Sejarah Singkat


Vihara Sinar Borobudur


Pendirian Vihara Sinar Borobudur proses waktu yang cukup lama karena dimulainya dari perkembangan awal umat Buddha yang ada di wilayah provinsi Kalimantan Timur bagian utara yaitu Tarakan. Letak geografis yang cukup jauh dari ibukota Negara membuat


banyak kesulitan yang menghadang dalam pertumbuhan umat Buddha. Sulitnya transportasi pada saat itu cukup menghambat perkembangannya, bahkan sangat jarang dikunjungi oleh bhikkhu. Bhikkhu yang awal mula mengunjungi Tarakan saat itu adalah mendiang Bhante Girirakhito Mahathera. Beliau juga memberikan warisan nama untuk tempat ibadah saat itu dan dikenang sampai sekarang yaitu “Sinar Borobudur” yang dimaknai dan diharapkan vihara nantinya dapat bersinar dan dikenal bagaikan candi Borobudur.Beliau memberikan nama tersebut bukannya tanpa alasan, karena letak Tarakan yg cukup terpencil saat itu (sekitar tahun 1978) merupakan daerah sepi dan jauh dari kota besar,  pemberian nama tersebut memberikan semangat bagi umat Buddha Tarakan dan bagi segelintir tokoh yang tanpa kenal lelah pantang mundur untuk membina umat dan mendirikan tempat ibadah.


Cetiya Sinar Borobudur


            Dari pemberian nama tersebut membuat suntikan semangat kepada para umat untuk mencari tempat guna melaksanakan puja bhakti yaitu dengan cara meminjam sebuah bangunan sederhana dari umat dan dijadikanlah Cetiya Sinar Borobudur.


Di tempat ini cukup lama digunakan untuk puja bhakti rutin umat Tarakan. Bangunan tersebut adalah milik bapak Lim Chong Pao yang bersedia meminjamkannya. Tempat tersebut sekarang terletak di Jl. Yos Sudarso Selumit Pantai, Tarakan. Segelintir tokoh lama yang mengawali gerakan tersebut adalah Romo Silamurti, mendiang Romo Hidayat (guru agama Buddha saat itu), mendiang Romo Bagoeng Dharmaputra (saat itu sebagai anggota DPRD Bulungan), mendiang Romo Pandita Nanang Hardy Tan (yang selanjutnya di rekrut menjadi guru agama Buddha), mendiang Romo Phalgunayan/Tan Ya Phang (pernah menjabat sebagai ketua vihara dan ketua Yayasan), mendiang Romo Pandita Muda Aries Hens, mendiang Romo Lok Man Ciu, mendiang Romo Nanang Eddy, dan beliau sendiri pemilik bangunan yaitu Romo Lim Chong Pao dan juga didukung oleh tokoh-tokoh muda.


          Setelah cukup lama menempati bangunan tersebut dan tiba waktunya difungsikan oleh pemiliknya maka cetiya Sinar Borobudur pindah tempat dengan menyewa sebuah bangunan di daerah Kampung Bugis (sekarang Jl.Slamet Riady Kp.Bugis Kelurahan Karang Anyar).


 Secara berkesinambungan para tokoh terus membina dan merekrut tokoh-tokoh pejuang baru diantaranya Romo Tan Mimi, Romo Eddy Kiwi, Romo Wong Cong Hok, Romo Pandita Muda Gatot Utami Hadinata, Romo Amyang dan beberapa orang lainnya. Dalam kurun waktu tersebut, pembinaan para bhikkhu semakin sering diantaranya Bhante Cittasanto Thera, Bhante Uttamo Mahathera, Bhante Dhammasubho Mahathera, dengan segala keterbatasan tempat dan pemahaman umat, para bhante ini dapat memaklumi dan tanpa kenal lelah datang dan terus melakukan pembinaan. Setelah cukup banyak anggota, mereka terus menggulirkan wacana untuk pendirian Vihara Sinar Borobudur, maka sekitar tahun 1989 dibelilah sebidang tanah dengan ukuran 30m x 35m di daerah Kampung Bugis dan dimulailah peletakan batu pertama pembangunan Vihara Sinar Borobudur.


