Sariputta | Suttapitaka | SAMUGGA-JĀTAKA Sariputta

SAMUGGA-JĀTAKA

Samuggajātaka (Ja 436)

[527] “Datang dari mana kalian, Teman-teman?” dan seterusnya. Sang Guru menceritakan kisah ini ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu menyesal.
Sang Guru bertanya kepadanya apakah benar bahwasanya ia menyesal, dan ketika ia mengakuinya, Beliau berkata, “Mengapa, Bhikkhu, Anda (masih) memiliki nafsu terhadap seorang wanita? Sesungguhnya, wanita itu kejam dan tidak tahu berterima kasih. Di masa lampau, asura menelan wanita, dan meskipun menjaganya demikian di dalam perut, ia tetap tidak bisa membuat wanita itu menjadi setia kepada satu laki-laki saja. Kalau begitu, bagaimana Anda bisa melakukannya?”

Kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta meninggalkan kesenangan indriawi dengan menjalankan kehidupan suci di Himalaya. Ia tinggal di sana bertahan hidup dengan memakan buah yang tumbuh liar, dan ia memperoleh kesaktian dan pencapaian meditasi.

Tidak jauh dari gubuk tempat ia tinggal, hiduplah seorang asura. Ia sering mendatangi Sang Mahasatwa dan mendengarkan wejangan darinya. Meskipun demikian, ia hidup dengan menangkap dan memakan manusia, dengan cara berdiri di dalam hutan dekat jalan yang besar.

Kala itu, hiduplah seorang putri keluarga terpandang yang memiliki kecantikan luar biasa, di sebuah desa perbatasan di Kerajaan Kasi.

Suatu hari ia pulang untuk mengunjungi orang tuanya dan di saat ia kembali, asura ini melihat ke arah pengawalnya dan muncul di hadapan mereka dengan wajah yang mengerikan. Para pengawalnya menjatuhkan senjata mereka dan melarikan diri. Ketika melihat seorang wanita yang cantik sedang duduk di dalam kereta, asura itu jatuh cinta kepadanya dan membawanya ke gua tempat ia tinggal, kemudian menjadikannya sebagai istri.

Mulai saat itu, asura tersebut membawakan untuk istrinya mentega, minyak (wijen), nasi, ikan, daging dan lain sebagainya, juga buah-buahan, dan menghiasinya dengan pakaian dan perhiasan. Untuk menjaganya tetap aman, asura itu meletakkannya ke dalam sebuah kotak yang kemudian ditelannya, demikian ia menjaga wanita itu di dalam perutnya.

Suatu hari, asura itu hendak mandi dan, setelah sampai di kolam, ia mengeluarkan kotak itu. Ia mandi dan memandikan istrinya, setelah ia memakaikan pakaian kepada istrinya, ia berkata, “Nikmatilah waktumu sejenak di udara terbuka ini,” tanpa ada rasa curiga sedikitpun, asura itu mandi di tempat yang agak jauh dari wanita tersebut. [528] Pada waktu itu, putra dari Vāyu, yang merupakan seorang ahli mantra (tukang sihir), sedang berjalan di udara sambil membawa sebilah pedang. Ketika wanita itu melihatnya, ia melambaikan tangan kepadanya dan memintanya untuk datang kepadanya.

Tukang sihir itu dengan cepat turun ke bawah. Kemudian wanita itu membuatnya masuk ke dalam kotak tersebut dan ia sendiri duduk di atasnya, sambil menunggu asura itu kembali. Sewaktu melihatnya kembali, wanita itu membuka dan masuk ke dalam kotak tersebut sebelum ia berada dekat pada kotaknya. Setelah berada di dalam, wanita itu menutupi tukang sihir tersebut dengan pakaiannya. Asura itu datang dan, tanpa memeriksa isi kotaknya karena berpikir bahwa hanya ada wanita itu di dalamnya, menelan kotak tersebut kemudian kembali ke guanya.

Selagi di dalam perjalanan pulang, ia berpikir, “Sudah lama saya tidak mengunjungi petapa itu. Saya akan pergi ke sana hari ini dan memberi penghormatan kepadanya.” Maka ia pun pergi mengunjungi petapa tersebut.

Petapa itu melihatnya datang sewaktu ia masih berada di jarak yang jauh dan mengetahui bahwa ada dua orang di dalam perut sang asura, ia mengucapkan bait pertama berikut:

Datang dari mana kalian, Teman-teman?
Selamat datang bagi kalian bertiga!
Kuharap kalian bersedia untuk beristirahat di sini:
Kuyakin kalian hidup dalam
ketenangan dan kebahagiaan;
Sudah lama kalian tidak melewati jalan ini.
Setelah mendengarnya, asura berpikir, “Saya datang sendirian untuk menjumpai petapa ini dan ia mengatakan saya datang bertiga. Apa maksudnya? Apakah ia mengatakan itu karena mengetahui keadaan yang sebenarnya atau apakah ia menjadi gila dan berbicara dengan tidak benar?” Kemudian asura tersebut menghampirinya dan memberi penghormatan kepadanya.

