusnya menerima (undangan)nya.’ Mereka setuju dan langsung berangkat melalui udara dan turun di pintu utara. [76] Orang-orang kerajaan itu memberitahukan raja dengan berkata, ‘Lima ratus Paccekabuddha telah datang, tuanku.’ Raja pun pergi bersama ratunya dan memberikan penghormatan kepada mereka, mengambil mangkuk mereka dan mempersilakan para Paccekabuddha untuk masuk ke istana. Kemudian raja memberikan dana makanan. Ketika makanan telah disantap, mereka pun bersujud,52 raja di kaki anggota senior kelompok itu dan ratu di kaki anggota-anggota yang lebih muda,53 sambil berkata, ‘Kalian yang mulia tidak akan kekurangan kebutuhan; perbuatan berjasa kami tidak akan berkurang. Kami mohon Yang Mulia bersedia tinggal di sini.’ Setelah mereka memberikan persetujuannya, raja pun membangun tempat tinggal di taman dan menjadi penopang para Paccekabuddha itu selama sisa hidup mereka. Ketika mereka mencapai Parinibbana, raja menyuruh agar perayaan-perayaan54 sakral diadakan dan ritual pemakaman dijalankan dengan kayu cendana dll. Kemudian raja mengambil relik mereka serta menaruhnya di dalam sebuah stupa. Batin raja tersentak saat dia berpikir, ‘Jika kematian pun harus datang bahkan pada resi-resi besar yang memiliki keagungan luar biasa seperti ini, apa yang bisa dikatakan tentang orang-orang seperti aku?’ Maka raja pun menunjuk putra sulungnya sebagai penguasa dan dia sendiri meninggalkan kehidupan berumah-tangga dan hidup sebagai petapa. Sang ratu, setelah menimbang-nimbang apa yang bisa dilakukannya sekarang karena raja telah meninggalkan keduniawian, juga meninggalkan keduniawian. Berdua mereka berdiam di taman, mencapai jhana-jhana dan melewatkan waktu mereka di dalam kenyamanan jhana.55 Ketika masa kehidupan mereka berakhir, mereka terlahir di Brahmaloka. Dikatakan bahwa Mahakassapa Thera,56 mahasavaka dari Guru Agung kita, adalah raja Nanda itu, sedangkan Bhadda Kapilani57 adalah permaisurinya. Selama sepuluh ribu tahun raja Nanda ini mengenakan pakaian-pakaian surgawi. Dia membuat seluruh alamnya persis seperti Uttarakuru58 dan akan memberikan baju-baju surgawi kepada semua pendatang. Dengan mengacu pada kemegahan pakaian-pakaian surgawi inilah peti itu berkata, ‘Pakaian sebanyak yang ada di seluruh alam raja Nanda.’ Di sini, di alam (vijitasmim): di dalam kerajaan. Pakaian (paticchada): yang dipakai (vatthani); benda-benda itu disebut ‘pakaian’ (paticchada)59 karena (orang-orang) memakaikan benda-benda tersebut pada diri mereka (paticchadenti) .

Untuk menunjukkan bahwa kemegahannya sekarang bahkan lebih besar daripada kemegahan raja Nanda,60 peti itu berkata, ‘Masih lebih banyak daripada itu, tuan, adalah pakaianku dan kain penutup’ dsb.

17 Di sini, daripada itu (tato): pakaianku, yaitu, baju-bajuku, masih jauh lebih banyak daripada pakaian-pakaian milik raja Nanda. Pakaian dan kain penutup (vatthani ‘cchadanani): pakaian dalam dan pakaian luar. [77] Dari sutra dan wol: koseyyakambaliyani=koseyyani c’eva kambalani ca (ketentuan bentuk majemuk). Linen dan katun (khomakappasikani ca): pakaian dari linen dan pakaian dari katun.

18 Banyak (vipula): banyak dan besar dalam ukuran panjang dan lebar. Mahal (mahaggha): memiliki nilai yang sangat besar karena mahalnya. Menggantung turun dari langit (akase ‘valambare): senantiasa menggantung turun dari langit. Mana pun yang saya senangi (yam yam hi manaso piyam): dan saya ambil saja mana pun yang menarik perhatian saya, saya kenakan dan saya bungkuskan ke tubuhku – demikianlah hal ini harus ditafsirkan.

