Sariputta | Suttapitaka | DHŪMAKĀRI-JĀTAKA Sariputta

DHŪMAKĀRI-JĀTAKA

Dhūma­kāri­jātaka (Ja 413)

“Raja Yudhiṭṭhila suatu ketika,” dan seterusnya. Sang Guru menceritakan kisah ini ketika berada di Jetavana, tentang keramahtamahan yang diberikan oleh Raja Kosala kepada orang asing.

Ceritanya dimulai pada suatu ketika, raja tidak menunjukkan keramahtamahan kepada para prajurit lamanya yang biasa melayaninya, tetapi memberikan kehormatan dan menunjukkan keramahtamahan kepada para prajurit baru yang datang melayaninya untuk pertama kali.

Ia bertempur di suatu daerah perbatasan yang bermasalah, tetapi para prajurit lamanya tidak mau bertarung karena berpikir bahwa para prajurit baru yang akan bertarung; dan para prajurit baru tersebut tidak mau bertarung juga karena berpikir bahwa para prajurit lama yang akan bertarung. Pemberontakan pun tidak dapat dipadamkan.

Raja yang mengetahui bahwa kekalahannya disebabkan oleh kesalahan yang dibuatnya dengan menunjukkan keramahtamahan kepada para pendatang baru tersebut, kemudian kembali ke Savatthi. Ia berniat untuk menanyakan kepada Dasabala212 apakah ia adalah satu-satunya raja yang pernah kalah dalam pertempuran dikarenakan alasan itu.

Maka sesudah menyantap sarapan pagi, ia pergi ke Jetavana dan menanyakan pertanyaan itu kepada Sang Guru. Sang Guru menjawab, “Paduka, kekalahanmu itu bukanlah yang satusatunya, raja di masa lampau juga kalah dalam pertempuran dikarenakan ia menunjukkan keramahtamahan kepada para prajurit pendatang barunya,” dan kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau atas permintaan raja.
____________________

Dahulu kala di Kota Indapattana, seorang raja yang bernama Dhanañjaya (Dhananjaya), keturunan Yudhiṭṭhila memerintah di Kerajaan Kuru.

Bodhisatta terlahir di dalam keluarga pendeta kerajaannya.

Ketika dewasa, ia mempelajari semua ilmu pengetahuan di Takkasila, kemudian kembali ke Indapattana dan menggantikan ayahnya sebagai pendeta kerajaan, sekaligus sebagai penasihat dalam urusan pemerintahan dan spiritual sepeninggal ayahnya. Namanya adalah Vidhūra (Vidhura).

Raja Dhananjaya tidak memedulikan para prajurit lamanya dan menunjukkan keramahtamahannya kepada para prajurit pendatang barunya. Ia bertempur di daerah perbatasan yang bermasalah, tetapi baik prajurit lama maupun prajurit barunya itu tidak mau bertarung karena mereka masing-masing berpikir bahwa salah satu dari mereka yang akan bertarung. Raja pun kalah dalam pertempuran itu.

Sewaktu kembali ke Indapattana, raja menyadari bahwa kekalahannya itu dikarenakan keramahtamahannya yang hanya ditunjukkan kepada prajurit barunya. [401] Suatu hari ia berpikir, “Apakah saya adalah satu-satunya raja yang pernah kalah bertempur dikarenakan keramahtamahan yang hanya ditunjukkan kepada para prajurit baru, atau apakah ada raja lain yang mempunyai nasib yang sama denganku sebelumnya? Saya akan menanyakan ini kepada Vidhura yang bijak.” Maka raja pun menanyakannya kepada Vidhura ketika ia datang menghadap.

Sang Guru, yang memaparkan alasan pertanyaannya, mengucapkan setengah bait kalimat berikut:

Raja Yudhiṭṭhila suatu ketika bertanya
kepada Vidhura yang bijak,
“Brahmana, apakah Anda tahu
siapa yang mengalami penderitaan
yang lebih pahit (dariku)?”
Setelah mendengarnya pertanyaannya, Bodhisatta berkata, “Paduka, penderitaanmu ini adalah penderitaan yang biasa.

Di masa lampau, seorang brahmana penggembala kambing yang bernama Dhūmakāri (Dhumakari) menggembalakan sekawanan kambing, dan setelah membuatkan sebuah kandang di dalam hutan, ia menjaga dan merawat mereka di sana: Ia membuat perapian dan bertahan hidup dengan susu dan sebagainya, merawat kambing-kambingnya. Ketika melihat rusa-rusa yang berwarna keemasan datang, ia jadi menyukai mereka dan tidak memedulikan kambing-kambingnya lagi. Di musim gugur, kawanan rusa itu pindah ke pegunungan Himalaya; kambing-kambingnya mati dan kawanan rusa itu menghilang dari pandangannya. Maka dikarenakan kesedihannya ia menjadi sakit dan akhirnya meninggal. Ia memberikan kehormatan kepada para pendatang baru dan kemudian meninggal, mengalami penderitaan dan kesedihan seratus, seribu kali lebih besar dibandingkan dirimu.”

Untuk mengilustrasikan kejadian ini, ia berkata,

Seorang brahmana, keturunan Vassiṭṭha,
dengan kawanan kambingnya,
tinggal di dalam hutan
melewati siang dan malam,
membuat perapian.
Mencium bau asap, sekelompok rusa,
yang terganggu oleh gigitan serangga kecil
yang menyakitkan, datang untuk mencari
sebuah tempat tinggal selama musim hujan
di dekat kediaman Dhumakari.
Kawanan rusa itu mendapatkan
semua perhatian darinya,
sedangkan kambing-kambingnya
tidak dipedulikannya,
mereka semuanya tidak terawat
dan mati di sana.
[102] Tetapi setelah serangga-serangga itu telah pergi,
musim gugur telah mengganti musim hujan:
Kawanan rusa itu harus mencari kembali
tempat yang tinggi di pegunungan
dan jernihnya air sungai.
Brahmana itu melihat kawanan rusa pergi
dan semua kambingnya mati:
Penyakit menyerang dirinya
dengan kesedihan dan menghilangkan kesadarannya.
Demikianlah orang yang tidak memedulikan
barang lama miliknya sendiri
dan memberikan perhatian kepada yang baru,
akan (berakhir) seperti Dhumakari,
menderita sendirian
dengan air mata yang terus bercucuran.
Demikianlah kisah yang diceritakan oleh Sang Mahasatwa untuk menghibur raja. Raja merasa terhibur dan menjadi bahagia, dan memberikannya banyak kekayaan.

Mulai saat itu, ia menunjukkan keramahtamahannya kepada para prajurit lamanya, dan dengan memberikan derma dan melakukan perbuatan bajik lainnya di sisa hidupnya, ia terlahir kembali di alam surga.
____________________

Setelah uraian-Nya selesai, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, Raja Kuru adalah Ānanda, Dhūmakāri (Dhumakari) adalah Pasenadi, Raja Kosala, dan Vidhūra (Vidhura) yang bijak adalah saya sendiri.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com