Sariputta | Menanggung Hasil Berjuta Kali Lipat Sariputta

Menanggung Hasil Berjuta Kali Lipat

👁 1 View
2018-04-07 15:12:46

Kebanyakan orang memerhatikan hasil langsung dari sebuah perbuatan. Mereka tidak mengetahui bahwa karma-yang-muncul-belakangan bisa membuahkan hasil berjuta kali lipat di banyak kehidupan sesudahnya. Karena lebih dari satu triliun pikiran bisa muncul dan padam dalam sekejap mata atau sejentikan jari, bermiliar-miliar karma baik tersimpan di arus batin ketika sebuah perbuatan baik dilakukan. Karma-karma ini akan membuahkan hasil baik lebih dari semiliar kali lipat. Demikian dikatakan;

“kalau kita berdana sebanyak sebuah benih pohon beringin, kita akan memetik buahnya yang lebih besar dari pohon beringin itu.”

Demikianpun kalau kita melakukan perbuatan buruk, bermiliar-miliar karma buruk akan tersimpan di arus batin. Setiap karma buruk yang kuat bisa mengondisikan munculnya kehidupan di alam sengsara. Jadi seseorang mungkin dilahirkan kembali di alam sengsara sejuta kali untuk satu perbuatan buruk. Karena hasil perbuatan buruk itu sangat mengerikan dan menakutkan, kita harus sangat berhati-hati untuk menghindari yang buruk dan melakukan yang baik.

Karena perbuatan baik membuahkan hasil baik lebih dari semiliar kali lipat, perbuatan baik sangatlah bisa diandalkan. Karena karma membuahkan hasil yang mirip dengan mereka, jika seseorang ingin menjadi kaya di setiap kehidupannya, dia harus berdana sebanyak yang dia sanggup dan sesering mungkin. Kalau seseorang ingin hidup bahagia di banyak kehidupan berikutnya, dia harus menjaga sikap moral dengan cermat. Dia harus membiarkan semua makhluk hidup bahagia tanpa musuh dan tanpa bahaya dengan menjaga sikap moral yang murni. Demikian dia akan menikmati keuntungan yang serupa di banyak kehidupan berikutnya.

Jika kita ingin memiliki pengetahuan yang luas dan kebijaksanaan yang tinggi di kehidupan-kehidupan berikutnya, kita harus mempelajari kitab suci dan literatur agama Buddha dan melakukan meditasi. Juga, pada saat melakukan perbuatan baik, kita harus membuat sebuah pengharapan;

“Semoga saya menjadi orang yang mempunyai kebijaksanaan tinggi”.

Untuk mencapai pembebasan dari lingkaran penderitaan kita harus membuat sebuah pengharapan:

“Semoga hasil dari perbuatan baik ini mendukung saya untuk merealisasi Nibbàna secepat mungkin.”

Kalau orang yang kita cintai, teman atau saudara kita melakukan perbuatan baik yang serupa bersama-sama dengan harapan untuk berkumpul lagi di banyak kehidupan berikutnya, harapan ini akan terwujud.

Tidakkah Bersalah Membunuh Binatang?

Menurut Teori Penciptaan, binatang diciptakan untuk dipergunakan oleh manusia dan manusia boleh membunuh binatang dan menggunakan dagingnya untuk dimakan. Adalah tidak berdosa membunuh binatang.

Beberapa orang mengatakan binatang tidak mempunyai kecerdasan sehingga tidak berdosa membunuh binatang. Ini tidak benar karena bahkan binatang sekecil semut pun mempunyai kecerdasan. Mereka tahu bagaimana menemukan makanan, bagaimana memberitahu teman-teman mereka untuk datang ke tempat di mana makanan bisa ditemukan, dan bagaimana menyimpan makanan di bawah tanah.

Karena semua makhluk mempunyai kecerdasan, semua makhluk sangat mencintai dirinya sendiri dan mereka takut akan sakit dan kematian. Setiap orang takut dirinya sendiri mati, oleh karena itu jika orang membunuh makhluk lain dengan kejam tanpa simpati, apakah ini adil dan benar?

Semua makhluk gemetar karena cambuk. Hidup sangatlah berharga bagi semuanya. Dengan membandingkan orang lain dengan
diri kita, kita seharusnya tidak menyiksa atau membunuh makhluk lain.
(Dhammapàdà 130)

Karena setiap orang sudah mengalami kehidupan berulang kali yang tidak terhitung jumlahnya di lingkaran-kelahiran-kembali yang sangat panjang (Samsàra), kita sendiri tentulah pernah terlahir sebagai binatang ber ulang kali. Bayangkan bagaimana takutnya kita pada saat itu ketika kita disiksa atau dibunuh. Disamping itu banyak binatang di sekeliling kita mungkin pernah menjadi orang tua, anak ataupun saudara kita di kehidupan sebelumnya.

Kita pernah membaca cerita tentang seorang gadis desa yang kekasihnya mati dan menjadi anjing yang mengikutinya kemana pun dia pergi. Karena si gadis tidak tahu tentang hal ini dengan kejamnya dia bunuh si anjing kecil dengan mengikatkan beban pada leher anjing itu dan melemparkannya ke sungai.

