Sariputta | Suttapitaka | Dengan Ketidaktahuan sebagai Kondisi (1) Sariputta

Dengan Ketidaktahuan sebagai Kondisi (1)

Avijjādipaccaya 1 (SN 12.35)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, dengan ketidaktahuan sebagai kondisi, maka bentukan-bentukan kehendak [muncul]; dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, maka kesadaran … Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini.”

Ketika Beliau mengatakan hal ini, seorang bhikkhu berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, apakah penuaan-dan-kematian, dan siapakah yang mengalami penuaan-dan-kematian?”

“Bukan pertanyaan yang benar,” Sang Bhagavā menjawab. “Bhikkhu, apakah seseorang mengatakan, ‘Apakah penuaan-dan-kematian, dan siapakah yang mengalami penuaan-dan-kematian?’ atau apakah seseorang mengatakan, ‘Penuaan-dan-kematian adalah satu hal, yang mengalami penuaan-dan-kematian adalah hal lainnya’—kedua pernyataan ini adalah sama dalam maknanya; hanya berbeda dalam kalimat. Jika ada pandangan, ‘Jiwa dan badan adalah sama,’ maka tidak ada menjalani kehidupan suci; dan jika ada pandangan, ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya,’ maka tidak ada menjalani kehidupan suci. Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang Tathāgata mengajarkan Dhamma yang di tengah: ‘Dengan kelahiran sebagai kondisi, maka penuaan-dan-kematian.’”

“Yang Mulia, apakah kelahiran, dan siapakah yang mengalami kelahiran?”

“Bukan pertanyaan yang benar,” Sang Bhagavā menjawab. “Bhikkhu, apakah seseorang mengatakan, ‘Apakah kelahiran, dan siapakah yang mengalami kelahiran?’ atau apakah seseorang mengatakan, ‘Kelahiran adalah satu hal, yang mengalami kelahiran adalah hal lainnya’—kedua pernyataan ini adalah sama dalam maknanya; hanya berbeda dalam kalimat … Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang Tathāgata mengajarkan Dhamma yang di tengah: ‘Dengan penjelmaan sebagai kondisi, maka kelahiran.’”

“Yang Mulia, apakah penjelmaan, dan siapakah yang mengalami penjelmaan?”

“Bukan pertanyaan yang benar,” Sang Bhagavā menjawab. “Bhikkhu, apakah seseorang mengatakan, ‘Apakah penjelmaan, dan siapakah yang mengalami penjelmaan?’ atau apakah seseorang mengatakan, ‘Penjelmaan adalah satu hal, yang mengalami penjelmaan adalah hal lainnya’—kedua pernyataan ini adalah sama dalam maknanya; hanya berbeda dalam kalimat … Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang Tathāgata mengajarkan Dhamma yang di tengah: ‘Dengan kemelekatan sebagai kondisi, maka penjelmaan … Dengan ketagihan sebagai kondisi, maka kemelekatan … Dengan perasaan sebagai kondisi, maka ketagihan … Dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan … Dengan enam landasan indria sebagai kondisi, maka kontak … Dengan nama-dan-bentuk sebagai kondisi, maka enam landasan indria … Dengan kesadaran sebagai kondisi, maka nama-dan-bentuk … Dengan bentukan-bentukan kehendak sebagai kondisi, maka kesadaran.’”

“Yang Mulia, apakah bentukan-bentukan kehendak, dan siapakah yang mengalami bentukan-bentukan kehendak?”

“Bukan pertanyaan yang benar,” Sang Bhagavā menjawab. “Bhikkhu, apakah seseorang mengatakan, ‘Apakah bentukan-bentukan kehendak, dan siapakah yang mengalami bentukan-bentukan kehendak?’ atau apakah seseorang mengatakan, ‘Bentukan-bentukan kehendak adalah satu hal, yang mengalami bentukan-bentukan kehendak adalah hal lainnya’—kedua pernyataan ini adalah sama dalam maknanya; hanya berbeda dalam kalimat. Jika ada pandangan, ‘Jiwa dan badan adalah sama,’ maka tidak ada menjalani kehidupan suci; dan jika ada pandangan, ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya,’ maka tidak ada menjalani kehidupan suci. Tanpa berbelok ke arah salah satu dari ekstrim-ekstrim ini, Sang Tathāgata mengajarkan Dhamma yang di tengah: ‘Dengan ketidaktahuan sebagai kondisi, maka bentukan-bentukan kehendak.’

“Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya ketidaktahuan, segala jenis pemutar-balikan, manuver, dan kebimbangan yang mungkin ada—‘Apakah penuaan-dan-kematian, dan siapakah yang mengalami penuaan-dan-kematian?’ atau ‘Penuaan-dan-kematian adalah satu hal, dan yang mengalami penuaan-dan-kematian adalah hal lainnya,’ atau ‘Jiwa dan badan adalah sama,’ atau ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya’—semua ini ditinggalkan, dipotong pada akarnya, bagaikan tunggul pohon palem, dilenyapkan sehingga tidak dapat muncul kembali di masa depan.

“Dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya ketidaktahuan, segala jenis pemutar-balikan, manuver, dan kebimbangan yang mungkin ada—‘Apakah kelahiran, dan siapakah yang mengalami kelahiran?’ … … ‘Apakah bentukan-bentukan kehendak, dan siapakah yang mengalami bentukan-bentukan kehendak?’ atau ‘Bentukan-bentukan kehendak adalah satu hal, dan yang mengalami bentukan-bentukan kehendak adalah hal lainnya,’ atau ‘Jiwa dan badan adalah sama,’ atau ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya’—semua ini ditinggalkan, dipotong pada akarnya, bagaikan tunggul pohon palem, dilenyapkan sehingga tidak dapat muncul kembali di masa depan.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com