Sariputta | Suttapitaka | VAṆṆĀROHA-JĀTAKA Sariputta

VAṆṆĀROHA-JĀTAKA

Vaṇṇā­roha­jātaka (Ja 361)

[191] “Apakah Sudāṭha berkata demikian,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang dua orang siswa utama.
Pada suatu kesempatan, kedua thera memutuskan untuk menyendiri selama masa vassa (musim hujan), maka mereka berpamitan dengan Sang Guru dan berangkat keluar dari Jetavana dengan membawa patta dan jubah di tangan mereka sendiri, mereka tinggal di dalam sebuah hutan, dekat desa perbatasan.

Kala itu, ada seorang laki-laki yang melayani kedua bhikkhu senior tersebut dan memakan sisa-sia makanan mereka, ia tinggal terpisah di tempat yang sama. Melihat betapa harmonisnya kedua bhikkhu senior tersebut tinggal bersama, ia berpikir, “Apakah mungkin mereka berdua dapat dipisahkan (olehku)?”

Maka ia menghampiri Thera Sāriputta (Sariputta) dan berkata, “Bhante, apakah mungkin Anda sedang bertengkar dengan Thera Mahāmoggallāna (Mahamoggallana)?” “Mengapa demikian, Āvuso116?” tanya beliau. “Bhante, Thera Moggallana pernah menjelekkan Anda dan berkata, ‘Bila tidak ada saya, apa yang bisa dibanggakan dari Sariputta dibandingkan denganku dari kasta, keturunan, keluarga dan negeri, atau dari kesaktian dan pemahaman Dhamma?’ ”Thera Sariputta tersenyum dan berkata, “Pergilah, Āvuso!”

Keesokan harinya, ia mendekati Thera Moggallana dan mengatakan hal yang sama. Beliau juga tersenyum dan berkata, “Pergilah, Āvuso!”

Thera Moggallana pergi menjumpai Thera Sariputta dan bertanya, “Āvuso, apakah orang ini, yang memakan sisa-sisa makanan kita, ada mengatakan sesuatu kepadamu (tentang saya)?” “Ya, Āvuso.” “Ia juga mengatakan hal yang sama kepadaku, kita harusnya menyuruhnya pergi.” “Ya, Āvuso, kita harus menyuruhnya pergi.”

Maka thera itu berkata, “Anda tidak boleh berada di sini lagi,” dan dengan memetikkan jari tangannya, beliau pun membuatnya pergi. Kedua bhikkhu senior itu kembali tinggal bersama dengan harmonis, dan akhirnya kembali kepada Sang Guru, memberikan penghormatan dan duduk. Setelah beruluk salam dengan mereka, Sang Guru menanyakan apakah mereka melewati masa vassa dengan sukacita. Mereka menjawab, “Seorang laki-laki yang memakan sisa-sisa makanan kami berpikir untuk dapat memisahkan kami berdua, dan ketika tidak berhasil dalam usahanya tersebut, ia pun pergi.” Sang Guru berkata, “Sariputta, bukan hanya kali ini, tetapi juga di masa lampau, ia berpikir untuk memisahkan kalian berdua, dan ketika tidak berhasil melakukannya, ia pun pergi.”

Dan berikut ini atas permintaannya, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seorang dewa pohon di dalam sebuah hutan. [192] Pada waktu itu, seekor singa dan seekor harimau tinggal bersama di sebuah gua gunung dalam hutan tersebut. Seekor serigala melayani mereka, dan dengan memakan daging sisa buruan mereka, badannya pun semakin bertambah besar.

Suatu hari serigala berpikir, “Saya belum pernah memakan daging singa ataupun daging harimau. Saya harus memisahkan kedua binatang ini dengan mengadu domba mereka, dan ketika mereka saling membunuh sebagai akibat dari pertengkaran itu, saya akan dapat memakan daging mereka.”

Maka ia menghampiri singa dan berkata, “Apakah mungkin Anda sedang bertengkar dengan harimau, Tuan?” “Mengapa demikian, Teman?” katanya. “Tuan, harimau pernah menjelekkan Anda dan berkata, ‘Bila tidak ada saya, singa tidak akan pernah mendapatkan keenam belas bagian dari keelokan diriku, perawakan tinggi dan badan besarku, ataupun kekuatan dan keahlianku.’ ” Kemudian singa berkata kepadanya, “Pergilah, Tuan. Ia tidak mungkin berbicara demikian tentang diriku.”

Kemudian serigala pergi menghampiri harimau dan mengatakan hal yang sama. Setelah mendengarnya berbicara, harimau bergegas menjumpai singa dan bertanya, “Teman, apakah benar bahwasanya Anda mengatakan anu tentang saya?”

Dan ia mengucapkan bait pertama berikut:—

Apakah Sudāṭha117 berkata demikian tentang diriku?
‘Dalam keelokan dan kualitas diri,
dalam kekuatan dan keahlian di lapangan,
Subāhu masih berada di bawahku.’
Ketika mendengar ini, Sudāṭha mengucapkan empat bait kalimat berikut ini:

Apakah Subāhu berbicara demikian tentang diriku?
“Dalam keelokan dan kualitas diri,
dalam kekuatan dan keahlian di lapangan,
Sudāṭha masih berada di bawahku.’
Jika benar kata-kata yang buruk itu Anda ucapkan
maka Anda bukanlah temanku lagi.
Seseorang yang selalu memercayai kabar angin yang didengarnya,
akan langsung bertengkar dengan temannya,
dan cinta kasih akan berubah menjadi kebencian pada akhirnya.
Tidak seharusnya seseorang curiga tanpa alasan,
atau tidak mencari penjelasan dengan teliti;
[193] Seorang teman seharusnya menaruh kepercayaan kepada temannya,
seperti seorang anak kepada air susu ibunya,
dan tidak pernah, disebabkan oleh perkataan dari orang asing,
menjadi terpisah dari temannya.
Ketika kualitas seorang sahabat telah demikian dipaparkan dalam empat bait kalimat oleh singa, harimau berkata, “Saya yang salah,” dan meminta maaf kepada singa.



Mereka pun tetap hidup bersama dengan harmonis di tempat yang sama, sedangkan serigala pergi dari tempat itu dan melarikan diri ke tempat lain.
____________________

Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka setelah menyampaikan uraian-Nya: “Pada masa itu, serigala adalah laki-laki yang memakan sisa-sisa makanan (kedua thera), singa adalah Sāriputta (Sariputta), harimau adalah Mogallāna (Moggallana), dan makhluk dewata yang berdiam di pohon dalam hutan (dewa pohon) yang melihat semuanya dengan matanya sendiri adalah saya sendiri.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com