Sariputta | Suttapitaka | GUMBIYA-JĀTAKA Sariputta

GUMBIYA-JĀTAKA

Gumbiyajātaka (Ja 366)

[200] “Racun yang seperti madu,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang menyesal.
Sang Guru menanyakan kepadanya apakah benar bahwa ia menyesalinya. “Benar, Bhante,” katanya. “Apa yang telah menyebabkan munculnya perasaan ini?” tanya Sang Guru. Ketika bhikkhu itu menjawab, “Dikarenakan seorang wanita,” Sang Guru kemudian berkata, “Lima nafsu kesenangan indriawi ini sama seperti madu yang ditaburkan pada racun yang mematikan, dan ditinggalkan di jalan oleh Yaksa Gumbiya.”

Dan berikut ini atas permintaan bhikkhu tersebut, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala ketika Benares berada di bawah pemerintahan Brahmadatta, Bodhisatta terlahir di dalam kehidupan rumah tangga seorang saudagar. Dan ketika dewasa, ia berangkat dari Benares dengan membawa barang dagangannya yang diletakkan di dalam lima ratus kereta dengan tujuan berdagang.

Sesampainya di jalan besar, di depan pintu masuk ke dalam hutan, ia mengumpulkan semua pengawalnya dan berkata, “Sepanjang jalan ini terdapat daun, bunga, buah dan sebagainya yang beracun. Jika ingin makan, janganlah mengambil benda yang asing untuk dimakan tanpa menanyakannya kepadaku terlebih dahulu: karena para makhluk halus (yaksa) telah menyiapkan, di tengah jalan, keranjang-keranjang yang penuh dengan nasi hangat dan beragam jenis buah, dan menaburkan racun di atasnya. Pastikan kalian tidak memakannya tanpa izin dariku.” Setelah demikian memberikan peringatannya, ia melanjutkan perjalanan kembali.

Kemudian seorang yaksa, yang bernama Gumbiya, menaburkan dedaunan di sebuah tempat di tengah hutan, meneteskan madu di atasnya untuk menutupi racun yang mematikan, dan kemudian berkeliling di sekitar jalan tersebut berpura-pura untuk menyadap pohon, mencari madu.

Dalam kelalaiannya, orang-orang berpikir, “Madu ini pastinya ditinggalkan dengan niat baik,” dan setelah memakannya, mereka pun menemui ajal mereka. Para yaksa kemudian datang dan memakan daging mereka.

Orang-orang yang berada dalam rombongan Bodhisatta, beberapa di antaranya adalah orang yang serakah sehingga ketika melihat makanan enak tersebut, mereka tidak dapat menahan diri dan memakannya. Sedangkan beberapa lagi yang bijak berkata, “Kami akan bertanya kepada saudagar bijak itu terlebih dahulu sebelum memakannya,” dan berdiri sambil memegang makanannya di tangan mereka. Dan ketika melihat apa yang ada di tangan mereka, Bodhisatta langsung meminta mereka untuk membuangnya.

Orang-orang yang telah memakan habis semua makanan itu, menemui ajal mereka; sedangkan orang-orang yang memakan setengahnya diberikan obat penawar dan setelah mereka muntah, [201] ia memberikan kepada mereka empat benda yang manis, dan dengan kesaktiannya, mereka pun dapat kembali sehat seperti sediakala.

Bodhisatta tiba dengan selamat di tempat tujuan, dan setelah menjual habis barang dagangannya, ia pun pulang kembali ke rumahnya.

Racun yang seperti madu pada penampilan luar,
rasa dan baunya, ditaburkan
oleh Gumbiya dengan tujuan:
Semua yang memakan makanan beracun itu,
karena keserakahan, mereka akan meninggal di dalam hutan.
Sedangkan mereka yang dengan bijak menahan diri,
terbebas dari penderitaan dan mendapatkan kebahagiaan.
Demikianlah nafsu, seperti umpan beracun, diberikan kepada manusia;
Keinginan hatinya sering menyebabkan kematian.
Tetapi ia yang memusuhi nafsu, tidak akan melakukan perbuatan jahat,
terbebas dari belenggu penderitaan dan kesengsaraan.
____________________

Setelah menyampaikan bait-bait kalimat di atas, yang terinspirasi oleh Ia Yang Sempurna Kebijaksanaan-Nya, Sang Guru memaklumkan kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran ini:—[202] Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang tadinya menyesal mencapai tingkat kesucian Sotāpanna:—“Pada masa itu, saya adalah saudagar bijak itu.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com