Sariputta | Suttapitaka | RURU-JĀTAKA Sariputta

RURU-JĀTAKA

Ruru­mi­garāja­jātaka (Ja 482)

“Saya dapat membawakanmu berita, dan seterusnya.” Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di VeỊuvana, tentang Devadatta.

Seseorang berkata kepadanya, “Sang Buddha sangat berjasa kepadamu, teman Devadatta. Anda menerima perintah dari diri-Nya, juga Anda mempelajari Ti-piṭaka dari diri-Nya, Anda memperoleh hadiah dan kehormatan.” Ketika kata-kata seperti ini diucapkan kepadanya, diyakinkan bahwasannya ia akan menjawabnya dengan, “Tidak, teman. Sang Buddha tidak melakukan apa-apa yang baik kepadaku walaupun kecil seperti sehelai rumput. Saya menerima perintah dari diriku sendiri, saya sendiri mempelajari Tipiṭaka, karena diriku sendiri saya memperoleh hadiah dan kehormatan.”

Di dalam dhammasabhā, para bhikkhu membicarakan tentang ini: “Devadatta adalah orang yang tidak tahu berterima kasih, Āvuso, dan orang yang melupakan kebaikan yang dilakukan untuknya.”

Sang Guru berjalan masuk dan merasa ingin tahu tentang apa yang sedang mereka bicarakan sambil duduk di sana. Mereka memberitahu Beliau.

Kemudian Beliau berkata, “Ini bukan pertama kalinya, para bhikkhu, Devadatta tidak tahu berterima kasih, tetapi di masa lampau ia juga melakukan hal yang sama. Di masa lampau, saya menyelamatkan nyawanya tetapi ia tidak mengetahui tentang pencapaianku yang agung itu.”

Setelah berkata demikian, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi raja Benares, ada seorang saudagar yang memiliki harta kekayaan sebanyak delapan ratus juta rupee, mendapatkan kelahiran seorang putra yang kemudian diberi nama Mahā-dhanaka, atau Manusia uang.

Tetapi ia tidak mengajarkan anaknya tentang satu hal pun, karena ia berkata, “Anakku akan merasa belajar itu membosankan.” Selain bernyanyi dan menari, makan dan berpesta, anak laki-laki itu tidak tahu yang lainnya lagi.

Ketika dewasa, orang tuanya menikahkannya, dan setelah itu mereka meninggal dunia. Sepeninggal orang tuanya, Mahā-dhanaka yang dikelilingi oleh orang-orang cabul, pemabuk, dan penjudi, [256] menghabiskan semua hartanya dengan sia-sia dan tidak berguna.

Kemudian ia mulai meminjam uang, dan tidak bisa membayarnya kembali sewaktu ditagih. Akhirnya ia berpikir, “Apa artinya hidup ini bagi saya? Dalam kehidupan ini, diriku ini seolah-olah seperti berubah menjadi makhluk lain. Mati adalah jalan keluar yang baik.” Maka ia berkata kepada para penagih hutangnya, “Bawa tagihannya kemari. Saya memiliki harta karun yang banyak dan dikubur di tepi sungai Gangga. Kalian akan segera memilikinya.” Mereka semua pergi bersama dengannya.

Ia bertingkah seolah-olah ia mengetahui dan menunjuk ke sana kemari arah dari tempat penyimpanan hartanya itu (tetapi sebenarnya ia bermaksud untuk terjatuh ke dalam sungai dan mati tenggelam) yang akhirnya ia berlari dan masuk ke dalam sungai Gangga. Di saat arus sungai yang deras menghanyutkannya, ia berteriak dengan suara yang memilukan.

Waktu itu, Sang Mahasatwa terlahir sebagai seekor rusa. Setelah meninggalkan kelompoknya, ia tinggal sendirian di dekat sungai, di semak-semak pohon sal yang bercampur dengan pohon mangga. Kulit tubuhnya berwarna seperti piring emas yang digosok mengkilap, kaki depan dan belakangnya kelihatan seperti ditutupi dengan cairan kilat, ekornya seperti ekor banteng liar, tanduknya seperti lingkaran perak, matanya seperti permata yang bersinar terang, ketika ia menggerakkan mulutnya ke arah mana saja, terlihat seperti segumpal kain merah.

Sekitar tengah malam ia mendengar teriakan yang menyedihkan itu, dan berpikir, “Saya mendengar suara manusia. Di saat saya masih hidup, ia tidak boleh mati! Saya akan menyelamatkannya.” Bangkit dari tempatnya beristirahat di dalam semak-semak, ia menelusuri tepi sungai dan berseru dengan suara yang baik, “Hai, manusia! jangan takut, saya akan menyelamatkanmu.” Kemudian ia masuk ke dalam air sungai, berenang ke arahnya, meletakkannya di punggung, dan membawanya ke tepi sungai, ke tempat tinggalnya sendiri, dimana selama dua atau tiga hari ia memberinya makan buah-buahan.

