Sariputta | Suttapitaka | Penyu Sariputta

Penyu

Kummaṅgapañha (Mil 7.2 6)

“Bhante Nāgasena, ketika Anda mengatakan lima sifat penyu harus diterapkan, yang manakah itu?”

“Seperti, Baginda, seekor penyu, binatang air, membuat rumah di dalam air; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu selayaknya berdiam meliputi seluruh dunia dengan pikiran cinta kasih yang menjangkau jauh, tersebar luas, tak terukur, tanpa permusuhan, tanpa maksud jahat, memiliki kasih sayang demi kesejahteraan semua makhluk hidup dan manusia. Inilah, Baginda, sifat pertama penyu yang harus diterapkan.

Lagi, Baginda, jika ketika seekor penyu sedang terapung di air dan, mengangkat kepalanya, melihat seseorang, dia langsung menyelam ke dalam air, berpikir, ‘Jangan sampai mereka melihat saya lagi.’ Begitu juga, Baginda, jika kekotoran batin menyerang yogi, bhikkhu, dia sebaiknya menceburkan diri dan menyelam ke kedalaman danau objek (meditasi)nya, berpikir, ‘Jangan sampai mereka melihat saya lagi.’ Inilah, Baginda, sifat kedua penyu yang harus diterapkan.

Lagi, Baginda, ketika penyu keluar dari air, dia berjemur matahari. Begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu menarik pikirannya—apakah saat duduk, berdiri, berbaring atau berjalan—harus menjemur pikirannya dalam daya upaya benar. Inilah, Baginda, sifat ketiga penyu yang harus diterapkan.

Lagi, Baginda, penyu menggali tanah, membuat rumah yang tersembunyi; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu meninggalkan keuntungan, kehormatan dan kemasyhuran, menceburkan diri ke tempat kosong, tempat terbuka yang terpencil, semak belukar, lereng gunung, lembah kecil, gua bukit, yang sunyi, lengang, sebaiknya memasuki rumah dalam kesendirian. Inilah, Baginda, sifat keempat penyu yang harus diterapkan.

Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Bhikkhu Upasena, putra Vanganta:

‘Di mana ada kesunyian, lengang, dihuni binatang-binatang liar,
Bhikkhu sebaiknya menetap, bermeditasi sunyi.’

Dan lagi, Baginda, ketika penyu berjalan, jika dia melihat sesuatu atau mendengar suara, dia segera menarik kepala dan keempat kakinya ke dalam tempurung dan diam tak bergeming
sambil (melindungi) tubuhnya.Begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu, tidak pada setiap kondisi membuka panel pengendalian enam pintu (indra) ketika bentuk, suara, aroma, cita rasa, sentuhan dan kondisi batin menyerangnya, (tetapi) menyatukan pikiran, mengendalikan, harus tetap waspada dan sadar untuk melindungi Dhammanya. Inilah, Baginda, sifat kelima penyu yang harus diterapkan.

Dan ini, Baginda, diucapkan oleh Sang Buddha, dewa di atas para dewa, dalam Saṁyutta Nikāya dalam ceramah Perumpamaan tentang Penyu:

‘Seperti penyu, menarik anggota tubuhnya ke dalam tempurung
(begitu juga) bhikkhu terhadap pikiran dan pemikirannya.
Mandiri, tidak menyusahkan orang lain,
benar-benar menyusut, tidak menjelekkan orang lain.’

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com