Sariputta | Suttapitaka | Menegur Sariputta

Menegur

Codanā (AN 5.167)

Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu sebagai berikut: …

“Teman-teman, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain pertama-tama harus menegakkan lima hal dalam dirinya. Apakah lima ini? (1) [Ia harus mempertimbangkan:] ‘Aku akan berbicara pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang tidak tepat; (2) aku akan berbicara dengan jujur, bukan dengan berbohong; (3) aku akan berbicara secara halus, bukan secara kasar; (4) aku akan berbicara dalam cara yang bermanfaat, bukan dalam cara yang berbahaya; (5) aku akan berbicara dengan pikiran cinta-kasih, bukan selagi memendam kebencian.’ Seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain pertama-tama harus menegakkan kelima hal ini dalam dirinya.

“Di sini, teman-teman, aku melihat beberapa orang ditegur pada waktu yang tidak tepat, bukan diganggu pada waktu yang tepat; ditegur secara bohong, bukan diganggu secara jujur; ditegur secara kasar, bukan diganggu secara halus; ditegur dalam cara yang berbahaya, bukan diganggu dalam cara yang bermanfaat; ditegur oleh seseorang yang memendam kebencian, bukan diganggu oleh seseorang dengan pikiran cinta kasih.

“Teman-teman, ketika seorang bhikkhu ditegur dalam cara yang bertentangan dengan Dhamma, maka ketidak-menyesalan harus dimunculkan pada dirinya dalam lima cara: (1) ‘Teman, engkau ditegur pada waktu yang tidak tepat, bukan pada waktu yang tepat; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal. (2) Engkau ditegur secara bohong, bukan secara jujur; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal. (3) Engkau ditegur secara kasar, bukan secara halus; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal. (4) Engkau ditegur dalam cara yang berbahaya, bukan dalam cara yang bermanfaat; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal. (5) Engkau ditegur oleh seseorang yang memendam kebencian, bukan oleh seseorang dengan pikiran cinta-kasih; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal.’ Ketika seorang bhikkhu ditegur dalam cara yang bertentangan dengan Dhamma, maka ketidak-menyesalan harus dimunculkan pada dirinya dalam kelima cara ini.

“Teman-teman, ketika seorang bhikkhu menegur dalam cara yang bertentangan dengan Dhamma, maka penyesalan harus dimunculkan pada dirinya dalam lima cara: (1) ‘Teman, engkau menegurnya pada waktu yang tidak tepat, bukan pada waktu yang tepat; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal. (2) Engkau menegurnya secara bohong, bukan secara jujur; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal. (3) Engkau menegurnya secara kasar, bukan secara halus; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal. (4) Engkau menegurnya dalam cara yang berbahaya, bukan dalam cara yang bermanfaat; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal. (5) Engkau menegurnya selagi memendam kebencian, bukan dengan pikiran cinta-kasih; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal.’ Ketika seorang bhikkhu menegur dalam cara yang bertentangan dengan Dhamma, maka penyesalan harus dimunculkan pada dirinya dalam kelima cara ini. Karena alasan apakah? Agar bhikkhu lain tidak berpikir untuk menegur secara keliru.

“Di sini, teman-teman, aku melihat beberapa orang ditegur pada waktu yang tepat, bukan diganggu pada waktu yang tidak tepat; ditegur secara jujur, bukan diganggu secara bohong; ditegur secara halus, bukan diganggu secara kasar; ditegur dalam cara yang bermanfaat, bukan diganggu dalam cara yang berbahaya; ditegur oleh seseorang dengan pikiran cinta kasih, bukan diganggu oleh seseorang yang memendam kebencian.

“Teman-teman, ketika seorang bhikkhu ditegur dalam cara yang sesuai dengan Dhamma, maka penyesalan harus dimunculkan pada dirinya dalam lima cara: (1) ‘Teman, engkau ditegur pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang tidak tepat; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal. (2) Engkau ditegur secara jujur, bukan secara bohong; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal. (3) Engkau ditegur secara halus, bukan secara kasar; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal. (4) Engkau ditegur dalam cara yang bermanfaat, bukan dalam cara yang berbahaya; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal. (5) Engkau ditegur oleh seseorang dengan pikiran cinta-kasih, bukan oleh seseorang yang memendam kebencian; itu cukup bagimu untuk merasa menyesal.’ Ketika seorang bhikkhu ditegur dalam cara yang sesuai dengan Dhamma, maka penyesalan harus dimunculkan pada dirinya dalam kelima cara ini.

