Sariputta | Suttapitaka | Puṇṇa Sariputta

Puṇṇa

Puṇṇa (SN 35.88)

Yang Mulia Puṇṇa mendatangi Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau: “Yang Mulia, sudilah Bhagavā mengajarkan Dhamma secara singkat kepadaku, sehingga, setelah mendengarkan Dhamma dari Bhagavā, aku dapat berdiam sendirian, mengasingkan diri, dengan rajin, tekun, dan bersungguh-sungguh.”

“Puṇṇa, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu mencari kesenangan di dalamnya, menyambutnya, dan terus-menerus menggenggamnya, maka kesenangan muncul dalam dirinya. Dengan munculnya kesenangan, Puṇṇa, maka muncul pula penderitaan, Aku katakan. Ada, Puṇṇa, suara-suara yang dikenali oleh telinga … fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu mencari kesenangan di dalamnya, menyambutnya, dan terus-menerus menggenggamnya, maka kesenangan muncul dalam dirinya. Dengan munculnya kesenangan, Puṇṇa, maka muncul pula penderitaan, Aku katakan.

“Puṇṇa, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata … fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu tidak mencari kesenangan di dalamnya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus menggenggamnya, maka kesenangan lenyap dalam dirinya. Dengan lenyapnya kesenangan, Puṇṇa, maka lenyap pula penderitaan, Aku katakan.

“Sekarang engkau telah menerima nasihat singkat dariKu, Puṇṇa, di negeri manakah engkau akan menetap?”

“Ada, Yang Mulia, sebuah negeri bernama Sunāparanta. Aku akan menetap di sana.”

“Puṇṇa, penduduk Sunāparanta kejam dan kasar. Jika mereka mencela dan memakimu, bagaimanakah pikiranmu terhadap hal itu?”

“Yang Mulia, jika penduduk Sunāparanta mencela dan memakiku, maka aku akan berpikir: ‘Penduduk Sunāparanta ini baik, sungguh baik, karena mereka tidak memukulku dengan tinju.’ Maka aku akan berpikir demikian, Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”

“Tetapi, Puṇṇa, jika penduduk Sunāparanta memukulmu dengan tinju, bagaimanakah pikiranmu terhadap hal itu?”

“Yang Mulia, jika penduduk Sunāparanta memukulku dengan tinju, maka aku akan berpikir: ‘Penduduk Sunāparanta ini baik, sungguh baik, karena mereka tidak melemparku dengan tanah.’ Maka aku akan berpikir demikian, Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”

“Tetapi, Puṇṇa, jika penduduk Sunāparanta melemparmu dengan tanah, bagaimanakah pikiranmu terhadap hal itu?”

“Yang Mulia, jika penduduk Sunāparanta melemparku dengan tanah, maka aku akan berpikir: ‘Penduduk Sunāparanta ini baik, sungguh baik, karena mereka tidak memukulku dengan kayu.’ Maka aku akan berpikir demikian, Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”

“Tetapi, Puṇṇa, jika penduduk Sunāparanta memukulmu dengan kayu, bagaimanakah pikiranmu terhadap hal itu?”

“Yang Mulia, jika penduduk Sunāparanta memukulku dengan kayu, maka aku akan berpikir: ‘Penduduk Sunāparanta ini baik, sungguh baik, karena mereka tidak menikamku dengan pisau.’ Maka aku akan berpikir demikian, Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”

“Tetapi, Puṇṇa, jika penduduk Sunāparanta menikammu dengan pisau, bagaimanakah pikiranmu terhadap hal itu?”

“Yang Mulia, jika penduduk Sunāparanta menikamku dengan pisau, maka aku akan berpikir: ‘Penduduk Sunāparanta ini baik, sungguh baik, karena mereka tidak membunuhku dengan pisau tajam.’ Maka aku akan berpikir demikian, Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”

“Tetapi, Puṇṇa, jika penduduk Sunāparanta membunuhmu dengan pisau tajam, bagaimanakah pikiranmu terhadap hal itu?”

“Yang Mulia, jika penduduk Sunāparanta membunuhku dengan pisau tajam, maka aku akan berpikir: ‘Ada para siswa Sang Bhagavā yang, karena merasa muak, malu, dan jijik terhadap jasmani dan kehidupannya, mencari pembunuh. Tetapi aku mendapatkan pembunuh bahkan tanpa mencari.’ Maka aku akan berpikir demikian, Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”

“Bagus, bagus, Puṇṇa! Dengan memiliki pengendalian-diri dan kedamaian demikian, engkau akan mampu menetap di negeri Sunāparanta. Sekarang, Puṇṇa, engkau boleh pergi.”

Kemudian, setelah merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā, Yang Mulia Puṇṇa bangkit dari duduknya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan pergi, dengan Beliau di sisi kanannya. Ia kemudian merapikan tempat tinggalnya, membawa mangkuk dan jubah luarnya, dan pergi mengembara menuju negeri Sunāparanta. Berjalan setahap demi setahap, akhirnya ia tiba di negeri Sunāparanta, di mana ia menetap. Kemudian, selama musim hujan itu, Yang Mulia Puṇṇa mengokohkan lima ratus umat awam laki-laki dan lima ratus umat awam perempuan dalam praktik, dan ia sendiri, dalam musim hujan yang sama, menembus tiga pengetahuan sejati. Dan dalam musim hujan yang sama itu ia mencapai Nibbāna akhir.

Kemudian sejumlah bhikkhu mendatangi Sang Bhagavā … dan berkata kepadanya: “Yang Mulia, seseorang bernama Puṇṇa, yang telah diberikan nasihat singkat oleh Bhagavā, telah meninggal dunia. Ke manakah alam tujuannya, di manakah ia dilahirkan kembali?”

“Para bhikkhu, Puṇṇa bijaksana. Ia berlatih sesuai dengan Dhamma dan tidak menyusahkanKu sehubungan dengan Dhamma. Puṇṇa telah mencapai Nibbāna akhir.”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com