Sariputta | Suttapitaka | PUṬA-DŪSAKA-JĀTAKA Sariputta

PUṬA-DŪSAKA-JĀTAKA

Puṭa­dūsaka­jātaka (Ja 280)

“Tidak diragukan raja,” dan seterusnya.—Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang seseorang yang menghancurkan keranjang.

Dikatakan bahwasanya di Sāvatthi seorang menteri kerajaan mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu Saṅgha, mempersilakan mereka duduk di dalam tamannya. [391] Ketika sedang menyajikan makanan kepada mereka, sewaktu makan, dia berkata, “Kalau ada yang ingin jalan-jalan keliling taman, silakan saja.”

Para bhikkhu kemudian berjalan mengelilingi taman. Kala itu, tukang taman memanjat sebuah pohon yang berdaun, dan berkata, sambil memegang daun-daun yang besar, “Daun yang ini bisa digunakan untuk bunganya, daun yang ini bisa digunakan untuk buahnya,” dan setelah membuatnya menjadi keranjang, dia menjatuhkannya ke bawah pohon itu.

Putra kecilnya menghancurkan setiap keranjang daun yang dijatuhkannya itu. Para bhikkhu memberitahukan kejadian ini kepada Sang Guru. “Para Bhikkhu,” kata Sang Guru, “ini bukanlah pertama kalinya anak laki-laki ini menghancurkan keranjang, tetapi sebelumnya juga dia melakukannya.”

Dan Beliau menceritakan kepada mereka sebuah kisah masa lampau.
____________________

Dahulu kala ketika Brahmadatta menjadi Raja Benares, Bodhisatta terlahir di dalam sebuah keluarga di Benares. Ketika dewasa dan hidup berumah tangga, suatu ketika dia pergi ke dalam sebuah taman, tempat sejumlah kera tinggal.

Tukang taman menjatuhkan keranjang daun seperti yang telah diceritakan di atas, dan pemimpin dari kelompok kera itu menghancurkan setiap keranjang yang dijatuhkan olehnya. Bodhisatta, untuk menyapanya, berkata, “Tukang taman menjatuhkan keranjang-keranjangnya, dan si kera berpikir dia berusaha menghiburnya dengan menghancurkan keranjang-keranjang itu,” dan mengulangi bait pertama berikut:

Tidak diragukan raja kera ini pandai membuat keranjang;
dia tidak akan menghancurkan apa yang dibuat
dengan keahlian sedemikian rupa,
kalau dia tidak bermaksud untuk membuat yang lainnya.
Mendengar ini, kera itu mengulangi bait kedua:

Baik ayah, ibu maupun diriku tidaklah mampu
membuat yang lainnya.
Apa yang dibuat oleh orang lain,
kami hancurkan berkeping-keping:
Demikianlah cara hidup kera yang benar!
[392] Dan Bodhisatta membalasnya dalam bait ketiga berikut:
Jika ini adalah cara hidup alamiah kera,
bagaimana lagi yang merupakan cara hidup
yang tidak benar dari makhluk demikian!
Pergilah—tidak peduli apakah ini benar
atau tidak benar—apa pun itu!
Dan setelah mengucapkan kata-kata kecaman ini, dia pun pergi.


Ketika uraian ini berakhir, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka: “Pada masa itu, kera tersebut adalah anak laki-laki yang menghancurkan keranjang daun, orang bijak itu adalah diri-Ku sendiri.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com