19 Lihatlah hasil yang diperoleh dari semangkuk air (thalakassa ca paniyam vipakam passa yadisam): lihatlah apa hasilnya dan betapa besarnya hasil dari ini, hanya semangkuk air yang diberikan dan dihargai. Untuk menunjukkan hal ini peti itu berkata, ‘Yang dalam, bersudut empat’ dan sebagainya. Di sini, dalam (gambhira): tak dapat diduga. Bersudut empat (caturassa): persegi panjang bentuknya. Kolam-kolam teratai: pokkharañño= pokkharaniyo (bentuk tata bahasa alternatif). Tertata indah (sunimmita): ditata dengan baik sesuai dengan perbuatan peti itu.

20 Dengan air yang jernih: setodaka=seta-udaka,61 (ketentuan bentuk majemuk); (dan)62 ditebari pasir putih. Dengan tepian yang indah (supatittha): dengan tempat-tempat mandi yang indah. Sejuk (sita): dengan air yang sejuk. Harum (appatigandhiya): dengan aroma yang memikat63, tidak ada bau yang tidak enak. Airnya penuh dengan serabut teratai (varikiñjakkhapurita): penuh air yang tertutup dengan serabut teratai yang berjurai dan lili air biru dan sebagainya.

21 Saya: saham=sa aham (ketentuan bentuk majemuk). Berolah raga (ramami): menemukan kegembiraan. Bermain (kilami): memuaskan64 inderaku. Bersenang-senang (modami): bergembira karena besarnya kenikmatanku. Tidak ada yang ditakuti dari penjuru mana pun (akutobhaya): saya diam dengan nyaman dan semau65 saya karena tidak adanya rasa takut dari penjuru mana pun. Saya yang mulia telah datang untuk memberikan penghormatan (bhante vanditum agata): tuan, saya datang, artinya saya menghampiri, untuk menghormat tuan yang merupakan sarana sehingga saya memperoleh kemuliaan surgawi ini.

Yang tidak dianalisis di sini berkenaan dengan artinya dijelaskan di tempat lain.

Setelah hal ini dikatakan oleh peti itu, Y. M. Sariputta, menyampaikan cerita itu secara terperinci kepada penghuni dua desa -Itthakavati dan Digharaji-, yang telah datang kepada beliau. Y M. Sariputta membuat hati mereka tersentak dan mereka pun terbebas dari klenik66 Samsaramocaka yang jahat dan kemudian mengukuhkan mereka sebagai umat awam. [78] Persoalan ini kemudian menjadi terkenal di kalangan para bhikkhu dan mereka pun mengemukakan hal itu kepada Sang Buddha. Sang Buddha menganggap persoalan itu sebagai munculnya suatu kebutuhan dan Beliau mengajarkan Dhamma kepada kelompok yang berkumpul di sana. Ajaran itu bermanfaat bagi orang-orang tersebut.

Catatan:

1 Tidak jelas siapakah orang-orang ini dan seperti apa klenik mereka. Di dalam Cerita-cerita Jataka vi 117 terdapat raja Angati yang mengatakan, ‘Tidak ada pintu ke surga: tunggu saja nasib. Apakah kalian bahagia atau menderita, itu hanya diperoleh melalui nasib: semua akhirnya akan mencapai kebebasan dari transmigrasi (samsarasuddhi); janganlah menginginkan masa depan.’ Mungkin orang-orang itu adalah Ajivika karena doktrin yang disebutkan di D i 54 untuk Makkhali-Gosala ada di sana dan disebut juga samsarasuddhi – ‘Kesucian melalui transmigrasi’ (Dial i 73)

2 Penghormatan añjali dengan berlutut, dengan dahi, sisi lengan bawah, dan lutut menyentuh tanah.

3 Terbaca asaddhakulassa dengan Se Be untuk assadha kulassa pada teks.

4 Terbaca asikkhitã dengan Se untuk ãsikkhitã (Be alakkhika) pada teks.

5 Terbaca mamam dengan Se Be untuk namam pada teks.

6 Terbaca bhikkhu dengan Se Be untuk bhikkhum pada teks.

7 PED sv raji menyarankan digharajiyam, di sini berarti ‘dari garis keturunan yang panjang’ tetapi hampir pasti ini merupakan referensi untuk desa yang disebutkan di atas dan seharusnya diberikan di dalam teks dengan huruf besar.

8 Terbaca dhamanisanthata dengan Se Be untuk dhamanisanthita pada teks, baik di sini maupun di seluruhnya.

9 Terbaca kisa dengan Se Be dan syair untuk kise pada teks.

10 Terbaca kisike dengan Se Be dan syair untuk kisika pada teks.

11 Terbaca kisabhavadassanattham dengan Se Be untuk kisabhava dassanattham pada teks.

12 Terbaca nibbattitva dengan Se Be untuk nibbattetva pada teks.

13 Terbaca yam hi dengan Se Be untuk yahi pada teks.

14 Terbaca niyojeyyum dengan Se Be dan syair untuk yojeyyum pada teks.

15 Demikian Se Be dan syair untuk khajjamano.

16 Secara tradisional para peta dianggap tidak mampu melakukan tindakan-tindakan yang berjasa – jadi dibutuhkan sanak saudara untuk melakukan ini atas nama mereka. Tetapi lihat komentar di PvA 26 di atas.

