Sariputta | Jataka | VAKA-JATAKA Sariputta

VAKA-JATAKA


“Serigala, yang mengambil,” dan seterusnya.

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang persahabatan lampau. Cerita pembukanya secara lengkap terdapat di dalam Vinaya; berikut ini adalah ringkasannya. Yang Mulia Upasena, dua vassa, mengunjungi Sang Guru Bersama dengan seorang yang bhikkhu satu vassa yang tinggal di dalam wihara yang sama; Sang Guru mengecamnya dan dia pun kembali. Setelah memperoleh pandangan terang dan mencapai tingkat kesucian Arahat, yang membuat dirinya berada dalam keadaan puas, setelah menjalankan latihan tiga belas dhutaṅga dan mengajarkannya kepada para pengikutnya ketika Yang Terberkahi sedang menyendiri selama tiga bulan, dia Bersama dengan para pengikutnya itu, yang pertama kalinya dikecam karena perkataan tidak benar dan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan, diterima (oleh Sang Buddha), dengan kata-kata, “Bhikkhu-bhikkhu boleh mengunjungi diri-Ku selama masa vassa apabila mereka itu adalah bhikkhu-bhikkhu yang mempraktikkan latihan dhutaṅga.” Menjadi semangat karena ini, dia pun kembali dan memberitahukannya kepada para bhikkhu.

Setelah itu, para bhikkhu itu mengikuti praktik latihan ini sebelum datang mengunjungi Sang Guru. Kemudian ketika Sang Buddha telah selesai menjalani masa vassa-Nya, mereka pun membuang pakaian usang mereka dan mengenakan pakaian yang baru.

Ketika Sang Guru berkeliling memeriksa ruangan-ruangan, [450] Beliau melihat pakaian-pakaian usang itu berserakan dan menanyakan pakaian apa itu. Ketika mereka memberikan

jawabannya, Beliau berkata, “Para Bhikkhu, perbuatan yang dilakukan oleh bhikkhu-bhikkhu ini adalah perbuatan yang singkat, seperti pelaksanaan Uposatha yang dilakukan oleh serigala,” dan Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.

Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah sebagai raja di Benares, Bodhisatta terlahir sebagai Sakka, raja para dewa. Kala itu, seekor serigala tinggal di satu batu karang di dekat Sungai Gangga. Banjir musim hujan datang dan mengelilingi karang itu. Serigala hanya bisa bertahan di atas karang, tanpa makanan dan cara untuk mendapatkan makanan. Air semakin lama semakin tinggi, dan serigala merenung, “Tidak ada makanan di sini dan tidak ada cara untuk mendapatkannya. Saya hanya bisa berbaring di sini, tanpa ada sesuatu yang bisa dilakukan. Saya mungkin bisa melaksanakan laku Uposatha.”

Demikian dia bertekad untuk melaksanakan Uposatha, dia bertekad untuk menjaga latihan moralitas. Sakka, dalam meditasinya, mengetahui tekad lemah sang serigala. Dia berpikir, “Saya akan menguji serigala itu,” dan dengan mengubah wujudnya menjadi seekor kambing, dia berdiri di dekatnya dan membiarkan serigala melihat dirinya.

“Akan kulaksanakan laku Uposatha ini pada lain hari!” pikir serigala sewaktu melihat kambing itu. Dia pun bangkit dan lompat hendak menangkap makhluk itu. Tetapi, kambing itu juga lompat dan serigala tidak berhasil menangkapnya. Ketika serigala melihat bahwa dia tidak mampu menangkapnya lagi, dia pun tidak bergerak dan kembali, sambil berpikir di dalam dirinya sendiri dalam keadaan berbaring (seperti sediakala), “Setidaknya laku Uposatha-ku masih belum kulanggar.” Kemudian dengan kekuatannya, Sakka terbang berkeliling di udara, dan berkata, “Apa yang kamu lakukan dengan laku Uposatha, makhluk yang sama sekali tidak tetap pendiriannya? Kamu tidak tahu saya adalah Sakka, dan tadi menginginkan mendapatkan makanan berupa daging kambing!” Setelah demikian menguji dan mengecamnya, Sakka kembali ke alam para dewa.

Serigala, yang mengambil nyawa makhluk lain sebagai makanannya, menjadikan daging dan darah mereka sebagai santapan, suatu ketika bertekad menjalankan laku Uposatha, memutuskan untuk menjalankannya.

Ketika mengetahui apa yang ditekadkannya itu, Sakka mengubah wujudnya menjadi seekor kambing. Makhluk peminum darah itu pun melompat untuk menangkap mangsanya, tekadnya dilupakan, dan kebajikannya dikesampingkan terlebih dahulu.

[451] Demikianlah sebagian orang yang berada di alam ini, membuat tekad yang berada di luar kemampuan mereka, akan teralihkan dari tekad mereka sendiri seperti yang dilakukan oleh serigala begitu melihat kambing itu.

Ketika uraian ini berakhir, Sang Guru mempertautkan kisah kelahiran-Nya: “Pada masa itu, diri-Ku sendiri adalah Sakka.”

*****

Sumber: ITC, Jataka Vol. 2
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com