Sariputta | Suttapitaka | Angin Sariputta

Angin

Vāta (SN 24.71)

Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, ketika ada apakah, dengan melekat pada apakah, dengan terikat pada apakah, maka suatu pandangan seperti berikut ini muncul: ‘Angin tidak bertiup, sungai tidak mengalir, perempuan hamil tidak melahirkan, bulan dan matahari tidak terbit dan tidak terbenam melainkan diam bagaikan pilar’?”

“Yang Mulia, ajaran kami berakar dalam Sang Bhagavā …”

“Ketika ada bentuk, para bhikkhu, dengan melekat pada bentuk, dengan terikat pada bentuk, maka suatu pandangan seperti berikut ini muncul: ‘Angin tidak bertiup … melainkan diam bagaikan pilar.’ Ketika ada perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran, dengan melekat pada kesadaran, dengan terikat pada kesadaran, suatu pandangan seperti berikut ini muncul: ‘Angin tidak bertiup … melainkan diam bagaikan pilar.’

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, apakah bentuk … perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak … kesadaran adalah kekal atau tidak kekal?”—“Tidak kekal, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?”—“Penderitaan, Yang Mulia.”—“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”—“Tidak, Yang Mulia.”

“Oleh karena itu, para bhikkhu, bentuk apa pun juga … Perasaan apa pun juga … Persepsi apa pun juga … Bentukan-bentukan kehendak apa pun juga … Kesadaran apa pun juga, apakah di masa lalu, di masa depan, atau di masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, hina atau mulia, jauh atau dekat—semua kesadaran harus dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’

“Melihat demikian, para bhikkhu, siswa mulia yang terpelajar mengalami kejijikan terhadap bentuk, kejijikan terhadap perasaan, kejijikan terhadap persepsi, kejijikan terhadap bentukan-bentukan kehendak, kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani. Apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi penjelmaan dalam kondisi makhluk apa pun.’”

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com