Sariputta | Suttapitaka | MAHĀSUPINA-JĀTAKA Sariputta

MAHĀSUPINA-JĀTAKA

Mahā­supina­jātaka (Ja 77)

“Diawali sapi jantan, pepohonan,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetawana mengenai enam belas mimpi besar. Saat penggal akhir suatu malam, (menurut kisah yang disampaikan secara turun-temurun) Raja Kosala, yang terlelap sepanjang malam, memimpikan enam belas mimpi besar, [335] terbangun dengan ketakutan dan kegelisahan, seperti pertanda dari mimpi-mimpi tersebut kepadanya. Rasa takut pada kematian mencengkeramnya sehingga ia tidak mampu bergerak, ia membungkuk di tempat tidurnya. Saat malam berganti pagi, para brahmana menghadapnya dan dengan penuh hormat bertanya apakah raja dapat tidur dengan nyenyak.
“Bagaimana bisa saya tidur dengan nyenyak, para penasihatku?” jawab raja. “Saat menjelang fajar, saya memimpikan enam belas mimpi besar, dan saya merasa ketakutan sejak itu! Katakan kepadaku, para penasihatku, apa maksud semua itu.”
“Maharaja, kami akan bisa memberikan pendapat, setelah mendengar mimpi-mimpi tersebut.”
Lalu raja menceritakan mimpi-mimpinya kepada mereka, dan bertanya apa yang bisa diakibatkan mimpi itu kepadanya.
Para brahmana menampakkan kegelisahan mereka. “Mengapa kalian tampak gelisah, para Brahmana?” tanya raja. “Karena, Maharaja, ini adalah mimpi-mimpi buruk.” “Apa yang ditunjukkan mereka?” tanya raja. “Satu dari tiga bencana besar, — membahayakan kerajaan, nyawa, atau kekayaan Maharaja.” “Apakah ada penangkalnya atau tidak?” “Tidak diragukan lagi mimpi-mimpi itu sendiri begitu mengancam seakan tanpa penangkal; namun, kami akan menemukan penangkalnya. Kalau tidak, apa gunanya kami belajar begitu banyak?” “Lalu, apa saran kalian untuk mencegah hal buruk itu?” “Maharaja, kami akan mengadakan upacara kurban di setiap perempatan jalan.” “Para penasihatku,” seru raja dalam ketakutannya, “nyawaku berada di tangan kalian; lakukan segera dan kerjakan demi keselamatanku.” “Sejumlah besar uang dan sejumlah besar persediaan dari berbagai jenis makanan akan menjadi milik kami,” pikir para brahmana dengan gembira; dan meminta agar raja tidak perlu merasa takut. Mereka segera berangkat dari istana. Di luar kota, mereka menggali sebuah lubang untuk menempatkan kurban dan mengumpulkan sejumlah besar makhluk berkaki empat, yang sempurna tanpa cacat, dan burung-burung. Namun, mereka menemukan masih ada yang kurang, dan mereka terus-menerus menemui raja untuk meminta ini dan itu. Tindakan mereka dilihat oleh Ratu Mallika (Mallikā), yang menemui raja dan bertanya apa yang membuat para brahmana itu selalu datang menemuinya.
“Saya iri padamu,” kata raja, “ada seekor ular di telingamu, dan kamu tidak mengetahuinya.” “Apa maksud Maharaja?” “Saya telah bermimpi, oh, mimpi-mimpi yang tidak menguntungkan! Para brahmana memberitahukanku bahwa mimpi-mimpi itu menunjukkan satu dari tiga bencana besar; dan mereka ingin sekali mengadakan upacara kurban untuk mencegah hal-hal buruk. Itulah yang membuat mereka begitu sering kemari.” “Tetapi, sudahkah Maharaja bertanya kepada Brahmana Utama alam ini dan alam para Dewa?” “Siapakah dia, Ratuku yang baik?” tanya raja. “Tidakkah Maharaja tahu tokoh yang terkemuka di seluruh dunia, yang mahatahu dan mahasuci, guru para brahmana yang bersih tak ternoda? Beliau, Bhagawan, pasti akan mengerti mimpi-mimpi Maharaja. Pergilah untuk bertanya kepadanya.” “Kalau begitu, akan saya lakukan, Ratuku,” kata raja. Ia segera pergi ke wihara, memberi penghormatan kepada Sang Guru, dan mengambil tempat duduk. “Apa yang membuat Maharaja datang kemari sepagi ini?” tanya Sang Guru dengan suara yang sejuk. “Bhante,” kata raja, “sesaat sebelum fajar, [336] saya memimpikan enam belas mimpi besar, yang begitu menakutkan bagi saya, sehingga saya menceritakannya kepada para brahmana. Mereka mengatakan bahwa mimpi saya menandakan hal-hal buruk, dan untuk mencegah ancaman bencana besar, mereka harus mengadakan upacara kurban di setiap perempatan jalan. Sehingga mereka sibuk menyiapkan upacara tersebut, dan banyak makhluk hidup terlihat ketakutan akan kematian di mata mereka. Namun, saya mohon kepada Bhagawan, yang paling terkemuka di alam manusia dan para Dewa, pengetahu segala sesuatu yang berkaitan dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang,—Oh, Bhagawan, saya mohon beritahukanlah kepadaku apa yang akan terjadi dari mimpiku.”
