Sariputta | Suttapitaka | Perselisihan dan Pendirian Sariputta

Perselisihan dan Pendirian

Kalahavivāda (Snp 4.11)

(Penyebab-penyebab kemarahan dan kemelekatan)

Seseorang bertanya, ‘Bhante, kapan pun ada perselisihan dan pertengkaran, di situ ada air mata dan kesedihan mendalam, kecongkakan dan kesombongan, rasa dendam serta penghinaan yang muncul bersamanya. Mohon dijelaskan bagaimana terjadinya hal-hal ini. Dari manakah asal semua ini?’

‘Air mata dan kesedihan mendalam yang mengikuti perselisihan dan pertengkaran,’ kata Sang Buddha, ‘kecongkakan dan kesombongan, rasa dendam serta penghinaan yang muncul bersamanya, semuanya merupakan akibat dari satu hal. Semuanya muncul karena memiliki rasa lebih-suka, karena mengukuhi hal-hal yang berharga dan disayangi. Penghinaan terlahir dari perselisihan, sedangkan rasa dendam tidak bisa dipisahkan dari pertengkaran.’

‘Tetapi, Bhante, mengapa kami memiliki rasa lebih-suka, dan hal-hal khusus itu? Mengapa kami memiliki amat banyak keserakahan? Juga, semua cita-cita serta prestasi yang mendasari kehidupan kami, dari manakah kami mendapatkan itu semua?’

‘Rasa lebih-suka, dan benda-benda yang berharga ini,’ kata Sang Buddha, ‘datang dari dorongan nafsu. Begitu juga keserakahan, begitu pula cita-cita serta prestasi yang membentuk kehidupan manusia.’

‘Bhante, dari manakah datangnya dorongan nafsu ini? Dari manakah kami memperoleh segala teori dan pendapat kami? Dari mana pula semua hal yang tadi telah Engkau — Sang Kelana– sebutkan, seperti misalnya: kemarahan, ketidak-jujuran serta kebingungan?’

‘Dorongan nafsu muncul ketika orang menganggap satu hal sebagai menyenangkan dan yang lain sebagai tidak menyenangkan: Itulah sumber nafsu. Pada waktu orang melihat bahwa hal-hal yang bersifat materi itu menjelma dan hancur, pada saat itulah mereka membentuk teori tentang dunia.

Kemarahan, kebingungan serta ketidakjujuran muncul ketika hal-hal dipasang-pasangkan sebagai lawannya. Orang yang memiliki kebingungan harus melatih diri di dalam jalan pengetahuan. Sang Pertapa menyatakan Kebenaran setelah mewujudkannya.’

‘Namun, Bhante, mengapakah kami dapati bahwa beberapa hal menyenangkan dan yang lain tidak menyenangkan? Apakah yang dapat kami lakukan untuk menghentikannya? Juga mengenai ide menjelma dan hancur ini, mohon dijelaskan dari mana asalnya.’

‘Karena adanya kontak, adanya kesan mentallah maka muncul perasaan menyenangkan dan tidak-menyenangkan. Tanpa kontak, perasaan itu tidak akan ada. Dan — sebagaimana yang kulihat — ide mengenai menjelma dan hancur juga beras dari sumber ini, yaitu dari adanya kontak.’

‘Kalau begitu, dari manakah asalnya kontak ini? Dan kebiasaan melekati, mengapa demikian? Adakah sesuatu yang dapat dilakukan agar terbebas dari rasa-memiliki, dan adakah yang dapat dihilangkan agar kontak tidak ada lagi ?’

‘Kontak ada karena adanya paduan materi dan batin. Kebiasaan melekati didasarkan pada menginginkan benda-benda. Jika seandainya tidak ada keinginan, tidak akan ada kepemilikan. Begitu juga, tanpa elemen bentuk, tanpa elemen materi, kontak tidak akan ada.’

‘Apakah yang harus dicari agar orang terbebas dari bentuk? Bagimanakah penderitaan dan kesenangan dapat berhenti dan tak lagi ada? Inilah yang ingin kuketahui.’

‘Ada satu keadaan di mana bentuk tidak lagi muncul,’ kata Sang Buddha. ‘Di dalam keadaan itu, tidak ada persepsi biasa, tidak ada persepsi kacau, dan tidak ada tanpa-persepsi dan tidak ada penghapusan persepsi apa pun. Persepsi, kesadaran, merupakan sumber semua penghalang dasar.’

‘Bhante, telah Bhante jelaskan segala yang kami tanyakan. Namun ada satu pertanyaan lagi yang ingin kami ajukan: Apakah para cendekiawan terampil di dunia ini mengatakan bahwa inilah kemurnian tertinggi bagi makhluk individu, atau apakah mereka mengatakan bahwa ada tujuan lain?’

‘Ada cendekiawan dan para ahli,’ jawab Sang Buddha, ‘yang mengatakan bahwa inilah yang tertinggi, inilah kemurnian individu. Ada pula yang mempertahankan bahwa kemurnian tertinggi tercapai dengan hapusnya lima komponen manusia secara tuntas.

Dan juga ada sang bijaksana, muni. Dia telah menyadari hal-hal apa yang hanya merupakan bantuan, dan dia mengetahui bahwa itu hanyalah tongkat dan penopang belaka. Ketika telah menyadari hal ini, dia menjadi terbebas. Dia tidak masuk ke dalam perselisihan dan dengan demikian tidak masuk ke dalam lingkaran dumadi tanpa-akhir.’

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com