Status Perempuan Dalam Ajaran Buddha oleh Sri Dhammananda (Kutipan Buku Keyakinan Umat Beragama)
Bhikkhu K. Sri. Dhammananda Nayake Mahathera
👁 1 View2023-03-11 09:30:18
Anak perempuan ternyata dapat menjadi keturunan yang lebih baik daripada anak Iaki laki.
Posisi perempuan dalam ajaran Buddha itu unik. Buddha memberikan kebebasan penuh bagi perempuan untuk ikut serta dalam kehidupan agama. Buddha adalah guru agama pertama yang memberi kebebasan religi ini kepada perempuan. Sebelum Buddha, tugas perempuan terbatas pada dapur; perempuan bahkan tidak boleh memasuki tempat ibadah mana pun atau membacakan ayat-ayat agama. Semasa Buddha di India, posisi perempuan dalam masyarakat sangat rendah. Buddha dikritik oleh penguasa saat itu ketika memberikan kebebasan ini kepada kaum perempuan. Gerakan-Nya memperbolehkan perempuan memasuki persamuhan suci sangatlah radikal pada masa itu. Namun Buddha memperbolehkan perempuan membuktikan diri mereka dan menunjukkan bahwa mereka juga memiliki kemampuan seperti pria untuk menembusi tataran tertinggi kehidupan spiritual dengan merealisasi Arahatta. Setiap perempuan di dunia harus berterima kasih kepada Buddha yang menunjukkan kepada mereka cara hidup religius sejati dan memberikan kebebasan bagi mereka untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia.
Ilustrasi yang bagus tentang sikap yang berlaku terhadap perempuan pada masa Buddha ditemukan dalam kata-kata Māra ini: “Tidak ada perempuan, dengan kebijaksanaan sempit yang dimilikinya, dapat berharap untuk mencapai ketinggian itu yang hanya dicapai oleh para bijaksanawan." Bhikkhuni yang dimaksud oleh Māra dengan kata-kata tersebut, memberikan jawaban berikut: “Ketika batin seseorang terpusat dengan baik dan kebijaksanaan tidak pernah berhenti, apakah kenyataan sebagai Perempuan menjadikannya suatu perbedaan?”
Buddha telah menegaskan bahwa kaum pria tidak selalu menjadi satu- satunya orang bijak; perempuan juga bijak. Raja Kosala sangat kecewa ketika ia mendengar bahwa sang ratu telah melahirkan bayi perempuan. Ia mengharapkan anak laki-laki: Tanpa ragu-ragu, Buddha dengan tegas menentang sikap semacam itu~ Untuk menghibur raja yang sedih, Buddha berkata: “Seorang anak perempuan, wahai Raja Manusia, temyata dapat menjadi keturunan yang lebih baik daripada anak laki-laki. Karena ia dapat mmbuh bijaksana dan saleh, ibu suaminya menghormatinya, istri sejati.Anak laki-laki yang ia lahirkan dapat melakukan perbuatan besar, memerintah kerajaan besar. Anak laki-laki dari istri yang mulia akan menjadi pembimbing negaranya.” (Samyutta Nikāya)
Saat ini banyak guru agama suka menyatakan bahwa agama mereka memberi perempuan hak yang sama. Kita bisa memandang dunia sekitar kita sekarang untuk melihat posisi perempuan dalam berbagai masyarakat. Kelihatannya mereka tidak memiliki hak milik, didiskriminasi dalam berbagai bidang, dan umumnya menjadi korban penyalahgunaan dalam berbagai bentuk.
Bahkan di beberapa negara Barat, perempuan harus berjuang Sangat keras demi hak-hak mereka. Menurut ajaran Buddha, menganggap perempuan lebih rendah adalah sikap yang tidak dapat dibenarkan. Buddha sendiri pernah terlahir sebagai perempuan dalam beberapa peristiwa pada kelahiran lampau-Nya dalam samsāra, dan bahkan sebagai Perempuan la mengembangkan sifat-sifat mulia dan kebijaksanaan sampai akhirnya merealisasi Pencerahan atau Kebuddhaan.