“Memang benar, Maharaja, bahwa tidak ada yang lain selain saya yang bisa menceritakan arti mimpimu atau apa yang akan terjadi dari mimpi itu. Akan saya beritahukan. Hanya saja sebagai permulaannya, ceritakanlah kepadaku mengenai mimpi yang engkau alami.”
“Baiklah, Bhante,” kata raja, dan segera memulai daftar ini, urutan yang muncul dalam mimpinya : —
Diawali sapi jantan, pepohonan, sapi betina, anak sapi,
Kuda, mangkuk, rubah betina, kendi air,
Sebuah kolam, nasi mentah, kayu cendana,
Labu kuning yang tenggelam, batu yang terapung, 150
Dengan katak yang melahap ular hitam,
Seekor gagak dengan kumpulan burung berbulu
Cemerlang, dan serigala yang takut pada kambing.
“Bagaimana, Bhante, jika saya menguraikan mimpi pertama dari enam belas mimpi saya? Dalam mimpi saya, ada empat ekor sapi jantan hitam, berwarna seperti cat penghitam bulu mata, datang dari empat arah utama halaman istana dengan tujuan untuk berkelahi; dan orang-orang berkumpul untuk menyaksikan laga sapi jantan, sehingga keramaian besar terjadi. Namun, sapi-sapi jantan itu hanya menunjukkan akan berkelahi, menguak dan melenguh, kemudian berlalu tanpa berkelahi sama sekali. Ini adalah mimpi pertama saya. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Maharaja, mimpi tersebut tidak akan berakibat pada Anda maupun saya. Namun, pada masa yang akan datang, bila para raja kikir dan jahat, dan para penduduk juga melakukan kejahatan; pada masa dunia ini menjadi sesat, saat kebaikan memudar sedangkan kejahatan berkembang pesat,—pada masa dunia mengalami kemunduran, hujan tidak akan turun dari langit, hujan akan terhenti, tanaman akan mengering, dan dunia akan dilanda bencana kelaparan. Kemudian awan-awan akan berkumpul seolah-olah hujan akan turun dari empat penjuru langit. Padi dan tanaman yang telah dijemur oleh para wanita di bawah terik matahari agar kering akan dibawa ke dalam ruangan dengan tergesa-gesa, khawatir panenan akan menjadi basah.
Dengan membawa sekop dan keranjang di tangan, para lelaki akan pergi meninggikan tanggul. Seolah-olah pertanda hujan akan turun, suara petir akan terdengar, kilat akan menyambar di antara awan,—sama seperti sapi-sapi jantan dalam mimpi Anda, yang tidak jadi berlaga, awan-awan akan berhembus pergi tanpa hujan. Ini adalah makna dari mimpi tersebut. Tidak ada bahaya yang akan menimpa Anda; [337] mimpi ini berkenaan dengan masa yang akan datang. Apa yang dikatakan para brahmana itu, hanya untuk mendapatkan nafkah bagi diri mereka.” Setelah Sang Guru menceritakan penyelesaian mimpi tersebut, beliau berkata, “Ceritakanlah mimpimu yang kedua, Maharaja.”
“Bhante,” kata raja, “mimpi kedua saya adalah sebagai berikut: — Dalam mimpi saya, ada beberapa pohon yang sangat kecil dan semak belukar yang menutupi permukaan tanah, setelah tumbuh tidak lebih dari satu atau dua jengkal, pohonpohon itu berbunga dan menghasilkan buah. Ini adalah mimpi kedua saya; mimpi ini akan berakibat apa?”
