Sariputta | Suttapitaka | Perenungan pada Kematian (1) Sariputta

Perenungan pada Kematian (1)

Maraṇasati 1 [Maraṇassati 1] (AN 6.19)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Nādika di aula bata. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, perenungan pada kematian, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada tanpa-kematian, dengan tanpa-kematian sebagai kesempurnaannya. Tetapi apakah kalian, para bhikkhu, mengembangkan perenungan pada kematian?”

(1) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, aku mengembangkan perenungan pada kematian.”
“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”
“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama sehari semalam sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(2) Seorang bhikkhu lainnya berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”
“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”
“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama sehari sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(3) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”
“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”
“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk satu kali makan sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(4) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”
“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”
“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan empat atau lima suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(5) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”
“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”
“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan satu suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(6) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”
“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”
“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengembuskan napas setelah menarik napas, atau untuk menarik napas setelah mengembuskan napas, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu itu:

“Para bhikkhu,
(1) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama sehari semalam sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan
(2) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama sehari sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan
(3) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk satu kali makan sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan
(4) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan empat atau lima suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’: mereka ini disebut para bhikkhu yang berdiam dengan lengah. Mereka mengembangkan perenungan pada kematian dengan lambat demi hancurnya noda-noda.

“Tetapi
(5) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan satu suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan
(6) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengembuskan napas setelah menarik napas, atau untuk menarik napas setelah mengembuskan napas, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’: mereka ini disebut para bhikkhu yang berdiam dengan waspada. Mereka mengembangkan perenungan pada kematian dengan giat demi hancurnya noda-noda.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus melatih diri kalian sebagai berikut: ‘Kami akan berdiam dengan waspada. Kami akan mengembangkan perenungan pada kematian dengan giat demi hancurnya noda-noda.’ Demikianlah kalian harus berlatih.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com