Sariputta | Jataka | KHURAPPA-JATAKA Sariputta

KHURAPPA-JATAKA


“Ketika demikian banyak busur,” dan seterusnya.

Kisah ini diceritakan oleh Sang Guru ketika berdiam di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang telah kehilangan semangat. Sang Guru menanyakan apakah benar bahwasanya bhikkhu tersebut telah kehilangan semangatnya. Bhikkhu itu mengiyakannya. “Mengapa,” tanya Beliau, “Anda kehilangan semangat setelah memeluk ajaran yang membawa pembebasan ini? Pada masa lampau, orang bijak sangatlah bersemangat dalam permasalahan yang bahkan tidak menuntun ke arah pembebasan.” Setelah berkata demikian, Beliau menceritakan sebuah kisah masa lampau.

Dahulu kala ketika Brahmadatta adalah Raja Benares, Bodhisatta terlahir ke dalam keluarga seorang penjaga hutan. Ketika dewasa, dia memimpin satu rombongan penjaga hutan yang berjumlah lima ratus orang, dan tinggal di sebuah desa yang berada di dekat pintu masuk ke hutan tersebut. Dia biasa mempekerjakan dirinya sendiri untuk menuntun orang-orang melewati hutan tersebut. Pada suatu hari, seorang penduduk Benares, putra seorang saudagar, tiba di desa tersebut dengan rombongan karavannya yang berjumlah lima ratus kereta. Dia mencari Bodhisatta dan menawarkannya uang seribu keping untuk menjadi penjaganya melewati hutan tersebut. Karena Bodhisatta menyetujui penawarannya, berarti secara mental Bodhisatta mengabdikan hidupnya untuk memberikan (jasa) pelayanan kepada saudagar tersebut. Kemudian dia pun menuntunnya melewati hutan. Di tengah hutan, muncul lima ratus orang perampok. Begitu melihat para perampok itu, semua rombongan karavan tersebut ketakutan, hanya sang penjaga hutan sendiri saja yang berteriak, bertarung, dan membuat semua perampok tersebut pergi, serta membawa saudagar itu melewati hutan dengan selamat. Setelah berhasil melewati hutan, saudagar itu pun mengistirahatkan rombongannya; dia memberikan sang penjaga hutan segala jenis daging pilihan dan dia duduk di sampingnya setelah terlebih dahulu menyantap makanannya, kemudian berbicara demikian kepadanya: “Beri tahukanlah saya,” katanya, “ketika bertemu dengan lima ratus perampok yang bersenjata, yang terlihat ada di mana-mana, mengapa tidak ada rasa takut sedikit pun di dalam dirimu?” Dan dia mengucapkan bait pertama berikut:

Ketika demikian banyak busur yang melepaskan batang panah dengan cepat, tangan-tangan yang memegang pisau-pisau baja datang mendekat, ketika maut telah datang dengan pasukannya yang mengerikan; Mengapa, di tengah teror yang demikian, Anda tidak gentar sama sekali?

Mendengar ini, penjaga hutan tersebut mengulangi dua bait berikut:

Ketika demikian banyak busur yang melepaskan batang panah dengan cepat, tangan-tangan yang memegang pisau-pisau baja datang mendekat, ketika maut datang dengan pasukannya yang mengerikan; Hari itu kurasakan sebagai kesenangan yang besar dan hebat.

Dan kesenangan inilah yang memberikan kemenangan; Dalam hidup ini, saya pasti akan mati; Dia yang melakukan tindakan heroik dan ingin menjadi seorang hero, harus memandang hidupnya demikian.

Demikianlah dia mengucapkan kata-katanya seperti hujan panah; dan setelah dia melakukan perbuatan heroik tersebut dengan menunjukkan dirinya yang terbebas dari kemelekatan akan kehidupan, dia pun berpamitan kepada saudagar muda itu dan kembali ke desanya sendiri. Setelah mempraktikkan perbuatan memberikan derma dan kebajikankebajikan lainnya di dalam kehidupannya, dia kemudian terlahir kembali dan menerima hasil sesuai dengan perbuatannya.

Ketika uraian ini telah selesai disampaikan, Sang Guru memaklumkan kebenarannya dan mempertautkan kisah kelahiran ini:—Di akhir kebenarannya, bhikkhu yang (tadinya) telah kehilangan semangat itu mencapai tingkat kesucian Arahat:—“Pada masa itu, Aku adalah sang penjaga hutan.”

*****

Sumber: ITC, Jataka Vol. 2
Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com