“Teman-teman, ketika seorang bhikkhu menegur dalam cara yang sesuai dengan Dhamma, maka ketidak-menyesalan harus dimunculkan pada dirinya dalam lima cara: (1) ‘Teman, engkau menegurnya pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang tidak tepat; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal. (2) Engkau menegurnya secara jujur, bukan secara bohong; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal. (3) Engkau menegurnya secara halus, bukan secara kasar; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal. (4) Engkau menegurnya dalam cara yang bermanfaat, bukan dalam cara yang berbahaya; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal. (5) Engkau menegurnya dengan pikiran cinta-kasih, bukan selagi memendam kebencian; itu cukup bagimu untuk tidak merasa menyesal.’ Ketika seorang bhikkhu menegur dalam cara yang sesuai dengan Dhamma, maka ketidak-menyesalan harus dimunculkan pada dirinya dalam kelima cara ini. Karena alasan apakah? Agar bhikkhu lain berpikir untuk menegur secara benar.

“Teman-teman, seseorang yang ditegur harus kokoh dalam dua hal: dalam kebenaran dan ketidak-marahan. Jika orang lain menegurku—apakah pada waktu yang tepat atau pun pada waktu yang tidak tepat; apakah tentang apa yang benar atau pun tentang apa yang tidak benar; apakah secara halus atau pun secara kasar; apakah dalam cara yang bermanfaat atau pun dalam cara yang berbahaya; apakah dengan pikiran cinta-kasih atau pun selagi memendam kebencian—aku harus tetap kokoh dalam dua hal: dalam kebenaran dan ketidak-marahan.

“Jika aku mengetahui: ‘Ada kualitas demikian padaku,’ maka aku memberitahunya: ‘Hal ini ada. Kualitas ini ada padaku.’ Jika aku mengetahui: ‘Tidak ada kualitas demikian padaku,’ maka aku memberitahunya: ‘Hal ini tidak ada. Kualitas ini tidak ada padaku.’

[Sang Bhagavā berkata:] “Sāriputta, bahkan ketika engkau sedang berbicara kepada mereka seperti demikian, beberapa orang dungu di sini tidak dengan hormat menerima apa yang engkau katakan.”

“Ada, Bhante, orang-orang yang hampa dari keyakinan yang telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, bukan karena keyakinan melainkan menghendaki pencarian penghidupan; mereka licik, munafik, penipu, gelisah, pongah, tinggi hati, banyak berbicara, mengoceh tanpa arah dalam pembicaraan mereka, tidak menjaga pintu-pintu indria mereka, makan berlebihan, tidak menekuni keawasan, tidak mempedulikan kehidupan pertapaan, tidak menghormati latihan, hidup mewah dan mengendur, para pelopor dalam kemerosotan, mengabaikan tugas keterasingan, malas, hampa dari kegigihan, berpikiran kacau, tidak memiliki pemahaman jernih, tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara, tidak bijaksana, bodoh. Ketika aku berbicara kepada mereka seperti demikian, mereka tidak dengan hormat menerima apa yang aku katakan.

“Tetapi, Bhante, ada orang-orang yang telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dengan penuh keyakinan, yang tidak licik, tidak munafik, bukan penipu, tidak gelisah, tidak pongah, tidak tinggi hati, tidak banyak berbicara, dan tidak mengoceh tanpa arah dalam pembicaraan mereka; yang menjaga pintu-pintu indria mereka; yang makan secukupnya, menekuni keawasan, menekuni kehidupan pertapaan, sangat menghormati latihan; tidak hidup mewah dan tidak mengendur; yang membuang kebiasaan-kebiasaan lama dan menjadi pelopor dalam keterasingan; yang bersemangat, teguh, penuh perhatian, memahami dengan jernih, terkonsentrasi, dengan pikiran terpusat, bijaksana, cerdas. Ketika aku berbicara kepada mereka seperti demikian, mereka dengan hormat menerima apa yang aku katakan.”

“Sāriputta, biarkan saja orang-orang itu yang hampa dari keyakinan dan yang telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, bukan karena keyakinan melainkan menghendaki pencarian penghidupan; yang licik … tidak bijaksana, bodoh. Tetapi, Sāriputta, engkau harus berbicara kepada anggota-anggota keluarga itu yang telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dengan penuh keyakinan yang tidak licik … yang bijaksana, cerdas. Nasihatilah teman-temanmu para bhikkhu, Sāriputta! Ajarilah teman-temanmu para bhikkhu, Sāriputta, [dengan berpikir:] ‘Aku akan membuat teman-temanku para bhikkhu keluar dari apa yang bertentangan dengan Dhamma sejati dan akan mengokohkan mereka dalam Dhamma sejati.’ Demikianlah, Sāriputta, engkau harus berlatih.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com