17 Sebanyak yang dapat dibuat menjadi bola-bola kecil jika makan dengan jari tangan.

18 I.10 di atas

19 Syair-syair ini muncul kembali di Vv 91, 2, 4

20 Terbaca anubalappadayika ti katva dengan Se Be dan VvA 53 untuk anubalappadana hutva; anubalappadayika tidak terdaftar di PED, tetapi bandingkan CPD sv. Menurut PED sv osadhi, ‘Childers menyebutnya Venus tetapi tidak memberikan bukti; penerjemah-penerjemah lain menerjemahkannya “bintang pagi”. Menurut mitologi Hindu, dewa obat adalah rembulan (osadhisa), bukan suatu bintang khusus.’ Tak diragukan lagi, rembulanlah yang diharapkan dipahami di sini. Kita tidak perlu salah-mengartikan kata ‘bintang’ (taraka) karena kata ini bisa digunakan semudah rembulan-lihat Sn 687 di mana rembulan dikatakan sebagai ‘banteng para bintang’ (tarasabha). Lagi pula bintang pagi, betapapun terangnya, hampir tidak dapat dikatakan menerangi sekitarnya seperti yang dibutuhkan di sini. Bandingkan juga S i 65, A v 62, It 20.

21 Terbaca Etadiso ti dengan Se Be; teks menghapus ti. Dengan demikian Syair 10 harus dibetulkan sehingga terbaca Kena te ‘tadiso ….

22 Terbaca addakkhi dengan Se Be untuk dakkhasi pada teks.

23 Terbaca uppandukim dengan Se Be untuk upakandakim baik di sini maupun dalam komentar di bawah di situ kata itu didefinisikan sebagai uppandukajatam.

24 Terbaca sampatitacchavim dengan Be untuk appaticchavim pada teks; lihat juga PED Sv appaticchavim yang juga merekomendasikan bacaan ini, tetapi tidak memberikan catatan di tempat yang cocok; Se terbaca apatitacchavim.

25 Secara harfiah yang mana pun yang disayang hatiku, seperti di atas.

26 Terbaca pokkharañño dengan Se Be dan III 225 di bawah untuk pokkharañña pada teks.

27 Terbaca uppandukajatam dengan Se Be untuk upakandakajatam pada teks.

28 Terbaca vassasahassan ti vuttam dengan Se Be untuk vassasahassan nivuttam pada teks; catatan PED untuk nivutta1 mungkin harus dihilangkan.

29 Terbaca danamayam puññam dengan Se Be untuk danapuññam pada teks.

30 Teks terbaca yatharupan ti peti aha seperti juga Se, walaupun kelihatannya ini merupakan pembetulan Hardy karena dia menyatakan bahwa semua MSS terbaca ce ti atau ve ti untuk peti. Be memiliki yatharupam. Kin ti ce ti aha. Saya mengusulkan terbaca yatharupam. Kin ti ce peti aha.

31 Terbaca appahonte dengan Se Be untuk appabhonte pada teks.

32 Terbaca appicchataya dengan Se Be untuk apicchataya pada teks.

33 Terbaca nappahoti dengan Se Be untuk tassa hoti pada teks.

34 Terbaca agamasi dengan Se Be untuk agamasi pada teks.

35 Terbaca nibbattitva dengan Se Be untuk nibbatteva pada teks.

36 padakkhinam katva yaitu, mengelilingi seseorang sambil menjaga agar sisi sebelah kanan tubuh tetap menghadap ke orang itu, atau dengan kata lain, searah jarum jam dan jalannya matahari. Biasanya ini dilakukan tiga kali (misalnya VvA 173, 219) sebagai sarana mengatakan selamat tinggal, seperti di sini, atau sebagai sarana sapaan bagi orang yang baru saja tiba. Praktek berjalan mengelilingi seseorang itu juga umum di Skotlandia untuk penelitian lebih rinci lihat W. Simpson, The Buddhist Praying Wheel, London 1896.