Setelah itu, ia berkata kepada laki-laki tersebut: “O manusia, sekarang saya akan membawamu keluar dari hutan ini, mengantarmu ke jalan yang menuju ke Benares dan Anda akan pergi dengan damai. Tetapi saya mohon kepadamu, jangan tergoda oleh rasa serakah dan memberitahu raja atau orang lainnya bahwa ada seekor rusa emas yang tinggal di tempat anu.” Laki-laki tersebut berjanji untuk menaati perkataannya dan Sang Mahasatwa membawa laki-laki itu di atas punggungnya ke jalan yang menuju ke Benares, kemudian pergi.

Di hari ia tiba di Benares, permaisuri, yang bernama Khemā (Khema) melihat di dalam mimpinya bahwa seekor rusa yang berwarna keemasan memberikan wejangan kepada dirinya, [257] dan kemudian ia berpikir, “Jika tidak ada makhluk seperti itu, saya tidak akan melihatnya di dalam mimpi. Pasti ada makhluk yang demikian. Saya akan memberitahukan ini kepada raja.”

Kemudian ia pergi mencari raja dan berkata, “Raja yang agung! Saya ingin mendengar tentang adanya seekor rusa emas. Jika ada, saya dapat bertahan hidup. Jika tidak, saya mungkin akan mati.” Raja mencoba untuk menghibur dirinya dengan berkata, “Jika makhluk itu ada di alam Manusia, Anda pasti akan mendapatkannya.”

Kemudian raja memanggil para brahmana dan bertanya—“Apakah rusa emas itu benar-benar ada?” “Ya, Paduka.” Raja meletakkan di atas punggung gajah uang hadiah sejumlah seribu keping dan juga sekotak emas. Barang siapa yang dapat memberitahu tentang keberadaan seekor rusa emas, maka raja bersedia untuk memberikannya seribu keping uang, sekotak emas, dan gajah tersebut. Ia menyuruh orang mengukir satu bait kalimat di satu batangan emas yang kemudian diberikan kepada salah satu pengawal istananya untuk dibacakan dengan keras di tengah-tengah penduduk. Kemudian ia mengucapkan bait kalimat yang muncul pertama sekali dalam kisah jataka ini:

“Barang siapa yang dapat membawakanku
berita tentang rusa itu, yang memiliki warna emas.
Akan mendapatkan wanita-wanita cantik
dan pilihan tempat tinggal sebagai hadiahnya.”
Pejabat istana membawa batangan emas tersebut dan mengumumkannya di seluruh kota. Persis saat itu, putra dari saudagar kaya ini masuk ke Benares.

Setelah mendengar pengumuman itu, ia langsung mendekati pejabat istana tersebut dan berkata, “Saya dapat membawakan berita tentang rusa itu. Bawa saya ke hadapan raja.” Pejabat istana itu turun dari gajahnya dan membawa laki-laki tersebut ke hadapan raja, berkata, “Paduka, orang ini mengatakan bahwa ia dapat memberitahukan berita tentang rusa tersebut.” Raja berkata, “Apakah ini benar?” Laki-laki itu menjawab, “Benar, raja yang agung! Anda harus memberikanku kehormatan itu.” Dan ia mengucapkan bait kedua berikut ini:

“Saya dapat membawakanmu
berita tentang rusa itu, pilihan dari segala ras:
Berikan kepadaku wanita-wanita cantik
dan pilihan tempat tinggalku.”
Raja gembira mendengar kata-kata dari teman yang berkhianat ini. Ia berkata, “Sekarang katakan, dimana rusa itu dapat ditemukan?” Ia menjawab, “Di tempat anu, Paduka,” dan memberitahukan mereka jalan yang harus dilalui.

Dengan membuat pengkhianat itu menuntun jalan bagi raja beserta rombongan pengawalnya, raja berkata, [258] “Perintahkan pasukan pengawal itu berhenti.” Setelah pengawal berhenti, putra saudagar kaya tersebut tetap melanjutkan langkahnya sambil menunjuk dengan tangannya, “Rusa emas itu ada di sana, di tempat yang ada di sana.” Dan ia mengucapkan bait ketiga berikut ini:

“Di dalam semak-semak
antara pohon sal dan mangga di sana,
dimana tanahnya Semua berwarna merah,
dapat ditemukan rusa itu.”
Ketika mendengar perkataan ini, raja berkata kepada para pengawalnya, “Jangan sampai rusa itu lolos, buat lingkaran untuk mengepung semak-semak itu di sana dengan senjata masing-masing di tangan.” Mereka melakukan sesuai dengan perintah raja dan membuat suara ribut. Raja dengan pejabat istana lainnya berdiri di tempat yang terpisah dan laki-laki ini juga tidak jauh dari sana.

