Sariputta | Suttapitaka | Sandha Sariputta

Sandha

Sandha [Saddha] (AN 11.9)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Nādika di aula bata. Kemudian Yang Mulia Sandha mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Bermeditasilah seperti seekor kuda berdarah murni, Sandha, bukan seperti seekor anak kuda liar. Dan bagaimanakah seekor anak kuda liar bermeditasi? Ketika seekor anak kuda liar diikat di dekat palung makanan ia bermeditasi: ‘Makanan, makanan!’ Karena alasan apakah? Karena ketika seekor anak kuda liar diikat di dekat palung makanan, ia tidak bertanya kepada diri sendiri: ‘Sekarang tugas apakah yang akan diberikan oleh pelatihku hari ini? Apakah yang dapat kulakukan untuk memuaskannya?’ Dengan terikat di dekat palung makanan, ia hanya bermeditasi: ‘Makanan, makanan!’ Demikian pula, Sandha, seseorang yang seperti anak kuda liar, ketika telah pergi ke hutan, ke bawah pohon, atau ke gubuk kosong, ia berdiam dengan pikiran dikuasai dan diserang oleh nafsu indria, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari nafsu indria yang telah muncul. Dengan memendam nafsu dalam pikiran, ia bermeditasi, berpikir, menimbang-nimbang, dan merenung. Ia berdiam dengan pikiran dikuasai dan diserang oleh niat buruk … oleh ketumpulan dan kantuk … oleh kegelisahan dan penyesalan … oleh keragu-raguan, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul. Dengan memendam keragu-raguan dalam pikiran, ia bermeditasi, berpikir, menimbang-nimbang, dan merenung.

“Ia bermeditasi
(1) dengan bergantung pada tanah,
(2) dengan bergantung pada air,
(3) dengan bergantung pada api,
(4) dengan bergantung pada udara,
(5) dengan bergantung pada landasan ruang tanpa batas,
(6) dengan bergantung pada landasan kesadaran tanpa batas,
(7) dengan bergantung pada landasan kekosongan,
(8) dengan bergantung pada landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi,
(9) dengan bergantung pada dunia ini,
(10) dengan bergantung pada dunia lain,
(11) dengan bergantung pada apa yang dilihat, didengar, diindra, dikenali, dijangkau, dicari, dan diperiksa oleh pikiran.

Demikianlah meditasi dari seorang yang seperti anak kuda liar.

“Dan bagaimanakah, Sandha, seekor kuda berdarah murni bermeditasi? Ketika seekor kuda berdarah murni yang baik diikat di dekat palung makanan ia tidak bermeditasi: ‘Makanan, makanan!’ Karena alasan apakah? Karena ketika seekor kuda berdarah murni yang baik diikat di dekat palung makanan, ia bertanya kepada diri sendiri: ‘Sekarang tugas apakah yang akan diberikan oleh pelatihku hari ini? Apakah yang dapat kulakukan untuk memuaskannya?’ Dengan terikat di dekat palung makanan, ia tidak bermeditasi: ‘Makanan, makanan!’ Karena seekor kuda berdarah murni yang baik menganggap penggunaan tongkat kendali sebagai hutang, ikatan, kerugian, dan kegagalan. Demikian pula, seorang berdarah murni yang baik, ketika telah pergi ke hutan, ke bawah pohon, atau ke gubuk kosong, ia tidak berdiam dengan pikiran dikuasai dan diserang oleh nafsu indria, dan ia memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari nafsu indria yang telah muncul. Ia tidak berdiam dengan pikiran dikuasai dan diserang oleh niat buruk … oleh ketumpulan dan kantuk … oleh kegelisahan dan penyesalan … oleh keragu-raguan, dan ia memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul.

“Ia tidak bermeditasi (1) dengan bergantung pada tanah, (2) dengan bergantung pada air, (3) dengan bergantung pada api, (4) dengan bergantung pada udara, (5) dengan bergantung pada landasan ruang tanpa batas, (6) dengan bergantung pada landasan kesadaran tanpa batas, (7) dengan bergantung pada landasan kekosongan, (8) dengan bergantung pada landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, (9) dengan bergantung pada dunia ini, (10) dengan bergantung pada dunia lain, (11) dengan bergantung pada apa yang dilihat, didengar, diindra, dikenali, dijangkau, dicari, dan diperiksa oleh pikiran, namun ia bermeditasi.

“Ketika ia bermeditasi demikian, para deva bersama dengan Indra, Brahmā, dan Pajāpati menyembah orang berdarah murni yang baik itu dari kejauhan, dengan berkata:

“‘Hormat kepadamu, O orang berdarah murni yang baik!
Hormat kepadamu, O orang yang mulia!
Kami sendiri tidak memahami
Dengan bergantung pada apakah engkau bermeditasi.’”

Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Sandha berkata kepada Sang Bhagavā: “Tetapi bagaimanakah, Bhante, seorang berdarah murni yang baik bermeditasi? Jika ia tidak bermeditasi dengan bergantung pada tanah … dengan bergantung pada apa yang dilihat, didengar, diindra, dikenali, dijangkau, dicari, dan diperiksa oleh pikiran, namun ia bermeditasi, bagaimanakah ia bermeditasi sehingga para deva … menyembah orang berdarah murni yang baik itu dari kejauhan, dengan berkata:

“‘Hormat kepadamu, O orang berdarah murni yang baik! …
Dengan bergantung pada apa engkau bermeditasi’?”

“Di sini, Sandha, pada seorang berdarah murni yang baik, persepsi tanah telah lenyap sehubungan dengan tanah, persepsi air telah lenyap sehubungan dengan air, persepsi api telah lenyap sehubungan dengan api, persepsi udara telah lenyap sehubungan dengan udara, persepsi landasan ruang tanpa batas telah lenyap sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas, persepsi landasan kesadaran tanpa batas telah lenyap sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas, persepsi landasan kekosongan telah lenyap sehubungan dengan landasan kekosongan, persepsi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi telah lenyap sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, persepsi dunia ini telah lenyap sehubungan dengan dunia ini, persepsi dunia lain telah lenyap sehubungan dengan dunia lain, persepsi telah lenyap sehubungan dengan apa yang dilihat, didengar, diindra, dikenali, dijangkau, dicari, dan diperiksa oleh pikiran.

“Dengan bermeditasi demikian, Sandha, seorang berdarah murni yang baik tidak bermeditasi dengan bergantung pada tanah, dengan bergantung pada air, dengan bergantung pada api, dengan bergantung pada udara, dengan bergantung pada landasan ruang tanpa batas, dengan bergantung pada landasan kesadaran tanpa batas, dengan bergantung pada landasan kekosongan, dengan bergantung pada landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, dengan bergantung pada dunia ini, dengan bergantung pada dunia lain; dengan bergantung pada apa yang dilihat, didengar, diindra, dikenali, dijangkau, dicari, dan diperiksa oleh pikiran namun ia bermeditasi. Dan ketika ia bermeditasi demikian, para deva bersama dengan Indra, Brahmā, dan Pajāpati menyembah orang berdarah murni yang baik itu dari kejauhan, dengan berkata:

“‘Hormat kepadamu, O orang berdarah murni yang baik!
Hormat kepadamu, O orang yang mulia!
Kami sendiri tidak memahami
Dengan bergantung pada apa engkau bermeditasi.’”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com