“Maharaja,” kata Sang Guru, “mimpi ini akan terjadi saat dunia ini mengalami kemunduran dan umur manusia menjadi pendek. Pada masa mendatang, nafsu akan menguat; anak-anak gadis yang masih sangat muda akan hidup bersama para lelaki, akan mengalami datang bulan seperti wanita dewasa, mereka akan mengandung dan melahirkan anak-anak. Bunga-bunga (yang tumbuh dari pohon-pohon yang masih kecil) melambangkan anak-anak gadis yang masih sangat muda (yang mengalami datang bulan seperti wanita dewasa), dan buah (yang dihasilkan dari pohon-pohon yang masih kecil) melambangkan keturunan mereka. Namun Anda, Maharaja, tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang ketiga, wahai Maharaja.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat sapi-sapi betina yang menyusu pada anak-anak sapi yang telah mereka lahirkan pada hari itu juga. Inilah mimpi ketiga saya. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa mendatang, saat tidak ada lagi penghormatan yang diberikan kepada mereka yang lebih tua. Orang-orang pada masa yang akan datang, karena tidak menaruh rasa hormat kepada orang tua maupun mertua mereka, akan mengelola tanah milik keluarga untuk diri sendiri; dan, jika mereka senang, akan menghadiahkan makanan dan pakaian kepada orang-orang yang sudah tua, namun akan menahan pemberian mereka jika mereka merasa tidak senang untuk memberikannya. Maka orang-orang yang sudah tua itu, yang miskin dan tidak mandiri, bertahan hidup dari bantuan anak mereka sendiri, seperti sapi-sapi dewasa yang menyusu pada anak-anak sapi yang berusia satu hari. Namun, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang keempat.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat para lelaki melepaskan kuk dari sekumpulan sapi jantan penarik muatan, yang sehat dan kuat, dan memasang anak-anak sapi jantan untuk menarik muatan; dan anak-anak sapi jantan itu, terlihat tidak sebanding dengan beban yang diberikan kepada mereka, tidak menuruti dan berdiri tanpa bergerak, sehingga kereta itu tidak dapat digerakkan. Inilah mimpi keempat saya. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa mendatang, pada saat para raja bertindak jahat. Pada masa mendatang, para raja yang jahat dan kikir tidak akan menghormati orang-orang yang bijaksana, yang ahli dalam memberikan keputusan sesudah melihat contoh kejadian sebelumnya, yang kaya akan gagasan yang tepat, dan mampu menyelesaikan masalah; mereka juga tidak akan menempatkan anggota dewan yang tua, yang bijaksana dan ahli dalam hukum di pengadilan-pengadilan. Malahan mereka akan menghormati orang-orang yang sangat muda dan bodoh, dan menunjuk orangorang seperti itu untuk memimpin di pengadilan-pengadilan. Dan mereka ini, yang tidak memiliki pengetahuan tentang masalah negara maupun pengetahuan yang berguna, tidak akan mampu menanggung beban kehormatan mereka ataupun menjalankan pemerintahan, tetapi, karena ketidakmampuan mereka akan menghindari tanggung jawab. Sementara itu, mereka yang tua dan bijaksana, meskipun mampu mengatasi semua kesulitan itu, akan mengingat bagaimana mereka diabaikan sebelumnya, dan akan menolak untuk membantu, dengan mengatakan, ‘Itu bukan urusan kami; kami adalah orang luar; biarkan anak-anak muda yang di dalam kelompok itu yang mengatasinya.’ [338] Karena itu, mereka akan menjauhkan diri, dan kehancuran akan menyerang raja-raja itu dari berbagai sisi. Hal itu akan sama dengan kuk yang dipasangkan pada anak-anak sapi yang masih muda, yang tidak cukup kuat untuk menahan beban; dan bukan pada kumpulan sapi jantan penarik muatan, yang sehat dan kuat, yang bisa menjalankan tugas tersebut sendirian. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang kelima.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat seekor kuda dengan mulut di kedua sisi, sehingga makanan diberikan di kedua sisi, dan kuda itu makan dengan kedua mulutnya. Inilah mimpi kelima saya. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa mendatang, pada masa pemerintahan di bawah para raja yang jahat dan bodoh, yang akan menunjuk orang-orang yang jahat dan tamak menjadi hakim. Orang-orang yang hina ini, bodoh, memandang rendah pada kebaikan, akan menerima sogokan dari kedua belah pihak saat mereka duduk di kursi pengadilan, dan akan melayani korupsi ganda ini. Sama seperti kuda yang memakan makanannya dengan kedua mulutnya sekali makan. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang keenam.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat orang-orang menawarkan sebuah mangkuk emas yang tergosok sempurna hingga mengkilap, yang bernilai seratus ribu keping uang, dan memohon seekor rubah tua untuk membuang air seni ke dalamnya. Dan saya melihat hewan buas itu melakukannya. Inilah mimpi keenam saya. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang. Pada masa mendatang, para raja yang jahat, meskipun berasal dari keturunan raja-raja, tidak mempercayai keturunan bangsawan mereka, tidak akan menghargai mereka, namun mengagungkan orang-orang yang hina sebagai pengganti mereka. Karena itu, para bangsawan akan diturunkan, sedangkan orang-orang yang hina akan diangkat menjadi penguasa. Lalu kehidupan para keluarga yang mulia akan sangat bergantung kepada para penguasa baru itu, dan akan menawarkan kepada mereka untuk menikahi putri-putri mereka. Dan pernikahan para gadis bangsawan dengan orang-orang yang hina itu akan seperti pembuangan air seni rubah tua itu ke dalam mangkuk emas. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang ketujuh.”
