Sariputta | Suttapitaka | Mahānāma (1) Sariputta

Mahānāma (1)

Mahānāma 1 (AN 11.11)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara para penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan. Pada saat itu sejumlah bhikkhu sedang membuat jubah untuk Sang Bhagavā, dengan berpikir bahwa setelah jubah selesai, di akhir tiga bulan [masa keberdiaman musim hujan], Sang Bhagavā akan melakukan perjalanan. Mahānāma orang Sakya yang mendengar hal ini mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepadanya:

“Bhante, aku mendengar: ‘Sejumlah bhikkhu sedang membuat jubah untuk Sang Bhagavā, dengan berpikir bahwa setelah jubah selesai, di akhir tiga bulan [masa keberdiaman musim hujan], Sang Bhagavā akan melakukan perjalanan.’ Bhante, dengan segala kesibukan kami, bagaimanakah kami harus berdiam?”

“Bagus, bagus, Mahānāma! Adalah selayaknya bagimu seorang anggota keluarga untuk mendatangi Sang Tathāgata dan bertanya: ‘Bhante, dengan segala kesibukan kami, bagaimanakah kami harus berdiam?’

(1) “Mahānāma, seorang yang berkeyakinan akan berhasil, bukan seorang yang tanpa keyakinan.

(2) Seorang yang bersemangat akan berhasil, bukan seorang yang malas.

(3) Seorang yang dengan perhatian ditegakkan akan berhasil, bukan seorang yang berpikiran-kacau.

(4) Seorang yang terkonsentrasi akan berhasil, bukan seorang yang tidak terkonsentrasi.

(5) Seorang yang bijaksana akan berhasil, bukan seorang yang tidak bijaksana. Setelah menegakkan kelima kualitas ini dalam dirimu, engkau lebih jauh lagi harus mengembangkan enam hal.

(6) “Di sini, Mahānāma, engkau harus mengingat Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, yang sempurna menempuh sang jalan, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Ketika seorang siswa mulia mengingat Sang Tathāgata, pada saat itu pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu, kebencian, atau delusi; pada saat itu pikirannya lurus, berdasarkan pada Sang Tathāgata. Seorang siswa mulia yang pikirannya lurus mendapatkan inspirasi dalam makna, mendapatkan inspirasi dalam Dhamma, mendapatkan kegembiraan yang terhubung dengan Dhamma. Ketika ia gembira, maka sukacita muncul. Pada seorang yang pikirannya bersukacita, jasmaninya menjadi tenang. Seorang yang jasmaninya tenang merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini disebut seorang siswa mulia yang berdiam dalam keseimbangan di tengah-tengah populasi yang tidak seimbang, yang berdiam dengan tidak menderita di tengah-tengah populasi yang menderita. Sebagai seorang yang telah memasuki arus Dhamma, ia mengembangkan pengingatan pada Sang Buddha.

(7) “Kemudian, Mahānāma, engkau harus mengingat Dhamma sebagai berikut: ‘Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagavā, terlihat langsung, segera, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.’ Ketika seorang siswa mulia mengingat Dhamma, pada saat itu pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu, kebencian, atau delusi; pada saat itu pikirannya lurus, berdasarkan pada Dhamma. Seorang siswa mulia yang pikirannya lurus mendapatkan inspirasi dalam makna, mendapatkan inspirasi dalam Dhamma, mendapatkan kegembiraan yang terhubung dengan Dhamma. Ketika ia gembira, maka sukacita muncul. Pada seorang yang pikirannya bersukacita, jasmaninya menjadi tenang. Seorang yang jasmaninya tenang merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini disebut seorang siswa mulia yang berdiam dalam keseimbangan di tengah-tengah populasi yang tidak seimbang, yang berdiam dengan tidak menderita di tengah-tengah populasi yang menderita. Sebagai seorang yang telah memasuki arus Dhamma, ia mengembangkan pengingatan pada Dhamma.

(8) Kemudian, Mahānāma, engkau harus mengingat Saṅgha sebagai berikut: ‘Saṅgha para siswa Sang Bhagavā mempraktikkan jalan yang baik, mempraktikkan jalan yang lurus, mempraktikkan jalan yang benar, mempraktikkan jalan yang selayaknya; yaitu empat pasang makhluk, delapan jenis individu - Saṅgha para siswa Sang Bhagavā ini layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.’ Ketika seorang siswa mulia mengingat Saṅgha, pada saat itu pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu, kebencian, atau delusi; pada saat itu pikirannya lurus, berdasarkan pada Saṅgha. Seorang siswa mulia yang pikirannya lurus mendapatkan inspirasi dalam makna, mendapatkan inspirasi dalam Dhamma, mendapatkan kegembiraan yang terhubung dengan Dhamma. Ketika ia gembira, maka sukacita muncul. Pada seorang yang pikirannya bersukacita, jasmaninya menjadi tenang. Seorang yang jasmaninya tenang merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini disebut seorang siswa mulia yang berdiam dalam keseimbangan di tengah-tengah populasi yang tidak seimbang, yang berdiam dengan tidak menderita di tengah-tengah populasi yang menderita. Sebagai seorang yang telah memasuki arus Dhamma, ia mengembangkan pengingatan pada Saṅgha.

