Sariputta | Suttapitaka | JAVASAKUṆA-JĀTAKA Sariputta

JAVASAKUṆA-JĀTAKA

Sakuṇajātaka (Ja 308)

“Kebajikan yang terdapat,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang Devadatta yang tidak tahu berterima kasih.

Beliau mengakhirinya dengan berkata, “Bukan hanya kali ini, tetapi juga di masa lampau Devadatta menunjukkan rasa tidak berterima kasihnya,”

Setelah mengucapkan ini, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir menjadi seekor burung pelatuk di daerah pegunungan Himalaya.

[26] Kala itu, sewaktu melahap mangsanya, tenggorokan seekor singa tertusuk oleh satu duri tulang. Tenggorokannya menjadi bengkak sehingga ia tidak bisa makan dan menderita sakit yang amat berat. Kemudian burung pelatuk ini, sewaktu mencari makanannya, bertengger di satu dahan dan melihat singa itu, kemudian bertanya, “Teman, apa yang membuatmu menderita?” Singa memberitahukan dirinya apa yang terjadi, dan burung berkata, “Saya dapat mengeluarkan duri tulang itu dari dalam tenggorokanmu, Teman, tapi saya tidak berani memasukkan kepalaku ke dalam mulutmu karena takut kalau-kalau kamu akan memakanku.”
“Jangan takut, Teman, Saya tidak akan memakanmu. Selamatkanlah hidupku.”

“Baiklah,” kata burung dan meminta singa untuk berbaring. Kemudian ia berpikir: “Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan singa ini?” Untuk mencegah mulutnya menutup, ia meletakkan sebatang kayu diantara rahang atas dan bawahnya. Kemudian ia masuk ke dalam mulutnya dan dengan paruhnya ia mematuk keluar duri tulang itu.

Duri tulang tersebut keluar dan hilang. Kemudian ia mengeluarkan kepalanya dari dalam mulut singa itu, dengan satu patukan dengan paruhnya ia mengeluarkan kayu penyangga tersebut, dan terbang hinggap di atas dahan.

Singa sembuh dari penderitaannya. Pada suatu hari, ia memangsa seekor kerbau liar yang telah dibunuhnya. Burung pelatuk berpikir: “Saya akan mengujinya sekarang,” dan hinggaplah ia di dahan yang berada di atas kepala singa dan mengucapkan bait pertama berikut:

Kebajikan yang terdapat dalam diriku,
kepadamu, Tuanku, telah kutunjukkan:
Sebagai balasannya, dengan rendah hati saya meminta,
berikanlah sedikit makanan kepadaku.
Mendengar perkataannya ini, singa mengucapkan bait kedua berikut:

Untuk memercayakan kepalamu
ke dalam rahang seekor singa,
mahkluk yang bergigi dan bercakar merah,
untuk berani melakukan perbuatan ini dan masih tetap hidup,
telah cukup membuktikan balasan niat baikku.
Burung pelatuk mengucapkan dua bait berikut setelah mendengar perkataan singa:

Dari makhluk hina tak tahu berterima kasih,
jangan berharap untuk mendapatkan balasan setimpal
atas jasa kebajikan yang telah diberikan;
[27] Janganlah memiliki pikiran jahat dan ucapan buruk,
tetapi segeralah pergi dari hadapan makhluk itu.
Setelah mengucapkan kata-kata ini, sang burung pelatuk terbang pergi.
____________________

Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka setelah menyelesaikan uraian-Nya: “Pada masa itu, Devadatta adalah singa dan saya sendiri adalah burung pelatuk.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com