“Seorang lelaki sedang menganyam tali, Bhante, dan sambil menganyam, ia meletakkan anyaman tali itu di bawah kakinya. Di bawah bangkunya terbaring seekor rubah betina yang kelaparan, yang terus menyantap tali-tali itu selama ia menganyam, namun tanpa sepengetahuan lelaki tersebut. Inilah yang terlihat oleh saya. Ini adalah mimpiku yang ketujuh. Mimpi ini akan berakibat apa?”151
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang. Pada masa mendatang, wanita akan menggoda lelaki, sangat suka minuman keras, perhiasan, keluyuran di luar, dan mengejar kesenangan duniawi. Dalam kejahatan dan pemborosan mereka, para wanita ini akan minum minuman keras dengan kekasih gelap mereka; mereka akan memamerkan rangkaian bunga, wewangian, dan param; 152 dan tidak mengindahkan kewajiban rumah tangga mereka yang paling mendasar. Mereka akan berusaha melihat kekasih gelap mereka, bahkan melalui celah-celah yang tinggi di dinding bagian luar; benar, mereka akan menumbuk jagung yang masih berupa bibit yang seharusnya ditaburkan keesokan harinya agar menghasilkan kegembiraan; dengan semua cara ini, mereka akan menjarah simpanan suami-suami mereka yang diperoleh dengan kerja keras, baik di ladang maupun di kandang sapi, melahap kekayaan para lelaki yang malang itu seperti rubah betina yang kelaparan di bawah bangku yang menyantap tali yang dibuat penganyam tali. [339] Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang kedelapan.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat di gerbang istana terdapat sebuah kendi besar yang terisi penuh hingga meluber dan berada di tengah sejumlah kendi yang kosong. Dari empat penjuru utama, 153 dan juga dari empat penjuru di tengah, 154 orang-orang dari keempat kasta yang ada berdatangan tanpa henti, membawa air dalam belanga dan menuangkannya ke dalam kendi yang telah penuh itu. Air meluber dan mengalir keluar dengan cepat. Namun, orang-orang terus-menerus menuangkan air ke dalam kendi yang airnya telah meluber itu, tanpa seorang pun yang melihat sekilas pada kendikendi yang kosong itu. Inilah mimpi saya yang kedelapan. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang. Pada masa mendatang, dunia ini akan mengalami kemunduran. Kerajaan akan menjadi lemah, para raja akan menjadi miskin dan kikir; kebanyakan di antara mereka tidak akan mempunyai lebih dari seratus ribu keping uang dalam perbendaharaan mereka. Lalu para raja ini demi kepentingan mereka akan mengatur agar seluruh rakyatnya bekerja untuk mereka; demi kepentingan para raja tersebut, penduduk yang merupakan pekerja keras, setelah meninggalkan pekerjaan mereka sendiri, akan menabur biji padi-padian dan kacangkacangan, terus menjaga, menuai, menebah, dan mengumpulkannya; demi kepentingan raja, mereka akan menanam tebu, mendirikan dan menjalankan penggilingan tebu, dan mengolahnya menjadi sari tebu (air gula); demi kepentingan raja, mereka akan mengelola kebun bunga dan buah, dan mengumpulkan hasil-hasilnya. Saat mereka mengumpulkan berbagai jenis hasil bumi, mereka akan membuat tempat penyimpanan istana penuh hingga melimpah, tanpa melihat sekilas pun pada lumbung mereka sendiri yang kosong. Hal itu seperti mengisi kendi yang telah penuh, tidak peduli pada kendikendi yang kosong. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang kesembilan.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat sebuah kolam yang dalam dengan tepian yang landai di sekelilingnya, dan penuh ditumbuhi dengan lima jenis teratai. Dari tiap sisi, hewanhewan berkaki dua dan berkaki empat berkumpul di sana untuk minum air. Bagian tengah kolam terlihat berlumpur, namun air sangat jernih dan berkilauan di bagian tepi kolam tempat berbagai jenis hewan berkumpul. Inilah mimpiku yang kesembilan. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang. Pada masa mendatang, para raja akan menjadi jahat. Mereka akan memerintah sesuai keinginan dan sesuka mereka, dan tidak akan membuat keputusan berdasarkan kebenaran. Para raja ini sangat haus akan kekayaan dan bertambah kaya dari sogokan; mereka tidak akan menunjukkan belas kasihan dan cinta kasih terhadap rakyat mereka, melainkan bersikap galak dan kejam, menumpuk kekayaan dengan menghancurkan sasaran mereka seperti tebu dalam penggilingan dan meminta pajak dari mereka hingga ke satuan sen. Tidak mampu membayar pajak yang mencekik leher itu, orang-orang akan pergi dari desa, kota, dan sejenisnya, dan berlindung di perbatasan; sehingga pusat kota akan menjadi hutan belantara, sementara perbatasan akan dipenuhi oleh orang-orang, sama seperti air yang berlumpur di tengah kolam dan jernih di bagian tepi. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. [340] Ceritakanlah mimpimu yang kesepuluh.