Sariputta | Suttapitaka | Sunīta Sariputta

Sunīta

Sunītat­thera­gāthā (Thag 12.2)

Aku terlahir dalam keluarga rendah,
Miskin, dan sedikit makanan.
Pekerjaanku rendah—
Aku membuang bunga-bunga layu.

Dijauhi orang-orang,
Aku tidak dihiraukan dan diperlakukan dengan jijik.
Aku rendah hati,
Dan menghormat banyak orang.

Kemudian aku bertemu Sang Buddha,
Yang dihormati oleh Saṅgha para bhikkhu,
Pahlawan besar itu
Memasuki ibukota Magadhā.

Aku menurunkan galah pemikulku
Dan mendekat untuk memberi hormat.
Demi belas kasih padaku,
Manusia tertinggi itu berdiri diam.

Ketika aku telah bersujud di kaki Sang Guru,
Aku berdiri di satu sisi,
Dan memohon kepada Yang Termulia di antara semua makhluk
Untuk memperoleh pelepasan keduniawian.

Kemudian Sang Guru, karena bersimpati,
Dan memiliki belas kasihan terhadap seluruh dunia,
Berkata kepadaku, “Marilah, bhikkhu!”
Itu adalah penahbisan penuh bagiku.

Menetap sendirian di dalam hutan,
Tanpa malas,
Aku melakukan apa yang dikatakan oleh Sang Guru,
Ketika Sang Penakluk menasihatiku.

Pada jaga pertama malam itu,
Aku mengingat kehidupan-kehidupan lampauku.
Pada jaga pertengahan malam itu,
Aku memurnikan mata-batinku.
Pada jaga terakhir malam itu,
Aku mencabik-cabik kumpulan kegelapan.

Pada akhir malam itu,
Menjelang matahari terbit,
Indra dan Brahmā datang
Dan bersujud kepadaku dengan tangan dalam sikap añjalī.

“Hormat kepadamu, yang berdarah murni di antara manusia!
Hormat kepadamu, yang tertinggi di antara manusia!
Kekotoran-kekotoranmu telah berakhir—
Engkau, Tuan, layak menerima persembahan.”

Ketika Beliau melihatku dihormati
Oleh kumpulan para dewa,
Sang Guru tersenyum,
Dan berkata sebagai berikut:

“Melalui praktik keras dan melalui kehidupan suci,
Melalui pengekangan dan dengan menjinakkan:
Dengan ini seseorang menjadi suci,
Ini adalah kesucian tertinggi.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com