Brahmana Todeyya yang kaya raya, yang tidak pernah mendanakan uang atau apa pun miliknya, menjadi anjing di rumahnya ketika dia mati. Anjing ini ingat akan kehidupan lampaunya dan sangat senang kepada anaknya ketika itu, Subhà.

Hukum moral alami dari karma, Kamma-niyàma, dengan jelas menggambarkan bahwa membunuh binatang adalah perbuatan jahat yang mengerikan. Pada saat membunuh binatang atau makhluk hidup lainnya, bermiliar-miliar pikiran buruk berakar kemarahan muncul dan padam. Jadi bermiliar-miliar karma-yang-muncul-bersamaan yang buruk dan bermiliar-miliar karma-yang- muncul-belakangan yang buruk terbentuk. Karma ini akan membuahkan hasil serupa yang sesuai.

Dalam Sasana Buddha Gotama, Dhamma Dinnà adalah penceramah Dhamma yang paling terkenal dan murid terbaik di antara pengikut wanita Sang Buddha. Beliau adalah seorang Arahat dan beliau memiliki pengetahuan supranatural untuk mengetahui kehidupan lampaunya.

Beliau menceritakan bahwa beliau dulu adalah istri seorang brahmàna di salah satu kehidupan lampaunya. Suatu hari teman dekat sang brahmàna datang berkunjung ke rumah mereka dan sang brahmàna menyuruhnya memasakkan makanan yang enak. Karena sang istri tidak bisa mendapatkan daging di pasar, dia membunuh seekor anak kambing yang dipelihara di rumahnya dengan memotong lehernya.

Sang suami dan temannya memujinya karena masakan enak yang dihidangkannya. Tapi ketika dia meninggal, karma buruk akibat membunuh anak kambing membawanya ke neraka di mana dia dibakar dan disiksa selama beribu-ribu tahun.

Ketika berhasil lolos dari neraka, dia terlahir kembali sebagai binatang, dan sebanyak jumlah bulu di badan anak kambing yang dibunuhnya, sebanyak itulah dia dibunuh dengan dipotong lehernya di setiap kehidupannya.

Dia hanya membunuh sekali. Dia dibunuh berulang kali yang tidak terhitung jumlahnya dengan cara yang sama seperti dia telah membunuh si anak kambing. Dia juga harus mengalami sengsara yang berat di neraka selama beribu-ribu tahun.

Demikian hebatnya hasil sebuah karma buruk!

Ratu Kecantikan di Vesàli

Pada masa Buddha Gotama seorang gadis cantik lahir dengan kelahiran secara spontan di pohon mangga di kebun mangga milik Pangeran Licchavi. Dia diberi nama Ambapàli karena dia lahir di pohon mangga.

Tukang kebun memberinya pakaian dan membawa- nya ke pangeran-pangeran Licchavi. Semua pangeran menyukai dan menginginkannya. Tetapi karena dia tidak bisa dibagi-bagi kepada semua pangeran, dia dijadikan pelacur. Dia dibayar sangat mahal. Jadilah dia kaya. Kecantikan dan kekayaannya yang luar biasa adalah hasil dari karma baik masa lampaunya. Menjadi pelacur adalah hasil dari karma buruknya. Kita akan belajar tentang karma ini segera.

Ketika Raja Bimbisàra masih muda, dia datang kepada Ambapàli sebagai orang yang tidak dikenal dan melewatkan beberapa hari bersamanya. Ambapàli hamil dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Ketika dewasa anak laki-laki ini menjadi seorang bhikkhu.

Ambapàli mendanakan kebun mangganya kepada Sang Buddha dan Sangha. Ketika tua, dia mendengarkan ceramah yang diajarkan oleh putranya yang seorang bhikkhu dan dia ditahbiskan sebagai bhikkhuni (pendeta wanita). Dia melakukan meditasi, membandingkan tubuh tuanya dengan tubuh cantiknya ketika muda. Dia tercerahkan sebagai Arahat dengan kekuatan supranatural.

Dia menceritakan kepada teman-temannya bahwa dia telah bertemu dengan empat Buddha. Pada masa Buddha Phussa, dia adalah adik perempuan Sang Buddha. Dia mempersembahkan makanan kepada Sang Buddha dan Sangha dan berdoa semoga dia menjadi cantik luar biasa di setiap kelahirannya yang akan datang. Inilah karma yang menjadikan Ambapàli sangat cantik.

Pada masa Buddha Sikhi dia adalah seorang bhikkhuni muda. Suatu malam dia mengikuti bhikkhuni lainnya ke pagoda dan mereka berjalan mengelilingi pagoda itu. Dia menginjak ludah berdahak. Seketika dia berkata:

“Pelacur manakah yang meludah ini?”

Tidak seorang pun memerhatikan ucapannya. Jadi seolah-olah dia tidak menyakiti siapa pun. Tapi adalah seorang Arahat tua yang meludah dengan dahak itu. Karena sang Arahat sudah tua, dia tidak sadar telah mengeluarkan dahak ketika bersin.

