Sariputta | Sedih Akan Kematian Orang Lain Sariputta

Sedih Akan Kematian Orang Lain

👁 1 View
2019-07-29 14:04:03

Kesedihan akan muncul apabila orang yang kita cintai meninggal. Hal ini telah terjadi sejak dahulu ketika zaman Buddha seperti cerita berikut:

Kisagotami adalah putri seorang kaya dari Savatthi, ia dikenal sebagai Kisagotami karena ia memiliki tubuh yang langsing. Kisagotami menikah dengan seorang pemuda kaya dan memiliki seorang anak laki-laki. Suatu hari anak laki tersebut baru saja belajar berjalan dihalaman rumahnya, tiba-tiba terdengar suara jeritan anak kecil, Kisagotami berlari mendekati anaknya dan disekitar tubuh anaknya itu terdapat seekor ular hitam kecil yang telah mengigit urat nadi anaknya tersebut, dan anak laki-laki itu meninggal dunia seketika itu juga.

Kisagotami merasa sangat sedih, dengan membawa mayat anaknya ia pergi untuk mencari obat yang dapat menghidupkan anaknya kembali dari setiap orang yang ditemuinya. Orang-orang mulai berpikir bahwa dia telah menjadi gila. Tetapi seorang Bijaksana, yang melihat kondisinya, berpikir bahwa ia harus memberikan pertolongan dan berkata kepadanya, “Sang Buddha adalah seorang yang harus kamu datangi. Ia memiliki obat yang kamu butuhkan, pergilah kepadanya!” Kemudian Kisagotami pergi menemui Sang Buddha dan bertanya, obat apakah yang dapat menghidupkan kembali anaknya.
Sang Buddha berkata kepadanya untuk mencari segengam biji lada dari rumah keluarga yang belum pernah terdapat kematian. Lalu berangkatlah Kisagotami dengan hati yang gembira dengan membawa anaknya yang telah meninggal itu di dadanya.

Kisagotami pergi dari rumah ke rumah, untuk meminta segenggam biji lada. Setiap orang yang ditemuinya dengan suka rela memberikan kepadanya segengam biji lada tetapi ketika Kisagotami menanyakan apakah mereka pernah mengalami kematian pada sanak keluarganya, mereka semua mengatakan pernah ada kematian pada sanak keluarga mereka. Ada yang mengatakan bahwa anaknya baru seminggu meninggal dunia, ayahnya atau suaminya baru meninggal sebulan yang lalu.Jawaban itu sungguh sangat mengecewakan hati Kisagotami, kemudian dia pulang kembali menuju wihara dimana Sang Buddha berada. Lalu tiba-tiba Kisagotami menyadari bahwa tidak hanya keluarganya saja yang telah menghadapi kematian, terdapat lebih banyak orang yang meninggal dunia dari pada yang hidup. Tak lama setelah menyadari hal ini, sikap terhadap anaknya yang telah meninggal dunia itu berubah. Ia tidak lagi melekat kepada anak yang sangat dicintainya itu.Kisagotami lalu meninggalkan mayat anaknya di hutan dan kembali kepada Sang Buddha serta memberitahukan bahwa ia tidak dapat menemukan rumah keluarga di mana kematian belum pernah terjadi.

Kemudian Sang Buddha berkata, “Gotami, kamu berpikir bahwa hanya kamu yang kehilangan seorang anak, sekarang kamu menyadari bahwa kematian terjadi pada semua mahluk. Sebelum keinginan mereka terpuaskan, kematian telah menjemputnya” mendengar hal ini, Kisagotami benar-benar menyadari ketidak kekalan, ketidak puasan dan tanpa inti dari kelompok kehidupan (khanda) dan saat itu juga dia mencapai tingkat kesucian sotapatti.Tak lama kemudian Kisagotami menjadi seorang bhikkhuni. Pada suatu hari, ketika ia sedang menyalakan lampu, ia melihat api menyala kemudian mati. Tiba-tiba ia mengerti dengan jelas timbul tenggelamnya kehidupan mahluk. Sang Buddha melalui kemampuan batin luar biasanya, melihat dari Wihara Jetavana, dan mengirimkan seberkas sinar serta memperlihatkan diri sebagai seorang manusia. Sang Buddha berkata kepada Kisagotami untuk meneruskan meditasi dengan objek ketidakkekalan dari kehidupan mahluk dan berjuang keras untuk merealisasikan nibbana. Lalu Kisagotami mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma dari Sang Buddha itu berakhir.Seperti yang dialami oleh Kisagotami, umumnya kita sedih takkala kehilangan orang yang dicintai. Tentu hal tersebut adalah sesuatu yang wajar, namun hendaknya kesedihan tersebut tidaklah berlarut-larut sehingga malah menyiksa diri. Kita perlu menyadari bahwa pada akhirnya setiap orang akan mengalami kematian, termasuk diri sendiri.

Penerimaan kematian orang lain berkaitan dengan kemelekatan terhadap orang tersebut. Semakin melekat semakin menderita apabila kehilangan. Agar tidak menderita, diperlukan kesadaran yang kuat, kesadaran didapat dari meditasi dan meditasi lebih mudah apabila didukung oleh perilaku moral yang baik, menjaga ucapan dan perbuatan dari hal-hal negatif.
sumber : Buku Ajaran Buddha & Kematian

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com