Sariputta | Teknik Ceramah Sariputta

Teknik Ceramah

Bhikkhu Uttamo

👁 1 View
2017-09-22 06:20:41

PENDAHULUAN
Memberikan ceramah Dhamma atau Dhammadesana adalah merupakan hal yang tidak akan pernah dapat dihindari dari kehidupan seorang bhikkhu, samanera, maupun para pemuka umat Buddha di Indonesia. Banyak orang stress bila tiba saatnya diminta memberikan Dhammadesana. Sesungguhnya stress dapat digunakan sebagai pendorong agar kita lebih siap menghadapi segala kemungkinan. Para ahli pidato, bintang film dan pemain drama yang banyak pengalaman pun tidak terbebas dari rasa yang wajar ini. Mereka tetap mengalami jantung berdebar, keringat dingin, telapak tangan dan kaki berkeringat, bahkan tidak jarang muncul keinginan buang air secara tiba-tiba. Sebenarnya berceramah dan berbicara ngobrol tidaklah banyak berbeda untuk si pembicara, perbedaan hanya pada jumlah pendengarnya saja. Oleh karena itu, justru stress diperlukan. Kita hendaknya bisa memanfaatkan stress untuk keberhasilan Dhammadesana kita.
 
PEMBAHASAN
Bila stress telah menjadi sahabat akrab kita maka sekarang saatnya kita menyiapkan Dhammadesana. Persiapan hendaknya memperhatikan beberapa hal :
1. Rumuskan SATU TUJUAN sesuai dengan KEBUTUHAN pendengar.
2. Tentukan STRUKTUR PRESENTASI.
3. Perhatikan FAKTOR PENDUKUNG keberhasilan Dhammadesana.

1. MERUMUSKAN TUJUAN

Mendahului segala bentuk persiapan adalah menentukan tujuan kita memberikan Dhammadesana. Tujuan hendaknya hanya satu dan hal itu menjadi kebenaran yang jelas, diakui dan dianggap benar oleh pendengar. Lebih baik lagi, bila tujuan kita adalah untuk memberikan pedoman hidup yang sesuai dengan Ajaran Sang Buddha, misalnya manfaat melaksanakan Pancasila Buddhis. Semakin banyak tujuan yang hendak dicapai, semakin bingung pula pendengar untuk mengikuti nasehat dan petunjuk kita.

2. STRUKTUR PRESENTASI

Dhammadesana hendaknya diawali dengan pembacaan Vandana dan kemudian menyebutkan beberrapa kalimat yang diambil dari Dhammapada atau dari lain sumber yang akan kita jadikan topik pembicaraan kita. Kalimat Dhammapada dapat diucapkan dalam bahasa Pali atau dalam bahasa Indonesia, tergantung pendengarnya.
 
Kalimat-kalimat pembuka haruslah dibuat semenarik mungkin agar pendengar merasa dekat dengan kita. Pada kesempatan ini, dapat disebutkan sebagian nama-nama orang penting yang hadir. Perlu dinyatakan pula rasa bahagia kita dapat bertemu dengan mereka pada saat itu. Katakan pula manfaat mereka mendengarkan Dhammadesana yang akan dibawakan.
 
Uraian Dhamma haruslah diberikan secara berurutan dan bertahap. Gambarkanlah dengan kata-kata indah sehingga membentuk bayangan dalam tiap pendengar. Selipkan humor segar yang berhubungan dengan topik pembicaraan. Hindari humor yang porno dan kasar serta menyinggung pribadi orang. Tambahkan dalam setiap tahap pembicaraan dengan contoh-contoh nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Contoh ini membantu umat merasakan kedekatan antara topik bahasan dengan kehidupan mereka sendiri.
 