Setelah duduk dengan hormat di satu sisi, asura tersebut berbicara kepadanya, dengan mengucapkan bait kedua berikut:

[529] Saya datang mengunjungimu sendirian hari ini,
tidak ada satu makhluk pun yang menemaniku.
Mengapa Anda, petapa suci, mengatakan,
‘Kalian datang dari mana, Teman-teman?
Selamat datang bagi kalian bertiga.’
Petapa itu berkata, “Apa Anda benar-benar ingin mengetahui alasannya?” “Ya, Bhante” “Kalau begitu, dengarlah,” katanya, dengan mengucapkan bait ketiga berikut:

Dirimu dan istrimu sudah dua orang, yang pastinya;
Terkurung di dalam kotak, ia berbaring dengan aman:
Terjaga aman demikian di dalam perutmu,
ia sekarang bersenang-senang dengan putra Vayu.
Ketika mendengar perkataannya, asura tersebut berpikir, “Tukang sihir pastinya ahli dengan sihir: jika ia memiliki pedang di tangannya, ia akan mengoyak perutku dan keluar menyelamatkan diri.” Karena merasa sangat cemas, ia mengeluarkan dan meletakkan kotak itu di hadapannya.

Dalam kebijaksanaan-Nya yang sempurna, Sang Guru mengucapkan bait keempat berikut untuk membuat masalahnya menjadi jelas:

Asura menjadi ketakutan dengan pedang,
dan dari dalam perutnya, dimuntahkan keluar,
kotak itu ke tanah;
[530] Istrinya, dihiasi dengan untaian bunga
yang indah bagaikan seorang pengantin,
sedang bersenang-senang dengan putra Vayu.
Tidak lama setelah kotak itu dibuka, kemudian tukang sihir itu merapalkan sebuah mantra dan terbang tinggi ke angkasa, sambil memegang pedangnya. Melihat kejadian ini, asura tersebut merasa begitu gembira dengan Sang Mahasatwa sehingga ia melantunkan pujiannya dalam sisa bait-bait kalimat berikut:

Wahai petapa suci, penglihatan yang jelas
dapat melihat seberapa rendahnya
seorang laki-laki yang malang
dapat terjatuh sebagai budak seorang wanita;
Seperti kehidupannya yang kujaga di dalam perutku,
makhluk jahat itu pun tetap dapat memainkan perannya.
Saya merawatnya dengan baik siang dan malam,
seperti petapa hutan yang menjaga nyala api,
walaupun demikian, ia tetap berzina,
di luar batas kebenaran:
—Memenuhi semua kebutuhan wanita
akan berakhir dengan memalukan.
Kupikir di dalam tubuhku,
tersembunyi dari penglihatan,
wanita itu pasti akan menjadi milikku—
tetapi “asusila” adalah namanya—
dan demikian ia berzina di luar batas kebenaran:
— Memenuhi semua kebutuhan wanita
akan berakhir dengan memalukan.
Laki-laki tidak berdaya
dengan ribuan tipu muslihatnya,
Sia-sia ia memercayai perlindungannya sudah aman;
Bagaikan jurang yang melandai turun ke alam neraka,
demikianlah wanita itu memikat jiwa malang
yang ceroboh ke dalamnya.
Orang yang menjauhkan diri dari para wanita
akan hidup bahagia dan bebas dari segala penderitaan;
Ia akan menemukan kebahagiaan sejati
dalam kesendiriannya,
jauh dari wanita dan tipu muslihat.
[531] Setelah mengucapkan kata-kata ini, asura tersebut bersujud di kaki Sang Mahasatwa dan memujinya sekali lagi, dengan mengatakan, “Bhante, Anda telah menyelamatkan nyawaku. Saya hampir terbunuh oleh tukang sihir itu dikarenakan wanita tersebut.”
Kemudian Bodhisatta memaparkan hukum kebenaran kepadanya, berkata, “Janganlah melakukan apa pun untuk mencelakai dirinya (wanita), ambillah sila,” dan membuatnya kukuh dalam menjalankan lima sila (latihan moralitas).

Kemudian asura itu berkata, “Walaupun saya menjaganya di dalam perutku, tetapi saya tidak bisa menjaganya dengan aman. Siapa yang akan menjaganya?” Maka ia membebaskannya, dan langsung kembali ke kediamannya di dalam hutan.
____________________

Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang tadinya menyesal mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—“Pada masa itu, petapa yang memiliki mata dewa adalah saya sendiri.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com