Sariputta | Suttapitaka | Keengganan Sang Buddha Sariputta

Keengganan Sang Buddha

Dhamma­desanā­ya­appos­suk­ka­pañha (Mil 5.5 10)

50. Keengganan Sang Buddha

“Anda mengatakan bahwa selama empat maha kalpa dan 100.000 siklus dunia ini Sang Bodhisatta telah melatih kesempurnaan agar mencapai kemahatahuan. Tetapi setelah Beliau mencapai kemahatahuan pikiran-Nya berubah tidak ingin mengajarkan Dhamma. Bagaikan seorang pemanah yang telah berlatih berhari-hari lalu ragu-ragu ketika hari peperangan tiba, demikian juga Sang Buddha ragu-ragu untuk mengajarkan Dhamma. Apakah hal itu disebabkan oleh rasa takut, atau kurangnya kejernihan, atau kelemahan, atau karena Beliau tidak mahatahu sehingga keraguan itu timbul.”

“Tidak, raja yang agung, hal itu bukan disebabkan oleh alasan-alasan tersebut. Karena sifat Dhamma yang mendalam, dan karena begitu kuatnya kemelekatan serta kegelapan batin para makhluklah maka Sang Buddha menjadi ragu-ragu dan mempertimbangkan kepada siapa Beliau harus mengajarkan Dhamma, serta bagaimana caranya agar mereka dapat mengerti. Seperti halnya, O baginda, ketika seorang raja mengingat-ingat betapa banyaknya orang yang kehidupannya bergantung padanya -para pengawal, anggota istana, pedagang, prajurit, pesuruh, menteri, dan para bangsawan- dia mungkin terbebani oleh pikiran: ‘Bagaimana aku dapat mengambil hati mereka semua?’ Demikian juga, ketika Tathagata mengingat bagaimana kuatnya kemelekatan dan kegelapan batin para makhluk, maka Beliau cenderung untuk tidak bertindak daripada membabarkan ajaran-Nya. Dan juga memang sudah menjadi aturan alam bahwa Sang Buddha harus membabarkan Dhamma atas permohonan Brahma karena pada saat itu semua orang adalah pemuja Brahma dan sangat bergantung pada Brahma. Maka dari itu, jika dewa yang begitu tinggi dan berkuasa seperti Brahma ingin mendengarkan Dhamma, maka seluruh alam dewa dan manusia cenderung akan begitu juga. Karena alasan itu maka sebelum membabarkan Dhamma, Sang Buddha menunggu agar diminta.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com