Sariputta | Suttapitaka | Api Sariputta

Api

Aggi (SN 46.53)

Pada suatu pagi, sejumlah bhikkhu merapikan jubah dan, dengan membawa mangkuk dan jubah mereka, memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan … seperti pada §52 hingga: … [Sang Bhagavā berkata:]

“Para bhikkhu, ketika para pengembara sekte lain itu berkata demikian, mereka harus ditanya: ‘Sahabat-sahabat, ketika pikiran menjadi lembam, faktor pencerahan apakah yang tidak pada waktunya dikembangkan pada saat itu, dan faktor pencerahan apakah yang tepat pada waktunya dikembangkan pada saat itu? Kemudian, sahabat-sahabat, ketika pikiran menjadi bergairah, faktor pencerahan apakah yang tidak pada waktunya dikembangkan pada saat itu, dan faktor pencerahan apakah yang tepat pada waktunya dikembangkan pada saat itu?’

Ditanya demikian, para pengembara itu tidak akan mampu menjawab dan, lebih lanjut lagi, mereka akan menjadi kesal. Karena alasan apakah? Karena itu di luar wilayah pengetahuan mereka. Aku tidak melihat siapa pun, para bhikkhu, di dunia ini bersama para deva, Māra, dan Brahmā, dalam generasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, yang dapat memuaskan pikiran dengan jawaban atas pertanyaan ini kecuali Sang Tathāgata atau siswa Sang Tathāgata atau seseorang yang telah mendengarnya dari mereka.

(i. Pikiran yang lembam: tidak tepat pada waktunya)

“Pada suatu ketika, para bhikkhu, ketika pikiran menjadi lembam, adalah tidak tepat pada waktunya untuk mengembangkan faktor pencerahan ketenangan, faktor pencerahan konsentrasi, dan faktor pencerahan keseimbangan. Karena alasan apakah? Karena pikiran lembam, para bhikkhu, dan adalah sulit membangkitkannya dengan faktor-faktor tersebut.

“Misalkan para bhikkhu, seseorang ingin mengobarkan api. Jika ia melemparkan rumput basah, kotoran sapi basah, dan kayu basah ke dalamnya, memerciknya dengan air, dan menaburkan tanah di atasnya, dapatkah ia mengobarkan api itu?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Demikian pula, para bhikkhu, pada suatu ketika, ketika pikiran menjadi lembam, adalah tidak tepat pada waktunya untuk mengembangkan faktor pencerahan ketenangan, faktor pencerahan konsentrasi, dan faktor pencerahan keseimbangan. Karena alasan apakah? Karena pikiran lembam, para bhikkhu, dan adalah sulit membangkitkannya dengan faktor-faktor tersebut.

(ii. Pikiran lembam: tepat pada waktunya)

“Pada suatu ketika, para bhikkhu, ketika pikiran menjadi lembam, adalah tepat pada waktunya untuk mengembangkan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi, faktor pencerahan kegigihan, dan faktor pencerahan sukacita. Karena alasan apakah? Karena pikiran lembam, para bhikkhu, dan adalah mudah membangkitkannya dengan faktor-faktor tersebut.

“Misalkan para bhikkhu, seseorang ingin mengobarkan api. Jika ia melemparkan rumput kering, kotoran sapi kering, dan kayu kering ke dalamnya, meniupnya, dan tidak menaburkan tanah di atasnya, dapatkah ia mengobarkan api itu?”

“Dapat, Yang Mulia.”

“Demikian pula, para bhikkhu, ketika pikiran menjadi lembam, adalah tepat pada waktunya untuk mengembangkan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi, faktor pencerahan kegigihan, dan faktor pencerahan sukacita. Karena alasan apakah? Karena pikiran lembam, para bhikkhu, dan adalah mudah membangkitkannya dengan faktor-faktor tersebut.

(iii. Pikiran yang bergairah: tidak tepat pada waktunya)

“Pada suatu ketika, para bhikkhu, ketika pikiran menjadi bergairah, adalah tidak tepat pada waktunya untuk mengembangkan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi, faktor pencerahan kegigihan, dan faktor pencerahan sukacita. Karena alasan apakah? Karena pikiran bergairah, para bhikkhu, dan adalah sulit menenangkannya dengan faktor-faktor tersebut.

“Misalkan, para bhikkhu, seseorang ingin memadamkan kobaran api. Jika ia melemparkan rumput kering, kotoran sapi kering, dan kayu kering ke dalamnya, meniupnya, dan tidak menaburkan tanah di atasnya, dapatkah ia memadamkan kobaran api itu?”

“Tidak, Yang Mulia.”

“Demikian pula, para bhikkhu, ketika pikiran menjadi bergairah, adalah tidak tepat pada waktunya untuk mengembangkan faktor pencerahan pembedaan kondisi-kondisi, faktor pencerahan kegigihan, dan faktor pencerahan sukacita. Karena alasan apakah? Karena pikiran bergairah, para bhikkhu, dan adalah sulit menenangkannya dengan faktor-faktor tersebut.

(iv. Pikiran yang bergairah: tepat pada waktunya)

“Pada suatu ketika, para bhikkhu, ketika pikiran menjadi bergairah, adalah tepat pada waktunya untuk mengembangkan faktor pencerahan ketenangan, faktor pencerahan konsentrasi, dan faktor pencerahan keseimbangan. Karena alasan apakah? Karena pikiran bergairah, para bhikkhu, dan adalah mudah menenangkannya dengan faktor-faktor tersebut.

“Misalkan, para bhikkhu, seseorang ingin memadamkan kobaran api. Jika ia melemparkan rumput basah, kotoran sapi basah, dan kayu basah ke dalamnya, memerciknya dengan air, dan menaburkan tanah di atasnya, dapatkah ia memadamkan kobaran api itu?”

“Dapat, Yang Mulia.”

“Demikian pula, para bhikkhu, ketika pikiran menjadi bergairah, adalah tepat pada waktunya untuk mengembangkan faktor pencerahan ketenangan, faktor pencerahan konsentrasi, dan faktor pencerahan keseimbangan. Karena alasan apakah? Karena pikiran bergairah, para bhikkhu, dan adalah mudah menenangkannya dengan faktor-faktor tersebut.

“Tetapi perhatian, para bhikkhu, Aku katakan adalah selalu berguna.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com