Sariputta | Suttapitaka | Kemahatahuan Sang Buddha Sariputta

Kemahatahuan Sang Buddha

Sabbañ­ñu­bhāva­pañha (Mil 5.1 2)

2. Kemahatahuan Sang Buddha

“Nagasena, apakah Sang Buddha mahatahu?”

“O ya, baginda, tetapi pandangan terang untuk pengetahuan tidak selalu ada bersama Beliau. Itu tergantung pada perenungan.”

“Kalau begitu, Nagasena, Sang Buddha tidak mungkin mahatahu kalau pengetahuannya diperoleh dari perenungan.”

“Saya akan menjelaskan lebih lanjut. Ada tujuh tingkat kekuatan mental. Yang pertama, orang biasa yang penuh dengan nafsu keinginan, kebencian dan kebodohan batin; mereka tidak terlatih di dalam tindakan, ucapan, dan pikiran; pemikiran mereka berjalan dengan lambat dan sulit.

“Yang kedua, Pemasuk-Arus, yang telah mencapai pandangan benar, dan telah mengerti ajaran Sang Guru dengan benar. Kekuatan pemikiran mereka berjalan dengan cepat dan berfungsi dengan mudah, sejauh masih berhubungan dengan tiga belenggu yang pertama. Tetapi di luar itu, kekuatan pemikiran mereka berfungsi dengan lambat dan sulit.

“Yang ketiga, Yang-Kembali-Sekali-Lagi. Di dalam diri mereka, nafsu dan niat jahat telah melemah. Kekuatan pemikiran mereka bekerja dengan cepat dan baik, sejauh masih berhubungan dengan lima belenggu bagian bawah. Tetapi di luar itu sulit dan lambat.

“Yang keempat, Yang-Tidak-Kembali-Lagi. Pada mereka, nafsu dan niat jahat telah lenyap. Kekuatan pemikiran mereka berjalan dengan cepat dan baik sejauh masih berhubungan dengan sepuluh belenggu. Tetapi di luar itu sulit dan lambat.

“Kelima, Arahat. Pada mereka, banjir hawa nafsu indera, keinginan untuk kelahiran kembali, kepercayaan adanya diri, dan kebodohan batin telah lenyap. Mereka telah menempuh kehidupan suci dan mencapai tujuan akhir. Kekuatan pemikiran mereka bekerja dengan cepat, sejauh masih dalam lingkup yang dapat dilakukan siswa. Tetapi di luar itu sulit dan lambat.

“Keenam, Buddha Menyendiri (Pacceka Buddha), yang bergantung pada diri mereka sendiri saja dan tidak memerlukan guru. Kekuatan pemikiran mereka berjalan dengan cepat, sejauh masih berhubungan dengan lingkup mereka sendiri. Tetapi di dalam lingkup yang khusus bagi Yang Mencapai Pencerahan Sempurna, pemikiran mereka lambat dan sulit. Seperti halnya seseorang yang tak akan ragu menyeberangi sungai kecil di tanahnya sendiri namun akan ragu menyeberangi samudera luas.

“Dan yang terakhir, Buddha yang Mencapai Pencerahan Sempurna. Mereka memiliki segala pengetahuan, memiliki sepuluh kekuatan, empat macam ketidaktakutan, dan delapan belas ciri seorang Buddha. Kekuatan pemikiran mereka bekerja cepat tanpa ada hambatan di dalam pengetahuan apa pun. Seperti halnya sebatang anak panah tajam yang dibidikkan dari busur yang kuat akan dengan mudah menembus kain yang tipis, demikian pula pengetahuan mereka tidak ada batasnya dan jauh melebihi enam tingkat lainnya. Karena pikiran mereka sangat jernih dan cerdas, maka para Buddha itu dapat melakukan Mukjizat Kembar. Dari situ kita hanya dapat membayangkan betapa jernih dan aktifnya kekuatan mereka. Dan melihat semua keajaiban ini, tidak ada alasan lain yang dapat dikemukakan, kecuali karena perenungan.”

“Meskipun demikian, Nagasena, perenungan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu hal yang masih belum jelas sebelum perenungan dimulai.”

“Seorang yang kaya tidak akan disebut miskin hanya karena tidak ada makanan yang tersedia pada saat seorang kelana tanpa disangka-sangka datang ke rumahnya; tidak juga sebuah pohon yang penuh buah dikatakan mandul hanya karena tak ada buah yang jatuh di tanah. Demikian juga Sang Buddha benar-benar mahatahu meskipun pengetahuannya diperoleh dari perenungan.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com