Sariputta | Suttapitaka | Sakit (2) Sariputta

Sakit (2)

Gilāna 2 (SN 35.75)

Seperti di atas hingga:

“Jika, bhikkhu, engkau memahami bahwa Dhamma tidak Kuajarkan demi pemurnian moralitas, maka untuk tujuan apakah engkau memahami Dhamma yang telah Kuajarkan?”

“Yang Mulia, aku memahami bahwa Dhamma telah diajarkan oleh Sang Bhagavā adalah demi Nibbāna akhir tanpa kemelekatan.”

“Bagus, bagus, bhikkhu! Bagus sekali engkau memahami Dhamma yang telah Kuajarkan adalah demi Nibbāna akhir tanpa kemelekatan. Karena Dhamma yang telah Kuajarkan adalah demi Nibbāna akhir tanpa kemelekatan.

“Bagaimana menurutmu, bhikkhu, apakah mata adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.” … “Apakah telinga … hidung … lidah … badan … pikiran … kesadaran-pikiran … kontak-pikiran … perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi—apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan dan juga bukan-menyenangkan—adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”

“Melihat demikian … Ia memahami: ‘ … tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Bhikkhu itu gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā. Dan ketika khotbah ini sedang dibabarkan, batin bhikkhu itu terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com