Sariputta | Suka mencaci? Apa akibatnya? Sariputta

Suka mencaci? Apa akibatnya?

Bhikkhu Assaji

👁 1 View
2017-12-18 10:51:28

Akibat Buruk dari Mencaci

Dari dahulu hingga sekarang, sungguh sedikit orang-orang yang bisa dengan bijaksana menggunakan kata-katanya. Orang di sana sini suka mencaci dan mengeluarkan kata-kata yang kasar kepada orang lain. Adalah sangat tidak baik dan berbahaya menggunakan kata-kata kasar dan cacian kepada orang lain.

Di suatu desa yang tidak jauh dari Savatthi hidup seorang pria kaya. Dia membangun sebuah vihara untuk seorang bhikkhu yang bergantung pada dana keluarganya.

Beberapa saat kemudian, para bhikkhu dari berbagai daerah datang dan tinggal di desa tersebut. Ketika melihat para Bhikkhu tersebut, penduduk desa dengan bakti di hatinya melayani kebutuhan-kebutuhan mereka dengan benda-benda pilihan.

Bhikkhu pertama yang tergantung pada dana keluarga tersebut tidak suka melihat hal ini. Karena dikuasai keiri-hatian, dia membuat jengkel pria kaya tersebut dengan memberitahukan kesalahan-kesalahan para bhikkhu tersebut.

Pria kaya itu memandang rendah para bhikkhu maupun bhikkhu yang bergantung pada dana keluarganya itu dan mencaci maki mereka.

Bhikkhu yang bergantung pada dana keluarga itu kemudian mati dan muncul sebagai setan kelaparan persis di kakus vihara itu, sedangkan ketika pria kaya itu mati, dia muncul sebagai setan kelaparan persis di atas mantan bhikkhu itu.

Ketika Yang Mulia Mahamoggallana melihatnya, beliau menanyai setan kelaparan tersebut dengan syair ini:

“Siapa,
Keluar dari kakus, berdiri sengsara,
‘ku tak ragu,
jahat, t’lah ‘kau buat,
Mengapa, ‘kau berbunyi?

Ketika mendengar ini, setan kelaparan tersebut membuka identitasnya dengan syair ini:

“Tuan, ‘ku setan kelaparan.
t’lah pergi ke alam Yama, ‘ku merana.
Jahat, dari sini, ke para setan

Thera tersebut kemudian bertanya kepadanya tentang tindakan yang telah dilakukannya dengan syair ini:

“Apa,
pikir, ucap, laku,
Jahat, t’lah ‘kau buat,
Dari apa, getirmu kini?”

Setan kelaparan tersebut kemudian memberitahu Yang Mulia Maha Moggallana tentang tindakan yang telah dilakukannya lewat syair ini:

“Bhikkhu menetap,
Iri hati, melekat,
Cengkeram, keluarga, rumahku.

Kikir, pencerca, penghasut,
Kudengar ia, percaya,
Para bhikkhupun ‘ku maki.
Ini, t’lah ‘ku buat,
Dari sini, ke para setan.

Ketika mendengar ini, Thera tersebut mengucapkan syair yang menanyakan nasib sang bhikkhu:

“Dana keluargamu, ia bergantung,
Teman palsu, musuh.
Lalui maut, hancurnya tubuh,
Kemana, si dungu pergi?”

Setan kelaparan itu sekali lagi mengucapkan syair yang menjelaskan hal itu kepada sang Thera:

“Berdiri, ‘ku dipuncaknya,
Kepala, si dungu jahat,
Lalui maut, layani ‘ku,
Tinja orang, makananku,
Yang dikeluarkanku, hidupnya..”

Sungguh mengerikan akibat dari pertemanan dengan orang yang bodoh, karena akan membawa kehancuran pada diri kita. Orang kaya ini setelah melakukan kebajikan yang cukup besar dengan mempersembahkan sebuah vihara kepada Saṅgha, akan tetapi terlahir di alam yang menderita hanya dikarenakan pertemanan dengan orang bodoh.
Tidak seharusnya seseorang mencaci maki orang lain, apalagi orang-orang tersebut adalah para Bhikkhu yang memiliki moralitas, maka kamma buruk dari caci-maki tersebut adalah sangat besar.

Caci maki sendiri adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan bisa membuat seseorang sakit hati. Dikatakan ada sebuah cerita tentang seseorang yang suka mencaci maki, siapapun orang yang bertemu dengannya akan dicaci entah apa kesalahan orang lain tersebut.

Suatu kali ia sadar dan tidak ingin mencaci maki lagi. Maka ia datang kepada seorang yang bijaksana.
Setelah berkonsultasi dengan orang bijaksana tersebut, guru yang bijak tersebut mengatakan,

“Ambillah seratus paku dan tancapkan di pagar kayu rumahmu”. Diapun melakukan hal yang dikatakan oleh orang bijak tersebut, ia memaku seratus paku di pagar kayu dan melaporkannya kepada orang bijak tersebut.

Orang bijak tersebut mengatakan agar keesokan harinya ia mencabut semua paku yang sudah ditancapkan, orang ini pun melakukan hal yang dikatakan oleh gurunya.

Setelah ia mencabut semua paku yang tertancap, ia melihat banyak lubang di pagar tersebut dan ia melaporkan kepada gurunya. Gurunya mengatakan “Setiap kita mencaci orang lain, itu seperti kita menancapkan paku di pagar tersebut, akan berlobang dan tidak dapat disembuhkan, sama juga hati seseorang mungkin akan terluka setelah terkena cacian.”

Maka dari pada itu, apabila kita tidak ingin membuat lubang di hati orang lain dan tidak ingin menyakiti hati orang lain.

Marilah kita hanya menggunakan kata-kata yang bermanfaat benar dan penuh welas asih.

Untuk konsep “Pertobatan” berdasar Dhamma, silakan baca Sankha Sutta,

“Terompet Kerang”, Sutta Nipata 42.8, bagaimana kejahatan dilampaui. Penyesalan lebih dari sekali tak didukung dalam Ajaran Buddha.

Sabba Danam Dhammadanam Jinati:

Dari segala macam pemberian, pemberian melalui Dhamma adalah yang tertinggi mengungguli semua pemberian lainnya

Mereka yang mengajarkan jalan ke surga dan Nibbana
Suatu hari nanti akan mencapainya

__________
Semoga anda mencapai kebahagiaan Nibbana
Forwad BroadCast Dhamma ini kesemua teman Buddhist anda melalui FB, Wa, etc
Karena persembahan Dhamma adalah persembahan tertinggi.
Persembahan Dhamma akan berbuah kebijaksanaan bagi pemberi dan penerima

Bagi yang ingin mendapat Broadcast Dhamma
Ketik dan kirim nama anda ke whatsapp +6287883394674

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com