Ekspresi wajah amat mempengaruhi keberhasilan Dhammadesana. Usahakan wajah kita dapat lebih banyak tersenyum kepada pendengar. Wajah hendaknya lebih sering menghadap pendengar daripada menunduk. Mata juga perlu sering kontak dengan pendengar. Kontak mata diperlukan agar kita dapat selalu menjalin hubungan batin dengan pendengar. Kita akan dapat segera mengetahui pendengar yang antusias, bosan, mengantuk, bingung maupun yang akan bertanya. Dengan demikian kita akan dapat segera mengambil langkah tertentu untuk memberikan kepuasan pada pendengar. Salah satu pedoman yang perlu kita ingat adalah, kita perlu membuat pendengar MENGERTI dan bukan kita hendak membuat Dhammadesana kita SELESAI begitu saja. Dengan demikian, kita harus berjuang menggunakan berbagai macam cara agar pendengar dapat mengerti Ajaran Sang Buddha yang kita berikan. Lebih jauh lagi, kita berusaha agar pendengar dapat melaksanakan Buddha Dhamma dalam kehidupan sehari-hari mereka serta mampu mengajarkan Buddha Dhamma kepada orang-orang di sekitarnya.
Nada suara pada saat memberikan Dhammadesana hendaknya bervariasi, jangan monoton. Dhammadesana dibuka dengan nada suara rendah dan dengan kecepatan lambat/pelan. Makin lama, makin cepat dan tinggi mendekati normal. Kalimat-kalimat yang kurang penting dapat diucapkan agak cepat. Sedangkan bila penting, ucapan diperlambat; bila menginginkan ucapan kita berkesan dan direnungkan pendengar, kita dapat menghentikan ucapan kita sejenak.
 
Ekspresi tubuh terutama tangan janganlah terlalu berlebihan, tetapi juga tidak diam seperti diikat tangannya. Gerakkanlah tangan pada sikunya. Gunakanlah sedikit gerakan pundak. Biasanya pada seorang bhikkhu atau samanera, anggota badan tidaklah terlalu digerakkan ketika ceramah bahkan cenderung duduk tenang, bersila ke samping. Sedangkan untuk para umat, gerakan badan dapat sedikit lebih bebas walaupun tidaklah berlebihan.
 
Dhammadesana hendaknya diakhiri dengan satu kesimpulan atas uraian yang telah kita berikan. Simpulkanlah dengan kata-kata yang sederhana, singkat dan tegas agar pendengar mengerti inti sari pembicaraan kita. Berikan tekanan dalam pengucapan sehingga akan lebih kuat meninggalkan kesan dalam pikiran pendengar. Ucapkan kembali ayat Dhammapada ataupun kalimat lain yang kita gunakan untuk membuka Dhammadesana tadi agar pendengar dapat menangkapnya sebagai satu kesimpulan yang padat.
Pembukaan dan akhir Dhammadesana yang menarik akan membuat pendengar terkesan dan ingat akan pesan-pesan yang kita berikan.
 
3. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DHAMMADESANA
 
Untuk melengkapi pengetahuan kita sebelum memberikan Dhammadesana hendaknya kita banyak-banyak membaca buku Dhamma dan pengetahuan lain. Kita juga perlu sering berdiskusi dengan mereka yang dianggap mampu dalam Dhamma. Buku Dhamma yang baik untuk dibaca adalah RIWAYAT BUDDHA GOTAMA. DHAMMASARI, TANYA JAWAB BUDDHA DHAMMA, DHAMMA VIBHAGA dan beberapa bacaan tambahan lainnya. Carilah bacaan penunjang dari banyak perpustakaan yang ada di sekitar kita. Baca pula majalah dan surat kabar untuk dapat mengikuti berita yang paling baru sehingga akan membantu kita mendapatkan contoh-contoh nyata yang masih hangat dibicarakan masyarakat. Kalau perlu, kumpulkanlah guntingan koran dan majalah yang memuat berita-berita yang mungkin ada hubungannya dengan ceramah Dhamma yang biasa kita lakukan. Pencarian informasi tambahan dapat pula dengan mengikuti siaran televisi yang sekarang gampang diperoleh di setiap tempat. Dalam memberikan Dhammadesana ada baiknya kita juga menyiapkan kaset rekaman untuk dapat mempelajari kekurangan dan kelebihan isi dan cara menguraikan Dhamma kita. Selain itu, kita pun akan mempunyai sejumlah koleksi kaset yang dapat dijadikan bahan untuk ceramah serupa pada kesempatan lain.
 
