Sariputta | Suttapitaka | ii. Persoalan Disiplin Sariputta

ii. Persoalan Disiplin

Adhikaraṇa 5 (AN 2.15)

2.15

“Para bhikkhu, jika, sehubungan dengan persoalan disiplin tertentu, bhikkhu yang telah melakukan suatu pelanggaran dan bhikkhu yang menegurnya masing-masing tidak merefleksikan diri mereka, maka adalah mungkin bahwa persoalan disiplin ini akan mengarah pada dendam dan permusuhan dalam waktu yang lama dan para bhikkhu tidak dapat berdiam dengan nyaman. Tetapi jika bhikkhu yang telah melakukan suatu pelanggaran dan bhikkhu yang menegurnya masing-masing dengan seksama merefleksikan diri mereka, maka adalah mungkin bahwa persoalan disiplin ini tidak akan mengarah pada dendam dan permusuhan dalam waktu yang lama dan para bhikkhu dapat berdiam dengan nyaman.

“Dan bagaimanakah bhikkhu yang telah melakukan suatu pelanggaran merefleksikan dirinya dengan seksama? Di sini, bhikkhu yang telah melakukan suatu pelanggaran merefleksikan sebagai berikut: ‘Aku telah melakukan perbuatan buruk tidak bermanfaat tertentu melalui jasmani. Bhikkhu itu melihatku melakukan hal itu. Jika aku tidak melakukan perbuatan buruk tidak bermanfaat tertentu melalui jasmani, maka ia tidak akan melihatku melakukan hal itu. Tetapi karena aku telah melakukan perbuatan buruk tidak bermanfaat tertentu melalui jasmani, maka ia melihatku melakukan hal itu. Ketika ia melihatku melakukan perbuatan buruk tidak bermanfaat tertentu melalui jasmani, maka ia menjadi tidak senang. Karena tidak senang, maka ia mengungkapkan ketidak-senangannya kepadaku. Karena ia mengungkapkan ketidak-senangannya kepadaku, maka aku menjadi tidak senang. Karena tidak senang, maka aku memberitahukan kepada orang lain. Demikianlah dalam hal ini adalah aku yang menimbulkan pelanggaran, seperti halnya apa yang dilakukan oleh seorang pelancong ketika ia menghindari pembayaran pajak atas barang-barang belanjaannya.’ Adalah dengan cara ini bhikkhu itu yang telah melakukan pelanggaran merefleksikan dirinya dengan seksama.

“Dan bagaimanakah bhikkhu yang menegur merefleksikan dirinya dengan seksama? Di sini, bhikkhu yang menegur merefleksikan sebagai berikut: ‘Bhikkhu ini telah melakukan perbuatan buruk tidak bermanfaat tertentu melalui jasmani. Aku melihatnya melakukan hal itu. Jika bhikkhu ini tidak melakukan perbuatan buruk tidak bermanfaat tertentu melalui jasmani, maka aku tidak akan melihatnya melakukan hal itu. Tetapi karena ia melakukan perbuatan buruk tidak bermanfaat tertentu melalui jasmani, maka aku melihatnya melakukan hal itu. Ketika aku melihatnya melakukan perbuatan buruk tidak bermanfaat tertentu melalui jasmani, aku menjadi tidak senang. Karena tidak senang, maka aku mengungkapkan ketidak-senanganku kepadanya. Karena aku mengungkapkan ketidak-senanganku kepadanya, maka ia menjadi tidak senang. Karena tidak senang, maka ia memberitahukan kepada orang lain. Demikianlah dalam hal ini adalah aku yang menimbulkan pelanggaran, seperti halnya apa yang dilakukan oleh seorang pelancong ketika ia menghindari pembayaran pajak atas barang-barang belanjaannya.’ Adalah dengan cara ini bhikkhu yang menegur merefleksikan dirinya dengan seksama.

“Jika, para bhikkhu, sehubungan dengan persoalan disiplin tertentu, bhikkhu yang telah melakukan suatu pelanggaran dan bhikkhu yang menegurnya masing-masing tidak merefleksikan diri mereka, maka adalah mungkin bahwa persoalan disiplin ini akan mengarah pada dendam dan permusuhan dalam waktu yang lama dan para bhikkhu tidak dapat berdiam dengan nyaman. Tetapi jika bhikkhu yang telah melakukan suatu pelanggaran dan bhikkhu yang menegurnya masing-masing dengan seksama merefleksikan diri mereka, maka adalah mungkin bahwa persoalan disiplin ini tidak akan mengarah pada dendam dan permusuhan dalam waktu yang lama dan para bhikkhu dapat berdiam dengan nyaman.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com