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat nasi yang dimasak dalam sebuah belanga, tetapi tidak matang. Tidak matang, yang saya maksudkan adalah terlihat seolah-olah nasi itu terpisah dengan jelas, sehingga terbagi dalam tiga bagian yang berbeda. Ada satu bagian yang masih basah, satu bagian yang masih keras dan mentah, dan satu bagian lagi yang dimasak dengan pas. Inilah mimpiku yang kesepuluh. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang. Pada masa mendatang, para raja akan menjadi jahat; orang-orang di sekeliling raja juga akan menjadi jahat, demikian juga para brahmana dan perumah tangga, penduduk kota dan dusun; ya, semua orang akan menjadi jahat, tidak terkecuali para petapa dan brahmana. Selanjutnya, para dewa pelindung mereka—tempat mereka memberikan persembahan, para dewa pohon, dan para dewa langit—akan menjadi jahat juga. Angin yang berhembus di wilayah raja-raja yang yang jahat itu juga akan menjadi kejam dan tidak sesuai aturan; mereka akan mengguncang tempat tinggal para dewa langit sehingga membangkitkan kemarahan para dewa yang tinggal di sana, akibatnya mereka tidak akan menurunkan hujan—atau, jika hujan turun, tidak akan terjadi segera di seluruh wilayah kerajaan, tidak akan menyiram semua bagian tanah yang telah dikerjakan atau yang sudah ditaburi bibit, tidak akan membantu mereka sesuai dengan keperluannya. Di kerajaan yang luas itu, di setiap wilayah, dusun, dan kolam atau danau yang terpisah, hujan tidak akan turun pada waktu yang bersamaan dalam satu bidang yang luas; jika hujan turun di bagian atas, maka tidak akan turun di bagian bawah; di satu tempat, tanaman akan memperoleh hujan deras sehingga akan tumbuh dengan subur dan cepat, sedangkan di tempat lain, tanaman akan mengering. Jadi, bibit tanaman yang disebarkan dalam satu wilayah kerajaan—seperti nasi yang dimasak dalam satu belanga—tidak akan mempunyai hasil yang sama. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang kesebelas.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat kayu cendana berharga, yang bernilai 100.000 (seratus ribu) keping uang ditukarkan dengan susu mentega masam. Inilah mimpiku yang kesebelas. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang—pada waktu ajaranku hilang. Pada masa mendatang, akan muncul banyak bhikkhu yang serakah dan tidak tahu malu, yang demi (urusan) perut akan mewejang dengan kata-kata yang penuh keserakahan yang saya kecam. Karena mereka lalai demi (urusan) perut dan berpihak kepada orang-orang yang sepaham dengan mereka, maka mereka akan gagal memberikan wejangan yang menuntun ke Nibbana.155 Tidak hanya demikian, yang dipikirkan mereka ketika mewejang, akan berupa kata-kata yang manis dan menyenangkan untuk membujuk orang-orang untuk memberikan jubah mahal dan lain-lain kepada mereka, dan diingatkan untuk memberikan persembahan-persembahan seperti itu. Yang lain setelah duduk di jalan-jalan raya, di sudut-sudut jalan, di pintu-pintu istana para raja, dan sebagainya, akan merendahkan diri untuk mewejang demi uang, hanya untuk uang kahāpana, setengah kahāpana, pāda, atau māsaka.156 Karena mereka menukarkan ajaranku yang berharga, Nibbana dengan makanan, atau jubah, atau kahāpana, atau setengah kahāpana; maka akan sama seperti mereka yang menukarkan kayu cendana berharga, yang bernilai seratus ribu keping uang dengan susu mentega masam. [341] Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang kedua belas.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat labu-labu kuning yang kosong tenggelam dalam air. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang, pada masa para raja bertindak jahat, ketika dunia ini mengalami kemunduran. Pada masa itu, karena para raja tidak akan memberikan dukungan mereka kepada keturunan para bangsawan, namun hanya kepada mereka yang hina; sehingga yang terakhir ini akan menjadi penguasa besar, sementara kaum bangsawan tenggelam dalam kemiskinan. Hal yang sama terjadi di kerajaan, di gerbang istana, di gedung dewan, dan di gedung pengadilan, hanya kata-kata mereka yang hina (yang dilambangkan dengan labu kuning kosong) yang akan ditetapkan, seperti labu-labu kuning kosong itu yang tenggelam sampai berhenti di dasar. Demikian juga dalam perkumpulan para bhikkhu, dalam pertemuan besar maupun kecil, dalam meminta keterangan mengenai patta, jubah, tempat tinggal, dan lain-lain,—hanya pendapat mereka yang jahat dan hina yang akan dipertimbangkan untuk menghemat tenaga, bukan pendapat para bhikkhu yang sederhana. Demikianlah di manamana akan seperti keadaan labu-labu kuning kosong yang tenggelam. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang ketiga belas.”