Agar Dhammadesana kita lebih berhasil, gunakanlah sarana ceramah yang ada di vihara dengan sebaik-baiknya. Pada umumnya tempat duduk penceramah dibuat agak tinggi sedikit daripada pendengar/umat. Hal ini sangat membantu kontak mata sebelum, selama dan sesudah Dhammadesana. Lebih-lebih bila di daerah tempat ceramah dapat diusahakan lebih terang daripada tempat pendengar duduk. Penerangan yang baik akan membangun kesan bahwa si pembicara mempunyai kewibawaan dan keagungan.
 
Pakai dan manfaatkanlah sound system dengan semaksimal mungkin. Mike yang cukup jelas akan sangat membantu bila kita mengeraskan maupun memperlembut suara selama memberikan Dhammadesana. Efek perubahan suara akan membantu pendengar membangun suasana dalam pikirannya.
 
Hindarkanlah kata-kata dan tingkah laku yang menyimpangkan perhatian pendengar dari ceramah kita. Latah, misalnya, dapat menjadi bahan tertawaan pendengar. Gerakan membuka dan memakai kembali kacamata secara terus menerus juga akan mengganggu konsentrasi pendengar.
 
Dalam memilih kata, gunakanlah kata KITA lebih banyak daripada ANDA ataupun KALIAN. Istilah KITA akan membuat rasa kebersamaan antara pembicara dan pendengar.
 
PENUTUP
 
Dhammadesana akan menjadi satu bentuk kebahagiaan bila kita dapat menghayatinya. Sebagai tahap awal, orang biasanya menulis naskah ceramahnya dan kemudian menghafalnya. Padahal menghafal naskah jauh lebih buruk daripada membacanya sekalian. Hafalan akan terhenti total bila ada salah satu kata yang kita lupakan. Oleh karena itu, lebih baik bila kita tidak menyiapkan naskah lengkap pada saat presentasi. Kita cukup menuliskan pokok-pokok uraian dalam selembar kertas kecil dan kita buka bila memang kita sangat memerlukannya.
Kita dapat menyiapkan berbagai macam lembaran kertas sesuai dengan kemungkinan tempat ceramah kita, misalnya, undangan perkawinan, kelahiran, kematian, pindah rumah, buka tempat usaha dan sebagainya. Kertas ini juga dapat menjadi alat bantu paling berharga bila kita diminta ceramah tanpa persiapan. Oleh karena itu, siapkanlah selalu paling sedikit selembar kertas catatan ini dalam tas yang kita bawa.
 
SARAN
 
Memberikan Dhammadesana adalah merupakan ketrampilan. Dengan demikian, kemampuan ini perlu selalu dilatih. Semakin sering kita berceramah, semakin banyak gagasan yang kita dapatkan. Usahakan tidak pernah melewatkan diri untuk berceramah. Mintalah teman ataupun salah satu pendengar kita untuk memberikan saran dan kritik setelah mendengarkan ceramah kita. Memang, kata-kata manis belum tentu benar; sebaliknya kata-kata benar belum tentu manis, sehingga kita harus berlapang dada untuk menerima saran dan kritik yang membangun. Segalanya itu juga untuk kemajuan kita sendiri.
 
RENUNGAN
 
Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana; tetapi bila orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana, sesungguhnya dialah yang disebut orang bodoh.
( Dhammapada V, 4 )
 
Seandainya seseorang bertemu dengan orang bijaksana yang mau menunjukkan dan memberitahukan kesalahan-kesalahan seperti orang yang menunjukkan harta karun, hendaknya ia bergaul dengan orang bijaksana itu. Sungguh baik dan tak tercela bergaul dengan orang bijaksana.
( Dhammapada VI, 1 )
 
Walaupun hanya sesaat saja orang pandai bergaul dengan orang bijaksana, namun dengan segera ia akan dapat mengerti Dhamma, bagaikan lidah yang dapat merasakan rasa sayur.
( Dhammapada V, 6 )
 
https://artikelbuddhis.wordpress.com

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com