Sariputta | Suttapitaka | DŪTA-JĀTAKA Sariputta

DŪTA-JĀTAKA

Dūtajātaka (Ja 478)

“O yang bertapa,” dan seterusnya—
Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang pujian atas kebijaksanaan dirinya. Di dhammasabhā, mereka membicarakan ini: “Lihat, Āvuso, sumber keahlian dari Dasabala! Beliau menujukkan bahwa pemuda Nanda137 adalah tuan dari peri dan membuatnya mencapai tingkat kesucian; Beliau memberikan pakaian untuk tapak kakinya yang kecil138 dan melimpahkannya kesucian bersama dengan empat cabang dari ilmu pengetahuan 139 gaib; ia menunjukkan bunga teratai kepada tukang pandai besi tersebut dan membuatnya mencapai tingkat kesucian, dengan kebijaksanaan yang berbeda-beda Beliau menuntun makhluk hidup!” Sang Guru yang memasuki ruangan tersebut bertanya kepada mereka apa yang sedang dibahas. Mereka memberitahu Beliau. Beliau berkata, “Ini bukan pertama kalinya Sang Tathagata memiliki sumber keahlian, dan pintar untuk tahu apa yang akan menimbulkan hasil yang diinginkan, tetapi juga di masa lampau Beliau adalah orang yang pintar.” Setelah berkata demikian, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.

Dahulu kala ketika Brahmadatta berkuasa sebagai raja Benares, negeri itu tidak memiliki emas karena raja menjajah negeri dan mengambil harta kekayaannya. Waktu itu, Bodhisattta
terlahir di dalam keluarga brahmana di sebuah desa di Kasi. Ketika dewasa, ia pergi ke Takkasila dengan berkata, “Saya akan mencari uang untuk membayar guruku dengan cara meminta derma dengan tekun.” Ia menimba ilmu pengetahuan di sana dan ketika pendidikannya selesai, ia berkata, “Saya akan berusaha dengan sedaya upaya untuk memberikan uang kepadamu karena telah mengajarku, guru.” Kemudian setelah meminta izin dari gurunya, ia pergi berkelana sambil mengumpulkan sedekah. Di saat ia telah mengumpulkan emas beberapa ons dengan terhormat dan adil, ia berangkat untuk memberikan itu kepada gurunya dengan naik perahu untuk menyeberangi sungai Gangga. Karena perahunya berayun di atas air sungai, emas tersebut jatuh ke dalamnya. Kemudian ia berpikir, “Di negeri ini sangat sulit untuk mendapatkan emas; [225] Jika saya harus pergi mengumpulkan uang lagi untuk membayar guru dengan cara yang sama, itu akan memakan waktu yang lama. Bagaimana kalau saya duduk bertapa di tepi sungai Gangga ini saja? Nanti raja pasti mendengar tentang keberadaanku di sini dan akan mengirimkan beberapa pengawal istananya kemari, tetapi saya tidak akan berkata apapun kepada mereka. Kemudian raja sendiri yang akan datang, dan dengan cara itu saya akan mendapatkan uang dari raja untuk membayar guru.” Maka ia menutupi tubuhnya dengan jubah bagian atas, dan dengan meletakkan benang persembahan di luar, ia duduk di tepi sungai Gangga seperti sebuah patung emas yang diletakkan di atas pasir perak. Orang-orang yang melewati jalan tersebut melihatnya duduk di sana tanpa makan dan bertanya kepadanya mengapa ia duduk di sana. Tetapi ia tidak pernah berkata apapun. Hari berikutnya para penduduk desa pedalaman mendengar kabar tentang dirinya yang duduk di sana. Mereka juga datang dan bertanya kepadanya, tetapi ia tetap tidak berkata apapun; para penduduk yang melihat keadaan dirinya yang sangat lemah pulang dengan meratap sedih. Pada hari ketiga, penduduk kota yang datang; pada hari keempat para bangsawan yang datang; pada hari kelima orang-orang istana yang datang; pada hari keenam raja mengirim para menterinya untuk datang, tetapi ia tetap tidak berkata apapun kepada mereka semuanya; pada hari ketujuh raja yang merasa cemas datang menjumpainya dan meminta sebuah penjelasan dengan mengucapkan bait pertama berikut ini:

“O yang bertapa di tepi sungai Gangga, mengapa Anda
tidak memberikan
Jawaban terhadap semua pesan yang saya kirimkan?
Apakah Anda tetap ingin menutupi penderitaanmu?”

Ketika mendengar ini, Sang Mahasatwa menjawab, “O raja yang agung! penderitaan harus diberitahukan kepada orang yang dapat menghilangkannya, tidak boleh kepada yang lain,”
dan ia mengucapkan tujuh bait kalimat berikut ini:

“O pemimpin yang menguasai negeri Kasi! Jika Anda
memiliki penderitaan,
Jangan beritahu penderitaan tersebut kepada seseorang
jika ia tidak bisa membantunya.