37 Terbaca cittam dengan Se Be untuk pi tam pada teks.

38 Terbaca puññaniyãmena dengan Se Be untuk puññãniyãmena pada teks.

39 phussaratham, kereta kerajaan yang amat indah, yang berjalan sendiri untuk menemukan penguasa baru jika tidak ada pewaris tahta; bandingkan J ii 39, iii 238, v 248, vi 39 dst.

40 rajakakudhabhandam – kipas dari ekor yak (valavijani), turban (unhisa): pedang (khagga), payung (chatta) dan sandal (paduka); lihat misalnya J v 264. Di D i 7 benda-benda ini muncul di antara benda-benda untuk hiasan diri. Gotama menjaga jarak darinya.

41 Dia mungkin mencari tanda-tanda yang membawa keberuntungan, biasanya berjumlah 32, yang dimiliki oleh semua Buddha dan para raja Cakkavatti – bandingkan J iii 239. Detail tanda-tanda ini dapat ditemukan dalam Lakkhana Suttanta (D iii 142 dst.) dan pada riwayat Cakkavatti itu, raja pemutar-roda, dalam Cakkavatti-Sihanada Suttanta (D iii 58 dst.). Kelihatannya Asoka dianggap sebagai raja seperti itu, setidak-tidaknya oleh orang-orang Buddhis. Sementara para Buddha memutar roda Dhamma secara spiritual, raja Cakkavatti memutarnya dalam arti duniawi, dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan tetangga (tanpa paksa) sehingga para penguasa itu bisa diatur agar menjalankan pemerintahannya sesuai Dhamma – lihat syair 10 dari Pernyataan Kesimpulan di bawah. Di sini dapat dilihat bahwa Cakkavatti menaklukkan tidak hanya seluruh Jambudipa tetapi juga tiga benua lainnya termasuk 500 pulau kecil yang mengelilingi masing-masing benua. Lihat catatan di PvA 137.

42 Terbaca pagganhatha puna pi pagganhatha ti dengan Se Be untuk pagganhatha ti puna pi paggonhatha ti pada teks.

43 Terbaca deva putto dengan Se Be untuk devaputto pada teks.

44 Terbaca tata ti dengan Se Be untuk tata li pada teks.

45 Terbaca nivasanavattham dengan Se Be untuk nivasanattham pada teks.

46 Terbaca sukhumataram dengan Se Be untuk sukkhumataram pada teks.

47 Terbaca ãdãya dengan Se Be untuk ãdaya pada teks

48 Terbaca aho tapassi, secara harfiah engkau seharusnya seorang petapa, dengan Se Be untuk aho vata siri.

49 ‘Negara Apel-mawar’, yaitu India – lihat catatan pada PvA 137.

50 Terbaca arahante dengan Se Be untuk aharante pada teks.

51 Terbaca mãrisã dengan Se Be untuk marisã pada teks.

52 Terbaca nipajjitva dengan Se Be untuk nippajjitva pada teks.

53 sanghatthera dan sanghanavaka -thera dan samanera- istilah yang biasanya dapat diterapkan untuk tingkatan bhikkhu tetapi mungkin artinya tidak demikian untuk para Paccekabuddha.

54 sadhukilitam – bandingkan SA i 284.

55 jhanasukhena; sebagai salah satu dari lima faktor jhana, sukha atau kenyamanan ada di dalam ketiga jhana pertama saja.

56 Lihat GS i 16 dan DPPN ii 476-483 untuk detail-detailnya.

57 Demikian Se Be untuk Bhaddakapila pada teks; lihat GS i 22 dan DPPN ii 354 dst. untuk detailnya.

58 Bagian utara dari keempat benua. Di situ tidak ada keinginan dan tidak ada kerja keras yang dibutuhkan, karena semua yang dibutuhkan telah tersedia. Lihat catatan pada PvA 137 dan juga D iii 199 dst.

59 Demikian Se Be dan syair untuk paticchada pada teks; bandingkan PvA 185 di bawah.

60 Terbaca Nandarajasamiddhito dengan Se Be untuk Nandaraja samiddhito pada teks.

61 Demikian Se Be; teks mengulang setodaka.

62 Se sendiri menambahkan ca di sini. Setodaka secara harfiah berarti ‘dengan air putih’, mungkin kelihatan putih karena adanya pasir putih di bawahnya.

63 surabhi; tidak terdaftar dalam PED.

64 Terbaca paricaremi dengan Se Be untuk paricarami pada teks.

65 Terbaca seri sukhaviharini dengan Se Be untuk serimukhaviharini pada teks.

66 samsaramocanapapakammato mocetva, membebaskan mereka dari tindakan-tindakan jahat samsaramocana, klenik mereka pasti dianggap sebagai perbuatan jahat lewat pikiran.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com