Sang Mahasatwa mendengar suara tersebut dan berpikir, “Itu adalah suara yang ditimbulkan oleh orang banyak. Oleh karena itu, saya harus berhati-hati dengan mereka157.” Ia bangkit dan melihat semua orang tersebut, juga tempat dimana raja berdiri. Ia berpikir, “Tempat dimana raja berdiri adalah tempat yang aman bagiku. Saya harus pergi ke sana,” dan ia berlari ke arah raja. Ketika melihatnya datang, raja berkata, “Seekor hewan yang sekuat gajah dapat merobohkan apapun yang ada di depan jalannya. Saya akan meletakkan anak panah di busur dan membuatnya takut. Jika ia lari, akan kupanah dan kubuat dirinya menjadi lemah sehingga dapat kubawa.” Kemudian setelah meletakkan anak panah di busurnya, raja berdiri menghadap Bodhisatta.

Untuk menjelaskan masalah ini, Sang Guru mengucapkan dua bait kalimat berikut:

“Ia berlari ke depan, busur dibengkokkan,
dengan anak panah di tali busur:
Ketika rusa berteriak dari kejauhan,
di saat ia melihat keberadaan raja.
“ ‘O pemimpin penunggang kereta,
raja agung, tenanglah! jangan melukai:
Siapa yang memberitahu Anda
bahwa rusa ini dapat ditemukan di tempat ini?”
[259] Raja menjadi terpikat dengan suara merdunya; ia menjatuhkan busurnya dan berdiri kaku dalam penghormatan. Dan Sang Mahasatwa mendekat kepada raja, berbicara dengannya sambil berdiri di satu sisi. Semua pengawal istana juga menjatuhkan senjata mereka, datang dan mengelilingi raja.
Pada saat itu, Sang Mahasatwa menanyakan pertanyaannya kepada raja dengan suara yang merdu (seperti seseorang yang membunyikan lonceng emas): “Siapa yang memberitahu Anda bahwa rusa jenis ini dapat ditemukan di tempat ini?” Saat itu, laki-laki jahat tersebut datang mendekat dan berdiri sambil mendengar. Raja menunjuk kepadanya dan berkata, “Itulah orang yang memberitahu saya,” dan mengucapkan bait keenam berikut ini:

“Orang berdosa itu, temanku yang berharga,
yang berdiri di sebelah sana,
Ia yang memberitahuku
bahwa rusa ini dapat ditemukan di tempat ini.”
Setelah mendengar ini, Sang Mahasatwa memarahi temannya yang berkhianat, dan berkata kepada raja dengan mengucapkan bait ketujuh berikut ini:

“Di dunia terdapat banyak manusia,
yang dari mereka terbukti bahwa pepatah itu benar:
‘Lebih baik menyelamatkan sebatang balok kayu yang tenggelam
daripada manusia seperti Anda158.”
Ketika mendengar ini, raja mengucapkan satu bait kalimat berikut:

“Siapa gerangan yang sedang Anda bicarakan ini, O rusa?
Apakah itu orang, hewan buas, atau burung?
[260] Saya dipenuhi dengan rasa takut yang tidak terbendung
Sewaktu mendengar ucapanmu yang terakhir tadi.”
Sang Mahasatwa menjawabnya, “O raja yang agung, saya tidak sedang membicarakan seekor hewan atau burung, tetapi seorang manusia,” yang dijelaskannya dalam bait kesembilan berikut ini:

“Saya menyelamatkannya sekali, ketika tenggelam
Oleh arus kuat yang menghanyutkannya:
Dan sekarang saya berada dalam bahaya karenanya.
Mengikuti yang jahat, dan pasti Anda akan menyesalinya.”
Raja menjadi murka dengan laki-laki tersebut ketika mendengar ini. “Apa! tidak menyadari kebaikannya setelah diperlakukan dengan demikian baik! Saya akan memanah dan membunuhnya!” Kemudian ia mengucapkan bait kesepuluh berikut ini:

“Akan saya tembakan anak panah bersayap empat ini
Dan tusuk jantungnya! sampai ia mati,
Si jahat dengan perbuatannya yang berkhianat,
Yang tidak tahu berterima kasih atas kebaikan yang diberikan kepadanya!”
Kemudian Sang Mahasatwa berpikir, “Saya tidak akan membiarkan dirinya mati karena saya.” dan mengucapkan bait kesebelas berikut ini:

[261] “Benar-benar memalukan orang bodoh itu, O raja!
Tetapi orang baik tidak akan setuju dengan pembunuhan;
Lepaskanlah dirinya dan berikan hadiahnya,
Penuhi semua yang Anda janjikan kepadanya:
Dan saya akan menjadi peliharaanmu.”
Raja menjadi sangat gembira mendengar ini, kemudian mengucapkan bait kalimat berikutnya untuk memujinya:

“Rusa ini benar-benar baik hati,
Tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.
Lepaskan orang bodoh itu, dan berikan hadiahnya,
Penuhi semua yang kujanjikan kepadanya.
Dan Anda, pergilah kemana Anda suka—
dengan kecepatanmu yang tinggi!”
Mendengar ini, Sang Mahasatwa berkata, “O raja yang agung, manusia biasanya berkata lain di mulut lain di hati,” untuk menjelaskan masalah ini, ia mengucapkan dua bait berikut:

“Suara serigala dan burung dapat dimengerti dengan mudah;
Tetapi kata-kata manusia, O raja,
jauh lebih sulit dibandingkan suara mereka.
“Seorang manusia mungkin berpikir,
‘Ini adalah temanku, teman setiaku, keluargaku sendiri,’
Tetapi seringkali persahabatan berakhir
dan menimbulkan kebencian dan permusuhan.”
Ketika mendengar ini, raja menjawab, “O raja rusa! jangan mengira bahwa saya adalah orang yang seperti itu karena saya tidak akan menarik kembali hadiah yang telah saya janjikan kepadamu meskipun harus kehilangan kerajaanku. [262] Percayalah padaku.” Dan raja memberikannya pilihan hadiah.

Sang Mahasatwa memilih hadiah ini: Bahwasannya semua makhluk, dimulai dari dirinya, harus terbebas dari bahaya. Raja menyetujui permintaan hadiah ini dan kemudian membawanya kembali ke kota Benares. Raja memintanya untuk memberikan wejangan kepada ratu, istrinya. Setelah itu, Sang Mahasatwa memberikan wejangan kepada raja dan semua pejabat istana, dengan bahasa manusia dan suara yang merdu; ia menasehati raja untuk berpegang teguh pada sepuluh rajadhamma dan menentramkan kerumunan orang banyak tersebut. Kemudian ia kembali ke dalam hutan, dimana ia tinggal bersama kembali dengan kawanan rusa lainnya.

Raja membuat pengumuman di kerajaannya dengan membunyikan drum: “Saya memberi perlindungan terhadap semua makhluk!” Mulai dari saat itu, tidak ada seorang pun yang berani untuk melukai hewan.

Kawanan rusa memakan hasil panen penduduk dan tidak ada seorang pun yang dapat mengusir rusa-rusa tersebut. Kerumunan orang berkumpul di halaman istana dan menyampaikan keluhannya.

Untuk membuat ini jelas, Sang Guru mengucapkan bait berikut ini:

“Semua penduduk pergi menjumpai raja:
‘Kawanan rusa memakan habis hasil panen kami:
Coba raja atasi kejadian ini!’ ”
Mendengar keluhan ini, raja mengucapkan dua bait kalimat berikut ini:

“Apakah ini adalah keinginan penduduk atau bukan,
bahkan meskipun kerajaanku diambil alih,
Saya tetap tidak bisa menyalahkan rusa-rusa itu,
yang telah saya janjikan tentang kehidupan dan kedamaian.
“Para penduduk boleh meninggalkanku,
semua kekuasaan kerajaanku boleh padam,
Saya tetap tidak akan menarik kembali
hadiah yang telah kujanjikan pada rusa agung itu.”
Para penduduk mendengar perkataan raja dan pulang karena tidak dapat mengatakan apa-apa. Perkataan raja tersebut tersebar luas. Sang Mahasatwa mendengarnya kemudian mengumpulkan semua kawanan rusanya sambil meminta kepada mereka: “Mulai saat ini, kalian tidak boleh memakan hasil panen manusia.” [263] Kemudian ia mengirimkan pesan kepada orang-orang bahwa mereka masing-masing harus memberi papan tanda di ladang mereka. Mereka melakukan sesuai pesannya dan kawanan rusa tidak akan memakan hasil panen yang ada tanda papannya, bahkan sampai sekarang.
____________________

Setelah menyampaikan uraian ini, Sang Guru berkata, “Ini bukan pertama kalinya, para bhikkhu, Devadatta tidak tahu berterima kasih,” dan kemudian Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu, Devadatta adalah putra saudagar kaya, Ananda adalah raja, dan saya sendiri adalah rusa.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com