Babak Baru Vihara Sinar Borobudur


Semangat tak akan pernah padam dan terus mengalir bagai sungai dipegunungan tak tertahan oleh apapun, dengan di motori mendiang Romo Phalgunayan/Tan Ya Phang sebagai pelaksana proyek pembangunan dan dukungan dana para tokoh dan simpatisan Tarakan, maka dalam prosesnya Vihara dapat didirikan di lokasi tanah tersebut yang masih kondisi rawa, dengan tiang pondasi dari kayu besi (Ulin) berdirilah 3 bangunan yang cukup megah saat itu sebagai tempat puja bhakti umat Tarakan. Sumbangsih para pemuda juga turut mewarnai dengan selalu kerja bakti menimbun rawa sehingga semakin nyaman ditempati.


Memiliki bangunan baru membuat umat semakin bersemangat dan semakin berkembanglah jumlah umat Buddha tarakan. Semakin sering lagi para bhante mendatangi Vihara Sinar Borobudur,  diantaranya Bhante Susanto, Bhante Sucitto, Bhante Subhapanno Mahathera serta para bhante generasi berikutnya terus membina umat Tarakan sampai sekarang ini. Seiring perkembangan agama Buddha di Tarakan dan semakin banyak pengikutnya, juga menjadikan vihara Sinar Borobudur semakin sempit karena tidak muat lagi untuk menampung umat saat hari-hari besar diperingati.


Mengapa harus membangun vihara baru ?


            Dengan semakin sesaknya vihara lama yang tidak sanggup lagi menampung umat saat perayaan hari besar keagamaan, maka pengurus vihara berusaha keras untuk memiliki tempat yang memadai. Maka dengan keterbatasan financial pengurus menggulirkan wacana pembangunan vihara baru. Ternyata wacana itu semakin kuat berkembang dan mulailah usaha untuk memulai keinginan itu dengan membeli sebidang tanah dan mengurus segala proses perijinannya. Dengan dimotori Bapak Albert Christian Djieftara secara marathon mengurus proses perijinan dan segala persyaratan untuk mempersiapkan pembangunan, termasuk perijinan ke pemerintahan dan proses pengolahan lahan perbukitan yang cukup memakan waktu dan tenaga.


Dan semakin berkembangnya Tarakan membuat lokasi vihara menjadi daerah langganan banjir, hal ini mengusik hati para tokoh untuk berkeinginan memiliki vihara yang lebih luas dan representative untuk melakukan kegiatan keagamaan. Wacana tersebut terus bergulir dan ditindak lanjuti dengan mendirikan Yayasan yang dapat dijadikan wadah untuk mencapai cita-cita mulia ini. Dengan bimbingan bhante Subhapanno Mahathera terbentuklah Yayasan Paramattha Sacca dengan Ketua Umum pertama kalinya dijabat oleh Bapak Albert Christian Djieftara yang dengan semangat tinggi terus menggulirkan wacana pembangunan vihara baru guna pembinaan umat. Dibelilah sebidang tanah di Jl.Bhayangkara Pasir Putih yang dalam proses pembeliannya selalu melibatkan Bhante Subhapanno Mahathera sampai dengan keputusan kesepakatan terjadi. Tanah ini akan didirikan vihara baru dengan nama “Parama Sinar Borobudur”.


 Maka dibentuklah panitia pembangunan vihara Parama Sinar Borobudur. Dengan terbentuknya panitia pembangunan maka gerakan untuk mewujudkan berdirinya vihara terus dilakukan dengan diawali proses perijinan dan persiapan lain sebagainya telah dilakukan dan sekarang tiba saatnya untuk memulai pembangunan. Mohon dukungan sepenuhnya dari umat Buddha Tarakan khususnya dan umat Buddha Indonesia pada umumnya. Semoga cita-cita luhur ini dapat tercapai dan semoga semua makhluk berbahagia.