Kemudian raja berkata, “Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat potongan-potongan batu padat yang sangat besar, sebesar rumah-rumah, terapung seperti perahu-perahu di atas air. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang. Pada masa itu, para raja yang jahat akan menghormati mereka yang hina, yang akan menjadi penguasa besar, sementara para bangsawan tenggelam dalam kemiskinan. Bukan kepada para bangsawan, tetapi hanya kepada para penguasa baru ini penghormatan diberikan. Di istana, di gedung dewan, atau di gedung pengadilan, kata-kata para bangsawan yang terpelajar di bidang hukum (yang dilambangkan dengan batu padat) akan terombang-ambing tidak berharga, dan tidak meresap ke dalam hati mereka; ketika mereka berbicara, para penguasa baru itu hanya akan tertawa dan menghina mereka, ‘Apa ini yang dikatakan oleh orang-orang ini?’ Demikian juga dalam perkumpulan para bhikkhu, seperti yang telah disebutkan di atas, orang-orang tidak akan menganggap pantas untuk menghormati para bhikkhu yang mulia; kata-kata para bhikkhu yang mulia tidak akan meresap, tetapi terombang-ambing tidak berharga,—sama seperti batu besar yang terapung di atas air. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang keempat belas.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat katak-katak kecil, tidak lebih besar dari bunga-bunga yang berukuran sangat kecil, dengan cepat mengejar ular-ular hitam yang sangat besar, mencincang mereka seperti tangkai bunga teratai yang banyak dan melahap mereka. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang, pada masa dunia ini mengalami kemunduran. Pada masa itu, nafsu manusia akan begitu kuat, dan nafsu mereka begitu membara, sehingga mereka akan menjadi budak-budak para istri termuda mereka pada waktu itu, yang kepada mereka diberikan kekuasaan tunggal untuk mengatur para budak dan pembantu bayaran, sapi-sapi jantan, banteng-banteng dan semua ternak, emas dan perak, dan segala sesuatu yang ada di dalam rumah. Apabila suami yang malang itu menanyakan di mana uang atau pakaiannya, ia akan segera diberi tahu bahwa semuanya ada pada tempatnya, dan bahwa ia seharusnya tidak mencampuri urusan orang lain, dan jangan terlalu ingin tahu apa yang ada atau tidak ada di dalam rumahnya. Bersamaan dengan itu, dengan berbagai cara para istri itu dengan makian dan hinaan yang menyakitkan akan menguatkan kekuasaan mereka atas suami-suami mereka, seperti juga halnya atas para budak dan pembantu bayaran. [342] Demikianlah hal itu akan sama seperti ketika katak-katak kecil, yang tidak lebih besar dari bunga-bunga yang sangat kecil, melahap ular-ular hitam yang besar. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang kelima belas.”
“Dalam mimpi saya, Bhante, saya melihat seekor gagak dusun, yang memiliki sepuluh sifat buruk, diiringi oleh kumpulan burung-burung, yang karena kilau keemasan mereka, sehingga disebut Angsa-angsa Emas Kerajaan. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang, pada masa pemerintahan para raja yang lemah. Pada masa mendatang, akan muncul para raja yang tidak mempunyai pengetahuan apa pun tentang gajah ataupun keahlian-keahlian lainnya, dan akan menjadi pengecut di medan pertempuran. Karena takut akan digulingkan dan disingkirkan dari takhta kerajaan, mereka meningkatkan kekuatan bukan pada para bangsawan mereka, melainkan pada para pelayan mereka, pelayan yang menyediakan air mandi, tukang cukur, dan sejenisnya. Demikianlah, karena tidak mendapatkan dukungan dari istana dan tidak mampu menyokong diri mereka sendiri, peran para bangsawan akan berkurang dan hanya menjadi pembantu para penguasa baru,—sama seperti gagak yang mempunyai Angsa-angsa Emas Kerajaan sebagai pengiringnya. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Ceritakanlah mimpimu yang keenam belas.”
“Sampai saat ini, Bhante, selalu macan kumbang yang memangsa kambing; tetapi, dalam mimpi saya, terlihat kambingkambing yang mengejar macan-macan kumbang dan memangsa mereka— nyam, nyam, nyam! Sementara itu, saat memandang kambing-kambing itu dari kejauhan, serigala-serigala yang diserang ketakutan melarikan diri dan bersembunyi di sarang mereka di dalam semak belukar. Seperti itulah mimpi saya. Mimpi ini akan berakibat apa?”
“Mimpi ini juga hanya akan terjadi pada masa yang akan datang, pada masa pemerintahan para raja yang jahat. Pada masa itu, mereka yang hina akan diangkat menjadi penguasa dan kesayangan raja, sedangkan para bangsawan akan diabaikan dan menderita. Dengan pengaruh yang diperoleh di pengadilan-pengadilan karena dukungan dari raja, para penguasa baru ini akan meminta dengan paksa tanah leluhur, pakaian, dan semua milik kaum bangsawan. Jika para bangsawan meminta hak-hak mereka di pengadilan, para wakil raja akan memerintahkan agar mereka dipentung, disiksa dengan cara memukul telapak kaki mereka dengan tongkat, diseret dan diusir, disertai makian seperti ini : — ‘Tahu diri, dasar Bodoh! Apa? Mau menentang kami? Raja harus tahu tentang kekurangajaran kalian, dan kami akan memerintahkan agar tangan dan kaki kalian dipotong, dan melaksanakan hukumanhukuman lainnya!” Para bangsawan yang ketakutan akan mengiakan bahwa harta milik mereka benar-benar merupakan milik para penguasa baru yang suka menindas itu, dan akan meminta mereka untuk menerimanya. Dan mereka akan pulang dengan terburu-buru ke rumah, dan membungkuk ketakutan. Sama halnya, para bhikkhu yang jahat akan suka mengganggu para bhikkhu yang baik dan mulia, hingga yang disebut belakangan, setelah melihat tidak ada seorang pun yang bisa menolong mereka, akan melarikan diri ke hutan belantara. Penindasan terhadap kaum bangsawan dan para bhikkhu yang baik oleh mereka yang hina dan para bhikkhu yang jahat, akan sama seperti serigala-serigala yang ketakutan terhadap kambing. Meskipun demikian, Anda tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut. Mimpi ini juga hanya merujuk pada masa yang akan datang. [343] Bukanlah kebenaran dan juga bukan tindakan yang berdasarkan cinta kasih kepada Anda, apa yang disarankan oleh para brahmana akan ramalan tersebut sebagaimana yang mereka ucapkan. Tidak, itu adalah keserakahan terhadap keuntungan, dan paham yang timbul dari keserakahan, yang membentuk semua ucapan yang mementingkan diri sendiri.”
