Sariputta | Jataka | RADHA-JATAKA Sariputta

RADHA-JATAKA


“Saya sudah pulang,” dan seterusnya.

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berada di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang menyesal. Diceritakan bahwasanya Sang Guru bertanya kepadanya apakah dia benar-benar adalah seorang bhikkhu yang menyesal, dan dia mengiyakannya. Sewaktu ditanyakan apa alasannya, dia menjawab, “Karena nafsuku timbul ketika melihat wanita dengan dandanannya.” Kemudian Sang Guru berkata, “Bhikkhu, tidak ada yang bisa menjaga wanita sepenuhnya. Di masa lampau, para penjaga ditempatkan untuk menjaga pintu-pintu, tetapi masih saja mereka tidak bisa menjaganya agar aman; bahkan setelah Anda mendapatkannya, Anda tidak akan dapat mempertahankannya.” Kemudian Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.

Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta dilahirkan ke dunia sebagai seekor burung nuri. Namanya adalah Rādha (Radha) dan adiknya yang paling bungsu bernama Poṭṭhapāda (Potthapada). Sewaktu masih sangat muda, keduanya tertangkap oleh seorang penangkap burung dan diberikan kepada seorang brahmana di Benares. Brahmana itu memelihara mereka seperti anaknya sendiri. Tetapi istri brahmana tersebut adalah wanita yang jahat, tidak bisa dijaga. Suaminya kemudian harus bepergian untuk melaksanakan tugasnya dan berkata kepada burung-burung mudanya sebagai berikut, “ Tāta, saya akan pergi untuk melaksanakan tugasku. Jagalah ibumu setiap saat; perhatikanlah apakah ada laki-laki lain yang mengunjunginya.” Kemudian dia pergi, meninggalkan istrinya dalam pengawasan burung-burung mudanya.

Setelah dia pergi, wanita itu mulai melakukan perbuatan salah; siang dan malam tamu-tamu datang dan pergi—tidak ada habisnya. Potthapada, yang memerhatikan hal ini, berkata kepada Radha—“Tuan kita memercayakan wanita ini kepada kita dan sekarang dia melakukan perbuatan yang salah. Saya akan berbicara kepadanya.” “Jangan,” kata Radha. Tetapi Potthapada tidak mendengarkannya. “Bu,” katanya, “mengapa Anda melakukan perbuatan yang salah?” Betapa wanita itu ingin membunuhnya! Tetapi dengan berpura-pura seakan-akan dia hendak membelainya, dia memanggilnya, “ Tāta , kamu adalah putraku! Saya tidak akan pernah melakukannya lagi! Kemarilah, Sayang!” Maka dia pun keluar; kemudian wanita itu menangkapnya dan sambil berteriak, “Apa! Kamu menceramahiku! Kamu tidak tahu diri!” Kemudian wanita itu menekan lehernya dan melemparnya ke tungku. Brahmana tersebut pulang. Setelah beristirahat, dia bertanya kepada Bodhisatta: “Baiklah, Tāta , bagaimana dengan ibumu—apakah dia melakukan perbuatan yang salah atau tidak?” dan sambil bertanya, dia mengulangi bait pertama:—

Saya sudah pulang, perjalanan telah selesai dan sekarang saya di rumah lagi; Ayo katakan padaku; apakah ibumu setia? Apakah dia berselingkuh dengan laki-laki lain?

Radha menjawab, “Ayah, para bijak tidak akan mengatakan hal-hal yang tidak mendatangkan kebaikan, baik itu telah terjadi maupun tidak terjadi.” Kemudian dia menjelaskannya dengan mengulangi bait kedua: Karena apa yang dikatakannya sekarang dia terbaring mati, terbakar menjadi abu di sana; Tidaklah baik untuk mengatakan kebenarannya, kalau tidak, saya akan bernasib seperti Potthapada.

Demikian Bodhisatta menguraikannya kepada brahmana itu, kemudian dia melanjutkan—“Ini juga bukanlah tempat yang cocok untuk kutempati,” kemudian setelah mengucapkan selamat tinggal kepada brahmana tersebut, dia terbang pergi ke dalam hutan.

Setelah Sang Guru mengakhiri uraian ini, Beliau memaklumkan kebenaran-kebenaran dan mempertautkan kisah kelahiran mereka:—Di akhir kebenaran-kebenaran, bhikkhu yang menyesal itu mencapai tingkat kesucian Sotāpanna :—“ Ānanda adalah Poṭṭhapāda (Potthapada), dan Aku sendiri adalah Rādha (Radha).”

*****

Sumber: ITC, Jataka Vol. 2

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com