(9) “Kemudian, Mahānāma, engkau harus mengingat perilaku bermoralmu sendiri sebagai tidak rusak, tanpa cacat, tanpa noda, tanpa bercak, membebaskan, dipuji oleh para bijaksana, tidak digenggam, mengarah pada konsentrasi. Ketika seorang siswa mulia mengingat perilaku bermoralnya, pada saat itu pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu, kebencian, atau delusi; pada saat itu pikirannya lurus, berdasarkan pada perilaku bermoral. Seorang siswa mulia yang pikirannya lurus mendapatkan inspirasi dalam makna, mendapatkan inspirasi dalam Dhamma, mendapatkan kegembiraan yang terhubung dengan Dhamma. Ketika ia gembira, maka sukacita muncul. Pada seorang yang pikirannya bersukacita, jasmaninya menjadi tenang. Seorang yang jasmaninya tenang merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini disebut seorang siswa mulia yang berdiam dalam keseimbangan di tengah-tengah populasi yang tidak seimbang, yang berdiam dengan tidak menderita di tengah-tengah populasi yang menderita. Sebagai seorang yang telah memasuki arus Dhamma, ia mengembangkan pengingatan pada perilaku bermoral.

(10) “Kemudian, Mahānāma, engkau harus mengingat kedermawananmu sendiri sebagai berikut: ‘Sungguh suatu keberuntungan dan nasib baik bagiku bahwa dalam populasi yang dikuasai oleh noda kekikiran, aku berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam pelepasan, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi.’ Ketika seorang siswa mulia mengingat kedermawanannya, pada saat itu pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu, kebencian, atau delusi; pada saat itu pikirannya lurus, berdasarkan pada kedermawanan. Seorang siswa mulia yang pikirannya lurus mendapatkan inspirasi dalam makna, mendapatkan inspirasi dalam Dhamma, mendapatkan kegembiraan yang terhubung dengan Dhamma. Ketika ia gembira, maka sukacita muncul. Pada seorang yang pikirannya bersukacita, jasmaninya menjadi tenang. Seorang yang jasmaninya tenang merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini disebut seorang siswa mulia yang berdiam dalam keseimbangan di tengah-tengah populasi yang tidak seimbang, yang berdiam dengan tidak menderita di tengah-tengah populasi yang menderita. Sebagai seorang yang telah memasuki arus Dhamma, ia mengembangkan pengingatan pada kedermawanan.

(11) “Kemudian, Mahānāma, engkau harus mengingat para dewata sebagai berikut: ‘Ada para deva [yang dipimpin oleh] empat raja deva, para deva Tāvatiṃsa, para deva Yāma, para deva Tusita, para deva yang bersenang dalam penciptaan, para deva yang mengendalikan ciptaan para deva lain, para deva kumpulan Brahmā, dan para deva yang lebih tinggi daripada para deva ini. Dalam diriku juga terdapat keyakinan seperti yang dimiliki oleh para dewata itu yang karenanya, ketika mereka meninggal dunia dari sini, mereka terlahir kembali di sana; dalam diriku juga terdapat perilaku bermoral … pembelajaran … kedermawanan … kebijaksanaan seperti yang dimiliki oleh para dewata itu yang karenanya, ketika mereka meninggal dunia dari sini, mereka terlahir kembali di sana.’ Ketika seorang siswa mulia mengingat keyakinan, perilaku bermoral, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaan dalam dirinya dan dalam diri para dewata itu, pada saat itu pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu, kebencian, atau delusi; pada saat itu pikirannya lurus, berdasarkan pada para dewata. Seorang siswa mulia yang pikirannya lurus mendapatkan inspirasi dalam makna, mendapatkan inspirasi dalam Dhamma, mendapatkan kegembiraan yang terhubung dengan Dhamma. Ketika ia gembira, maka sukacita muncul. Pada seorang yang pikirannya bersukacita, jasmaninya menjadi tenang. Seorang yang jasmaninya tenang merasakan kenikmatan. Pada seorang yang merasakan kenikmatan, pikirannya menjadi terkonsentrasi. Ini disebut seorang siswa mulia yang berdiam dalam keseimbangan di tengah-tengah populasi yang tidak seimbang, yang berdiam dengan tidak menderita di tengah-tengah populasi yang menderita. Sebagai seorang yang telah memasuki arus Dhamma, ia mengembangkan pengingatan pada para dewata.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com