Demikianlah Sang Guru menguraikan secara terperinci makna dari enam belas mimpi besar itu, dan menambahkan, “Maharaja, Anda bukanlah orang pertama yang mendapatkan mimpi-mimpi itu; mimpi-mimpi itu juga terjadi pada para raja pada masa yang lampau; dan sama seperti saat ini, para brahmana memberikan alasan yang dibuat-buat untuk melakukan upacaraupacara kurban. Kemudian, atas saran dari orang-orang yang bijaksana dan baik, menemui Bodhisatta untuk meminta nasihat, dan mimpi-mimpi itu dijelaskan secara terperinci pada masa lampau dengan cara yang sama sebagaimana mimpi-mimpi itu telah dijelaskan pada saat ini.” Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, atas permohonan raja, beliau menceritakan kisah kelahiran lampau ini.

Pada suatu ketika Brahmadatta memerintah di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai seorang brahmana di negeri bagian utara. Saat mencapai usia mampu bersikap bijaksana, ia meninggalkan keduniawian untuk menjalani kehidupan sebagai seorang petapa; ia menguasai pengetahuan istimewa dan pencapaian, dan menetap di negeri Himalaya dalam kebahagiaan yang diperoleh dari jhana.
Pada waktu itu, dengan cara yang sama, Brahmadatta memimpikan mimpi-mimpi itu di Benares, dan meminta penjelasan dari para brahmana mengenai mimpi-mimpi tersebut. Para brahmana, sama seperti saat ini, mulai mempersiapkan upacara kurban. Di antara mereka, terdapat seorang brahmana muda yang terpelajar dan bijaksana, murid dari brahmana penasihat raja, yang berkata demikian kepada gurunya, “Guru, Anda telah mengajarkanku tiga Kitab Weda (Veda). Bukankah di di dalamnya diajarkan bahwa pembunuhan terhadap satu makhluk hidup tidak akan memberikan kehidupan kepada yang lain?” “Anakku, ini berarti uang bagi kita, uang yang sangat banyak. Engkau hanya ingin menghemat kekayaan Raja!” “Lakukan saja semau Anda, Guru,” kata brahmana muda itu, “bagi saya, untuk apa tinggal lebih lama lagi di sini bersama Anda?” Setelah berkata demikian, ia meninggalkan gurunya dan pergi ke taman kerajaan.
Pada hari yang sama Bodhisatta, setelah mengetahui semua ini, berpikir, “Jika hari ini saya mengunjungi perkampungan penduduk, saya akan bisa membebaskan banyak makhluk hidup dari belenggu penderitaan.” Maka, setelah terbang di udara, ia mendarat di taman kerajaan dan mengambil tempat duduk, bersinar bagaikan sebuah patung emas di atas batu upacara. Brahmana muda itu mendekat dan dengan penuh penghormatan mengambil tempat duduk di samping Bodhisatta dengan penuh keramahan. Setelah keramahtamahan itu selesai, Bodhisatta bertanya kepada brahmana muda itu apakah raja memerintah dengan adil. “Bhante,” jawab anak muda itu, “Raja sendiri adil, namun para brahmana menyebabkannya berada di sisi kejahatan. Setelah diminta nasihat oleh raja mengenai enam belas mimpi yang dimimpikannya, para brahmana mengambil kesempatan itu untuk mengadakan upacara kurban [344] dan mulai mengerjakannya. Oh, Bhante, bukankah akan merupakan hal yang baik jika Yang Mulia menawarkan diri untuk memberi tahu Raja makna sebenarnya dari mimpi-mimpi itu sehingga membebaskan banyak makhluk hidup dari ketakutan mereka?” “Tetapi, Anakku, saya tidak mengenal Raja, sama halnya ia tidak mengenal saya. Namun, jika Raja bersedia datang dan bertanya kepada saya, akan saya beritahukan.” “Saya akan meyakinkan Raja untuk datang, Bhante,” kata brahmana muda itu, “jika Yang Mulia berbaik hati untuk menunggu di sini sebentar hingga saya kembali.” Setelah mendapatkan persetujuan Bodhisatta, ia pergi menghadap raja, dan menyampaikan bahwa telah mendarat di taman kerajaan seorang petapa yang bepergian melalui udara, yang mengatakan bahwa ia akan menjelaskan secara terperinci mimpi-mimpi raja; lalu bertanya kepada raja, “Tidak inginkah Maharaja menceritakan mimpi-mimpi tersebut kepada petapa ini?”
