Sariputta | Suttapitaka | Bangsal Orang Sakit (2) Sariputta

Bangsal Orang Sakit (2)

Gelañña 2 (SN 36.8)

Sama seperti sutta sebelumnya hingga instruksi ke dua:

“Seorang bhikkhu harus memanfaatkan waktunya dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih. Ini adalah instruksi kami untuk kalian.

“Para bhikkhu, sewaktu seorang bhikkhu berdiam demikian, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, jika muncul dalam dirinya suatu perasaan yang menyenangkan, ia memahami: ‘Telah muncul dalam diriku perasaan yang menyenangkan. Sekarang perasaan itu bergantung, bukan tidak bergantung. Bergantung pada apakah? Bergantung pada kontak ini. Tetapi kontak ini tidak kekal, terkondisi, muncul bergantungan. Jadi ketika perasaan yang menyenangkan muncul dengan bergantung pada kontak yang tidak kekal, terkondisi, muncul bergantungan, bagaimana mungkin perasaan ini adalah kekal?’ Ia berdiam dengan merenungkan ketidak-kekalan dalam kontak dan dalam perasaan yang menyenangkan, ia berdiam dengan merenungkan lenyapnya, merenungkan peluruhannya, merenungkan penghentiannya, merenungkan pelepasannya. Ketika ia berdiam demikian, maka kecenderungan tersembunyi pada nafsu sehubungan dengan kontak dan sehubungan dengan perasaan yang menyenangkan, ditinggalkan olehnya.

“Para bhikkhu, sewaktu seorang bhikkhu berdiam demikian, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, jika muncul dalam dirinya suatu perasaan yang menyakitkan, ia memahami: ‘Telah muncul dalam diriku perasaan yang menyakitkan. Sekarang perasaan itu bergantung, bukan tidak bergantung. Bergantung pada apakah? Bergantung pada kontak ini. Tetapi kontak ini tidak kekal, terkondisi, muncul bergantungan. Jadi ketika perasaan yang menyakitkan muncul dengan bergantung pada kontak yang tidak kekal, terkondisi, muncul bergantungan, bagaimana mungkin perasaan ini adalah kekal?’ Ia berdiam dengan merenungkan ketidak-kekalan dalam kontak dan dalam perasaan yang menyakitkan, ia berdiam dengan merenungkan lenyapnya, merenungkan peluruhannya, merenungkan penghentiannya, merenungkan pelepasannya. Ketika ia berdiam demikian, maka kecenderungan tersembunyi pada ketidak-senangan sehubungan dengan kontak dan sehubungan dengan perasaan yang menyakitkan, ditinggalkan olehnya.

“Para bhikkhu, sewaktu seorang bhikkhu berdiam demikian, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh, jika muncul dalam dirinya suatu perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ia memahami: ‘Telah muncul dalam diriku perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan. Sekarang perasaan itu bergantung, bukan tidak bergantung. Bergantung pada apakah? Bergantung pada kontak ini. Tetapi kontak ini tidak kekal, terkondisi, muncul bergantungan. Jadi ketika perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan muncul dengan bergantung pada kontak yang tidak kekal, terkondisi, muncul bergantungan, bagaimana mungkin perasaan ini kekal?’ Ia berdiam dengan merenungkan ketidak-kekalan dalam kontak dan dalam perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan itu, ia berdiam dengan merenungkan lenyapnya, merenungkan peluruhannya, merenungkan penghentiannya, merenungkan pelepasannya. Ketika ia berdiam demikian, maka kecenderungan tersembunyi pada ketidaktahuan sehubungan dengan kontak dan sehubungan dengan perasaan yang bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan, ditinggalkan olehnya.

“Jika ia merasakan perasaan yang menyenangkan … lengkap seperti sutta sebelumnya … Ia memahami: ‘Dengan hancurnya jasmani, yang mengikuti habisnya kehidupan, semua yang dirasakan, karena tidak disenangi, akan menjadi dingin di sini.’”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com