Sariputta | Suttapitaka | Macan Tutul Jantan Sariputta

Macan Tutul Jantan

Dīpikaṅgapañha (Mil 7.2 5)

“Bhante Nāgasena, ketika Anda mengatakan dua sifat macan tutul jantan harus diterapkan, yang manakah itu?”

“Seperti, Baginda, seekor macan tutul jantan, berbaring menunggu di padang rumput atau hutan belantara atau gurun berbatu, menerkam binatang liar; begitu juga, Baginda, sikap
menyendiri harus ditiru oleh yogi, bhikkhu, apakah ketika berada di hutan, di bawah pohon, di lereng gunung, di lembahkecil, gua bukit, pekuburan, hutan belukar, di ruang terbuka, di atas tumpukan jerami yang sunyi, lengang, tanpa deru napas, tersembunyi, cocok untuk bermeditasi dalam kesendirian. Karena, Baginda, yogi, bhikkhu menerapkan sikap menyendiri, segera mencapai penguasaan enam pengetahuan istimewa.

Inilah, Baginda, sifat pertama macan tutul jantan yang harus diterapkan. Dan ini, Baginda, diucapkan oleh para bhikkhu yang membuat resensi/ulasan Dhamma:

‘Seperti macan tutul, berbaring menunggu, menerkam binatang liar,
Siswa Buddha ini, bersungguh-sungguh menerapkan, memperoleh pandangan terang,
Memasuki hutan, meraih buah tertinggi.’

Dan lagi, Baginda, binatang liar apa pun yang dibunuh oleh macan tutul, dia tidak memakannya jika jatuh di sisi kirinya; begitu juga, Baginda, yogi, bhikkhu, seperti macan tutul (dan) binatang liar yang jatuh di sisi kirinya, tidak selayaknya menyantap makanan yang diperoleh dengan memberikan bambu, daun, bunga, buah, perlengkapan mandi, tanah liat, serbuk pupur, pembersih gigi, air untuk membersihkan mulut; atau dengan sanjungan, mengucapkan kata-kata manis, memanjakan, mengirim pesan sambil berjalan dari rumah ke rumah, menjadi tabib, menjadi perantara, menjadi kurir, menukar makanan persembahan, mengembalikan jubah atau makanan yang pernah diterima,memberikan petunjuk lokasi yang beruntung, hari baik, pertanda baik (pada tubuh anak) atau dengan cara hidup lain yang salah yang disesalkan oleh Sang Buddha.

Inilah, Baginda, sifat kedua macan tutul jantan yang harus diterapkan. Dan ini, Baginda, juga diucapkan oleh Bhikkhu Sāriputta, siswa utama Sang Buddha:

‘Madu dan bubur diperoleh melalui pengaruh isyarat lisan.
Jika aku menyantapnya, cara hidupku akan disalahkan.
Bahkan jika ususku, memaksa, terseret keluar,
Aku tidak boleh merusak kehidupanku, meskipun membahayakan jiwa.’”


Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com