Sariputta | Suttapitaka | KANDAGALAKA-JĀTAKA Sariputta

KANDAGALAKA-JĀTAKA

Kanda­gala­kajā­taka (Ja 210)

“Oh Teman,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan Sang Guru sewaktu berdiam di Veḷuvana (Veluvana) tentang usaha-usaha Devadatta untuk meniru-Nya120.
Ketika mendengar usaha-usaha untuk meniru-Nya tersebut, Sang Guru berkata, “Ini bukan pertama kalinya Devadatta menghancurkan dirinya sendiri dengan meniru diri-Ku, tetapi kejadian sama juga pernah terjadi sebelumnya.”
Kemudian Beliau menceritakan kisah masa lampau.


Dahulu kala, ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seekor burung pelatuk. Di dalam sebuah hutan pohon khadira121, dia tinggal dan namanya adalah Khadiravaniya. Dia memiliki sahabat yang bernama Kandagalaka, yang mencari makanannya di hutan yang penuh dengan buah-buah simbali122.
Suatu hari sang sahabat pergi mengunjungi Khadiravaniya. “Sahabatku datang!” pikir Khadiravaniya. Dia membawanya masuk ke dalam hutan khadira dan mematuk batang-batang pohon sampai keluar serangga, kemudian dia berikan kepada sahabatnya. Setiap kali diberikan kepadanya, sang sahabat itu pun mematuk dan memakannya, seperti itu adalah kue madu. Sewaktu dia makan demikian, kesombongan timbul di dalam dirinya. [163] “Burung ini adalah seekor burung pelatuk,” pikirnya, “dan begitu juga saya. Apa perlunya saya diberi makan oleh dirinya? Akan kudapatkan sendiri makananku di dalam hutan khadira ini!” Jadi dia berkata kepada Khadiravaniya, “Teman, janganlah merepotkan dirimu—saya akan mendapatkan makananku sendiri di dalam hutan khadira ini.”
Kemudian sahabatnya berkata, “Kamu tergolong jenis burung yang mencari makanan di dalam hutan dengan pohon simbali yang tidak berserat dan pohon yang berbuah berlimpah, sedangkan pohon khadira ini penuh dengan serat dan keras. Mohon janganlah lakukan itu!” “Apa!” kata Kandagalaka— “Apakah saya bukan seekor burung pelatuk?” Dan dia tidak mau mendengarkannya, dia malah mematuk sebatang pohon khadira. Dalam sekejap paruhnya patah, bola matanya seperti akan jatuh keluar dari kepalanya, dan kepalanya terbelah. Demikianlah karena tidak mampu berpegangan erat pada pohon, dia pun jatuh ke tanah, sambil mengulangi bait pertama:
Wahai Teman, pohon apa ini yang berduri
dan berdaun rimbun,
yang dengan seketika menghancurkan paruhku?
Mendengar ini, Khadiravaniya mengulangi bait kedua:
Burung ini cocok untuk kayu usang dan lunak;
Ketika sekali dia coba, dengan sembrono,
untuk mematuk pohon keras;
kepalanya pun pecah dan mati.
[164] Demikian Khadiravaniya berkata, dan dia menambahkan, “Wahai Kandagalaka, pohon yang menghancurkan paruhmu itu besar dan kuat!” Tetapi dia telah mati di sana.


Setelah mengakhiri uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka:—“Devadatta adalah Kandagalaka, sedangkan Khadiravaniya adalah diri-Ku sendiri.”

Catatan kaki :
120 Lihat di atas, catatan No. 208.
121 Acacia catechu.
122 Bombax heptaphyllum.
Diposting oleh Thiyan Ika di 09.15

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com