Sariputta | Suttapitaka | Keterasingan Sariputta

Keterasingan

Paviveka (AN 3.93)

“Para bhikkhu, para pengembara sekte lain mengajarkan tiga jenis keterasingan ini. Apakah tiga ini? Keterasingan sehubungan dengan jubah, keterasingan sehubungan dengan makanan, dan keterasingan sehubungan dengan tempat tinggal.

“Ini, para bhikkhu, adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan jubah: mereka mengenakan jubah rami, jubah dari kain campuran-rami, jubah dari kain pembungkus mayat, jubah dari potongan-potongan kain; jubah yang terbuat dari kulit pohon, kulit antelop, cabikan kulit antelop; jubah yang terbuat dari rumput kusa, kain kulit kayu, atau kain serutan-kayu; selimut yang terbuat dari rambut kepala atau dari wol binatang, penutup yang terbuat dari sayap burung hantu. Itu adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan jubah.

“Ini adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan makanan: mereka memakan dedaunan, milet, beras hutan, kulit-kupasan, lumut, kulit padi, sisa-sisa beras, tepung wijen, rumput, atau kotoran sapi. Mereka bertahan hidup dari akar-akaran hutan dan buah-buahan; mereka memakan buah-buahan yang jatuh. Itu adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan makanan.

“Ini adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan tempat tinggal: hutan, bawah pohon, tanah pekuburan, tempat tinggal terpencil di hutan dan belantara, ruang terbuka, tumpukan jerami, gubuk jerami. Itu adalah apa yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain sebagai keterasingan sehubungan dengan tempat tinggal.

“Ini adalah ketiga jenis keterasingan yang diajarkan oleh para pengembara sekte lain.

“Dalam Dhamma dan disiplin ini, para bhikkhu, ada tiga jenis keterasingan ini bagi seorang bhikkhu. Apakah tiga ini?

“Di sini, (1) seorang bhikkhu bermoral; ia telah meninggalkan ketidak-bermoralan dan tetap terasing darinya. (2) Ia menganut pandangan benar; ia telah meninggalkan pandangan salah dan tetap terasing darinya. (3) Ia adalah seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan; ia telah meninggalkan noda-noda dan tetap terasing darinya.

“Ketika seorang bhikkhu bermoral, seorang yang telah meninggalkan ketidak-bermoralan dan tetap terasing darinya; ketika ia adalah seorang yang berpandangan benar, yang telah meninggalkan pandangan salah dan tetap terasing darinya; ketika ia adalah seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan, yang telah meninggalkan noda-noda dan tetap terasing darinya, maka ia disebut seorang bhikkhu yang telah mencapai yang terunggul, mencapai inti, seorang yang murni dan kokoh dalam inti.

“Misalkan, para bhikkhu, ada seorang petani yang lahan padinya telah matang. Petani itu akan dengan cepat memotong tanamannya. Kemudian ia akan dengan cepat mengumpulkan tanaman-tanaman itu. Kemudian ia akan dengan cepat membawanya [ke tempat penggilingan]. Kemudian ia akan dengan cepat menumpuknya, menggilingnya, memisahkan jeraminya, memisahkan tangkainya, dan menampinya. Kemudian ia akan dengan cepat membawanya, menumbuknya, dan memisahkan sekamnya. Dengan cara ini, butir-butiran beras si petani akan menjadi yang terbaik, mencapai inti, murni, dan kokoh dalam inti.

“Demikian pula, para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu bermoral … seorang yang berpandangan benar … seorang yang telah meninggalkan noda-noda dan tetap terasing darinya, maka ia disebut seorang yang terunggul, yang mencapai inti, murni, dan kokoh dalam inti.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com