“Tetapi siapa saja yang dapat menghilangkan satu
bagian dari penderitaan itu dengan tepat,
Nyatakanlah kepadanya untuk mengatasi semua
penderitaan tersebut.

“Suara lolongan serigala atau suara kicauan burung
dapat dipahami dengan mudah;
Tetapi, O raja, kata-kata dari manusia jauh lebih sulit
daripada suara-suara ini.

[226] “Seorang manusia mungkin berpikir, ‘Ini adalah temanku,
teman setiaku, keluargaku sendiri,’
Tetapi seringkali persahabatan berakhir dan
menimbulkan kebencian dan permusuhan.

“Ia yang tidak ditanya dan kemudian ditanya lagi
Di waktu yang tidak terduga akan memberitahu
penderitaannya,
Pastinya akan membuat teman-temannya menjadi
tidak senang,
Dan mereka yang berharap agar dirinya baik, malah
meratap dengan sangat menyedihkan.

“Dengan mengetahui bagaimana mencari waktu yang
tepat untuk berbicara,
Dengan mengetahui seorang bijak yang memiliki
pemikiran sanak saudara,
Ia akan memaparkan penderitaannya kepada
orang yang demikian,
Dalam kata-kata yang lembut dengan makna yang
tersirat di dalamnya.

“Akan tetapi jika ia melihat bahwa tidak ada
yang dapat membantu
Penderitaannya, hal itu cenderung menjadi
Masalah yang buruk, biarkan orang bijak itu sendiri
Yang menanggungnya, menyimpannya dan rendah hati
sampai ke akhir.”

[227] Demikianlah Sang Mahasatwa memaparkan penjelasannya untuk mengajar raja, dan kemudian mengucapkan empat bait kalimat berikut tentang dirinya yang mencari uang untuk membayar gurunya:

“O raja! saya telah mencari di semua tempat, masing masing
kota dengan pemimpinnya,
Semua kota dan desa, untuk mengumpulkan sedekah
agar dapat membayar uang sekolah kepada guruku.

“Perumah tangga, pejabat istana, orang kaya,
brahmana—di setiap pintu rumah
Saya mencari, dan mendapatkan sedikit emas, satu atau
dua ons, tidak lebih.
Sekarang emas itu hilang, O raja yang agung! Jadi saya
sangat bersedih karenanya.

“Para pejabat Paduka tidak ada yang memiliki kekuatan
untuk membebaskan diriku dari rasa sakit ini:—
Saya telah melihat mereka dengan matang, O raja
agung! maka saya tidak menjelaskannya.

“Tetapi Paduka mempunyai kekuatan, O raja yang
agung! untuk menghilangkan penderitaanku ini,
Karena saya telah melihat kebajikan Anda dengan baik,
sehingga saya memberi penjelasan kepada Anda.”

Ketika mendengar ucapannya ini, raja menjawab, “Jangan khawatir, brahmana, karena saya yang akan memberikanmu uang untuk membayar gurumu,” dan memberinya sebanyak dua kali lipat.

Untuk membuat ini menjadi lebih jelas, Sang Guru mengucapkan bait terakhir berikut ini:

“Pemimpin yang menguasai negeri Kasi
benar-benar mengembalikan
(Dalam keyakinan yang sungguh-sungguh) emas
sebanyak dua kali lipat dari yang dimilikinya dulu.”

Ketika Sang Mahasatwa telah mendapatkan apa yang diinginkannya, ia pergi untuk membayar uang sekolah kepada gurunya. Dan raja juga kembali ke istananya setelah mendengar
nasehatnya, memberikan derma, berbuat kebajikan, dan memerintah dengan benar. Demikianlah mereka berdua melakukan jalan perbuatan mereka masing-masing sampai
akhirnya meninggal dunia.

[228] Setelah selesai menyampaikan uraian ini, Sang Guru berkata, “Demikianlah, para bhikkhu, Sang Tathagata bukan hanya saat ini memiliki banyak sumber keahlian, tetapi di
masa lampau Beliau juga sama.” Kemudian Beliau mempertautkan kisah kelahiran ini: “Pada masa itu Ananda adalah raja, Sariputta adalah guru, dan saya sendiri adalah pemuda tersebut.”

137 Setengah saudara(half brother) dari Sang Buddha. Untuk kiasannya(allusion), lihat No. 182, Saṃgāvācara Jātaka dan Hardy, Manual, hal. 204; Warren, Buddhism in Translations, 269 ff.
138 Bacaan cullupaṭṭhākassa.
139 Para pembaca diarahkan untuk merujuk kepada Childers, hal.366; dan Warren, Buddhism in Translations.


Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com