Jadi Ambapàli telah melakukan pelanggaran serius terhadap seorang Arahat dengan mengatainya pelacur. Karena karma buruk yang keji ini, ketika meninggal dia terlahir kembali di neraka, meskipun banyak karma baik yang telah dilakukannya di kehidupannya pada masa itu. Setelah disiksa di neraka selama beribu-ribu tahun, dia menjadi pelacur selama sepuluh ribu kehidupan.

Pada masa Buddha Kassapa kembali dia menjadi seorang bhikkhuni. Dia menjalankan Tiga Rangkaian Latihan Mulia dan membuat sebuah pengharapan untuk dilahirkan dengan kelahiran secara spontan. Demikianlah dia lahir kembali dengan kelahiran secara spontan dalam kehidupan terakhirnya sebagai Ambapàli. Karena dia mencapai pembebasan dari lingkaran- kelahiran-kembali pada masa Sasana Buddha Gotama, semua kesengsaraannya berakhir. (Theri Apàdanà, 2, 295-296)

Akibat tidak menyenangkan dari karma buruk yang muncul dari ucapan kasar sangat mengerikan dan menakutkan. Kita harus sangat berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan dengan ucapan yang buruk.

Menjadi Kaya di Setiap Kehidupan Berikutnya

Seperti halnya ilmu pengetahuan yang memanfaatkan hukum alam fisika untuk menciptakan keajaiban seperti pesawat luar angkasa supersonik dan sistem satelit komunikasi, demikian juga seorang yang jujur bisa memanfaatkan hukum alam karma untuk menjadi kaya di setiap kehidupan berikutnya.

Di kehidupan saat ini, orang-orang yang sudah mengumpulkan banyak uang bisa menyimpan uangnya di bank dan hidup bahagia dengan bunga dari bank. Tapi mereka tidak bisa membawa uangnya untuk kehidupan berikutnya.

Keuntungan yang didapat dari karma baik berdana adalah bermiliar kali lebih besar dari bunga yang diberikan oleh bank. Karma baik dengan menjaga moral yang baik lebih kuat daripada karma baik berdana. Orang yang berbudi luhur yang menjaga moral yang murni sepanjang hidupnya tanpa mencelakai makhluk hidup lainnya akan hidup bahagia selama waktu yang tidak terhitung di kehidupan-kehidupannya yang akan datang.

Karma baik dengan menjaga moral yang baik akan mengondisikan kelahiran kembali berulang-ulang yang berbahagia di alam manusia ataupun alam dewa sedangkan karma baik dengan berdana akan memberikan harta dan kekayaan di setiap kehidupan di masa yang akan datang.

Orang yang berlindung kepada Sang Tiratana dan memuja Buddha, Dhamma dan Sangha sepanjang hidupnya, bisa menikmati kehidupan-kehidupan yang bahagia di masa yang akan datang yang tidak terhitung, tanpa terlahir kembali di alam sengsara bahkan satu kalipun dan akhirnya akan mendapatkan pembebasan dari semua kesengsaraan hanya dengan berlindung kepada Sang Tiratana. Orang seperti ini adalah Sarana- gamana Thera, seorang pengikut Buddha Gotama. Sarana-gamana Thera di salah satu kehidupannya adalah seorang miskin yang harus menjaga orang tuanya yang buta pada masa Buddha Anomadassi satu asankheyya (kalpa yang tidak terhitung) dan seratus ribu siklus dunia yang lalu. Dia tidak bisa memberi hormat kepada Sang Buddha. Tapi dia berlindung kepada Sang Tiratana di bawah arahan Murid Utama Sang Buddha dan dia memuja Buddha, Dhamma dan Sangha sepanjang hidupnya. Demikianlah dia mengumpulkan bermiliar-miliar karma baik.

Untuk perbuatan baik di satu kehidupan ini, dari kehidupan berikutnya sampai kehidupan terakhirnya selama masa kalpa yang tidak terhitung dan seratus ribu siklus dunia, dia selalu terlahir kembali di alam dewa dan alam manusia, tidak pernah turun terlahir di alam sengsara. Bahkan dia pernah lahir sebagai Sakka, raja para dewa, selama delapan puluh kehidupan dan sebagai Raja Dunia selama tujuh puluh lima kehidupan.

Di kehidupan terakhirnya dia menjadi putra seorang kaya di Sàvatthi. Ketika berumur tujuh tahun, dia sedang bermain dan pergi ke biara dengan anak lain, seorang bhikkhu mengingatkan mereka untuk meminta perlindungan kepada Sang Tiratana. Setelah anak itu mengikuti ucapan sang bhikkhu:

“Buddham saranam gacchàmi, Dhammam saranam gacchàmi, Sangham saranam gacchàmi,”

anak itu menjadi Arahat. Kemudian dia ditahbiskan menjadi bhikkhu dan dikenal sebagai Sarana-gamana Thera. (Apadàna, 1, 82)

Dr. Mehm Tin Mon ~ Karma Pencipta Sesungguhnya
sashu,sadhu,sadhu

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com