Sariputta | Suttapitaka | KAKKARA-JĀTAKA Sariputta

KAKKARA-JĀTAKA

Kukkuṭajātaka (Ja 209)

“Banyak pohon yang telah kulihat,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu muda yang merupakan siswa dari Thera Sāriputta, sang Panglima Dhamma.
Bhikkhu ini, diceritakan, [161] sangatlah pintar menjaga dirinya. Makanan yang terlalu panas atau yang terlalu dingin tidak dimakannya karena takut akan membuatnya sakit. Dia tidak pernah keluar karena takut dilukai oleh cuaca dingin atau panas; dan dia tidak akan makan nasi yang terlalu masak atau terlalu keras.
Para bhikkhu melihat betapa penuh perhatian dia menjaga dirinya. Di dalam balai kebenaran, mereka semua membahas tentangnya, “Āvuso, betapa pintarnya bhikkhu anu, untuk mengetahui apa yang baik bagi dirinya!” Sang Guru masuk dan menanyakan apa yang sedang mereka bicarakan selama mereka duduk bersama. Mereka menceritakan kepada Beliau. Kemudian Beliau berkata, “Bukan hanya kali ini bhikkhu itu berhati-hati untuk kenyamanan dirinya, tetapi dia juga sama di dalam kehidupan lampaunya.”
Dan Beliau menceritakan kepada mereka sebuah kisah masa lampau.

Dahulu kala, di masa pemerintahan Brahmadatta, Raja Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seorang dewa pohon di suatu tempat di dalam hutan. Seorang penangkap burung, dengan membawa burung pengumpan, perangkap bulu dan tongkat, masuk ke dalam hutan untuk menangkap burung.
Dia mulai mengikuti seekor burung tua yang terbang ke dalam hutan, yang mencoba untuk meloloskan diri. Burung itu tidak membiarkannya mendapat kesempatan untuk menangkapnya ke dalam perangkapnya, dia terus terbang dan hinggap, terbang dan hinggap. Jadi penangkap burung itu menutupi dirinya dengan ranting-ranting dan dahan-dahan, kemudian memasang perangkap dan tongkatnya lagi dan lagi. Tetapi burung itu, yang berkeinginan untuk membuatnya malu akan dirinya sendiri, mengucapkan bahasa manusia dan mengulangi bait pertama:—
Banyak pohon yang telah kulihat
tumbuh di dalam hutan yang hijau.
Tetapi, wahai Pohon, mereka tidak dapat
melakukan sesuatu yang aneh seperti dirimu!
Setelah berkata demikian, burung itu terbang dan pergi ke tempat lain. Setelah dia pergi, penangkap burung itu mengulangi bait kedua:—[162]
Burung ini, yang mengetahui perangkap itu,
telah terbang ke angkasa;
Keluar dari sangkarnya yang rusak,
dan dengan bahasa manusia, dia berbicara!
Demikian penangkap burung itu berkata; dan setelah memburu di sekitar hutan, mengambil apa yang dapat ditangkapnya, dia pun pulang ke rumahnya kembali.


Setelah mengakhiri uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran mereka:—“Pada masa itu, Devadatta adalah penangkap burung, bhikkhu muda adalah burung tersebut, dan dewa pohon yang melihat semuanya adalah diri-Ku sendiri.”

Catatan kaki :
119 Bandingkan bagian akhir dari Çakuntaka Jātaka Kedua, Mahāvastu ii. 250; baris pertama di bait pertama dan seluruh bait kedua hampir sama.
Diposting oleh Thiyan Ika di 09.14

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com