Mendengar hal ini, raja segera pergi ke taman kerajaan dalam sebuah rombongan besar. Setelah memberi penghormatan kepada petapa tersebut, raja duduk di satu sisi dan bertanya apakah benar ia mengetahui apa akibat dari mimpimimpinya. “Tentu, Maharaja,” kata Bodhisatta, “namun, pertamatama ceritakanlah mimpi-mimpi Anda.” “Baiklah, Bhante,” jawab raja, dan ia memulai sebagai berikut : —
Diawali sapi jantan, pepohonan, sapi betina, anak sapi,
Kuda, mangkuk, rubah betina, kendi air,
Sebuah kolam, nasi mentah, kayu cendana,
Labu kuning yang tenggelam, batu yang terapung,
Dengan katak yang melahap ular hitam,
Seekor gagak dengan kumpulan burung berbulu
Cemerlang, dan serigala yang takut pada kambing!
Lalu raja meneruskan menceritakan mimpi-mimpinya dengan cara yang sama seperti yang dijelaskan oleh Raja Pasenadi. [345]
“Tenanglah, Maharaja,” kata makhluk agung tersebut, “Anda tidak perlu merasa khawatir atau takut terhadap semua mimpi itu.” Setelah memulihkan keyakinan raja tersebut dan membebaskan sejumlah makhluk hidup dari belenggu penderitaan, sekali lagi Bodhisatta mengambil tempat di tengah udara, tempat beliau mewejang raja dan meneguhkan keyakinannya dalam lima sila Buddhis, yang diakhiri dengan kata-kata berikut ini, “Mulai sekarang, wahai Maharaja, janganlah mengikuti keinginan para brahmana membunuh hewan-hewan untuk upacara kurban.” Setelah selesai mewejang, Bodhisatta berlalu melalui udara menuju ke tempat tinggalnya sendiri. Dan raja tersebut, dengan memegang teguh ajaran kebenaran yang telah ia dengar, meninggal dunia setelah menghabiskan hidupnya dengan memberikan derma dan perbuatan-perbuatan baik lainnya, dan terlahir kembali di alam yang sesuai dengan perbuatannya.

Setelah uraiannya berakhir, Sang Guru berkata, “Anda tidak perlu mengkhawatirkan mimpi-mimpi tersebut, hindarilah upacara kurban.” Setelah menghentikan upacara kurban dan menyelamatkan nyawa sejumlah makhluk hidup, beliau mempertautkan dan menjelaskan kelahiran tersebut, “Ananda adalah raja pada waktu itu, Sariputta adalah brahmana muda itu, dan saya sendiri adalah petapa tersebut.”
Catatan kaki :
150 Lihat Mahā-Vira-Carita, hlm.13, Mahābhārata II. 2196.
151 Cf. kisah Ocnus di Pausanias x. 29.
152 Menurut penjelasan di KBBI, bahwa param adalah obat pelumur seperti bedak basah yang dilumurkan pada bagian tubuh untuk menghilangkan rasa pegal (ketegangan urat) atau terkilir.
153 Yaitu timur, barat, selatan, dan utara.
154 Yaitu tenggara, barat daya, barat laut, dan timur laut.
155 Nibbāna, yang merupakan tujuan tertinggi umat Buddha; keadaan terbebas dari lingkaran kelahiran dan kematian; terbebas dari penderitaan; terbebas dari usia tua, sakit, dan meninggal.
156 Kahāpana, pāda, dan māsaka adalah jenis-jenis satuan moneter dalam kesusastraan Pali di India pada waktu itu. VA. 689 menyebutkan bahwa kahāpana adalah suvaṇṇamayo vā rūpiyamayo vā pākatiko vā, terbuat dari emas atau terbuat dari perak (atau emas dan perak), atau logam biasa. Yang terakhir ini mungkin biasanya terbuat dari tembaga. VA. 297 menyebutkan bahwa di Rajagaha, satu kahapana bernilai dua puluh māsaka (kacang), karenanya satu pāda bernilai lima māsaka, dan di semua wilayah, satu pāda adalah seperempat kahapana. Dalam salah satu Comys. Bu. menyebutkan kahapana bersegi empat, karenanya tidak bulat. Lihat Vinaya II. 294 (versi bahasa Pali) untuk daftar yang sama; dan lihat hlm. 6 karya Rhys Davids yang berjudul “Ancient Coins and Measures of Ceylon” di Numismata Orientalia (Trübner).


Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com