Sariputta | Satu Tambah Satu Sama Dengan Dua Sariputta

Satu Tambah Satu Sama Dengan Dua

Luangpho Inthawai Santussako

👁 1 View
2019-04-26 15:32:57

- Pada Hari Tahun Baru Thailand ini merupakan waktu untuk menegakkan kembali Sacca atau tekad. Apabila tekad yang telah ditekadkan pada tahun baru awal Januari telah roboh, kemudian mendirikannya kembali pada tahun baru Imlek bagi sebagian orang yang memiliki garis keturunan Chinese, apabila roboh lagi juga kini kali ketiga untuk mendirikannya pada hari tahun baru Thailand. Ketiga tahun baru dapat diumpamakan dengan 3 titik untuk mendirikan tiang pancang, jika sudah 3 kali mendirikannya namun tetap juga roboh artinya memang tidak dapat untuk bertekad.

- Dalam melakukan apapun haruslah diserai dengan kesungguhan, Sati Pañña, juga ketelitian agar memperoleh hasil penuh. Apabila melakukan apapun secara sambil lalu atau hanya asal mencoba, hasilnya pun hanya sedikit. Dalam memenuhi kebutuhan hidup janganlah sampai lalai, harus berusaha dengan rajin untuk mencarinya. Hanya dengan memiliki Sati Pañña saja akan dapat menghasilkan kekayaan. Perumpamaan sederhananya seperti orang gila; orang gila tidak memiliki Sati Pañña, kira-kira memungkinkan atau tidak kekayaan dapat dihasilkan olehnya, tentunya tidak mungkin kekayaan akan mendatanginya; dengan demikian orang yang memiliki Sati Pañña pastinya akan dapat untuk menghasilkan kekayaan karena berbanding terbalik dengan orang yang tidak memiliki Sati Pañña.

- Dalam hal pelaksanaan Dhamma juga janganlah sampai melalaikannya, khusus bagi yang memang bertujuan untuk berjalan di jalan Dhamma. Perlu mencontoh Sang guru agung, beliau mengalahkan Mara dan mencapai keBuddhaan dengan Sacca dari menyatakan Parami yang telah beliau sempurnakan. Selain itu beliau juga memiliki Khanti atau kesabaran dalam perjuangan untuk mencapai penerangan sempurna, karena itu kita juga perlu melihat pada hal ini, jangan mudah menyerah hanya karena rasa panas, rasa dingin, lapar, apalagi hanya karena digigit nyamuk atau serangga, haruslah dapat bersabar. Namun sesungguhnya apabila seseorang telah memiliki Dhamma di dalam batinnya, kehidupan di dunia pun akan dapat juga dijalaninya dengan baik. Dhamma ajaran Buddha Sasana mengajarkan mengenai dasar hukum sebab akibat. Apa itu dasar hukum sebab akibat? Luangpho pernah mendengar Luangta Maha Bua menjelaskan mengenai dasar hukum sebab akibat kepada orang yang menanyakannya. Luangta Maha Bua mengatakan bahwa dasar hukum sebab akibat adalah kebenaran, baik anak-anak hingga orang tua jika mengatakan kalau 1+1=2 maka itu adalag benar karena sesuai dengan hukum sebab dan akibat, kebenaran itu berada pada 1+1=2 itu sendiri, namun jika siapapun mengatakan kalau 1+1=5, maka itu adalah salah karena tidak sesuai dengan sebab akibat.

- Buddha mengajarkan hukum kebenaran, karena itu dapat bertahan hingga sekarang. Dalam hal dapat menerimanya atau tidak tergantung pada Sati Pañña dari masing-masing orang. Kita tidak dapat untuk memaksakan orang lain untuk menganut Agama Buddha, hal ini bukanlah yang diajarkan oleh Sang Buddha. Apa yang dapat dilakukan hanyalah sebatas untuk memberikan pengertian bahwa ajaran Buddha itu seperti apa. Terlepas dari apakah akan percaya ataupun tidak percaya itu merupakan hak masing-masing individu. Di dunia ini tidaklah mungkin untuk menemukan semua orang berada dalam satu suara, jika memang bisa tentunya sejak zaman Sang Buddha semua orang sudah memeluk Agama Buddha. "Nana Cittaṁ nana dassana," setiap orang memiliki pemikirannya masing-masing, jika memang sama tentunya setiap orang akan menjadi Doktor semuanya, atau jika bodoh juga tidak ada yang dapat melanjutkan pendidikan semuanya, namun di dunia ini tidaklah demikian. Setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing, memiliki kualitas yang berbeda-beda. Umpamanya juga seperti nilai mata uang yang berbeda-beda, mengapa mata uang Euro berharga lebih tinggi dari mata uang Dollar AS, padahal sama-sama terbuat dari kertas, atau untuk mudahnya mengapa harga mata uang Baht lebih tinggi dari harga mata uang Yen Jepang? Semua ini ada asal-usulnya masing-masing yang berdasarkan pada kebenaran.

- Dalam menjalani hidup bersama, Sang Buddha mengajarkan yang namanya 'Dana', yaitu memberi atau berkorban. Untuk dapat hidup bersama haruslah dapat saling menolong. Dalam satu kehidupan saat Bodhisatta terlahir sebagai Raja Vesantara, semasa hidup Raja Vesantara selalu memberikan dana, sampai pada suatu kali pernah mendanakan gajah istana kepada Brahmana dari Kota Kaliṅga. Terdapat juga kisah mengenai Bhikkhu Sariputta yang berdana kepada seekor induk anjing, saat itu Bhikkhu Sariputta baru saja selesai menerima undangan makan, dalam perjalanan kembali ke Vihara beliau melihat induk anjing yang sangat kelaparan dan hampir akan memakan anaknya, melihat hal ini Bhikkhu Sariputta kemudian mencolok tengorokannya dengan jari tangan sehingga memuntahkan makanan dalam perutnya, kemudian induk anjing pun dapat makan makanan yang dimuntahkan tersebut, ini merupakan dana dari Bhikkhu Sariputta atas Metta yang dimilikinya terhadap anak anjing serta induk anjing juga, dengan demikian anak anjing dapat selamat dari kematian dan induknya pun tidak sampai melakukan Kamma buruk. Kisah ini termuat dalam Kitab Tipitaka. Orang yang kikir tidak bersedia untuk memberikan apa yang dimilikinya, khawatir orang lain akan merasa tersinggung karena dengan memberi sesuatu kepadanya seolah merupakan suatu bentuk merendahkan, atau tidak rela untuk berkorban karena diri sendiri juga mendapatkan penghasilan dari kerja keras sehingga tidak bersedia untuk memberikannya secara cuma-cuma. Akan sangat berbeda dengan orang yang dermawan, memiliki Metta, serta kemurahan hati yang pergi kemanapun selalu berkeinginan untuk memberi dan berkorban, namun bukan berarti sampai harus memberikan semua yang dimiliki. Dimanapun terdengar akan kedermawanan seseorang tentunya orang tersebut akan sangat layak untuk disegani, terlebih lagi jika dirinya adalah bijaksanawan. Bandingkanlah antara kedua jenis orang tersebut, manakah yang lebih layak untuk dihormati atau dijunjung.

- Mengenai Sila yaitu peraturan, Sila yang diajarkan oleh Sang Buddha sesungguhnya tidaklah berada jauh, yaitu tempatkanlah hati kita pada hati orang lain dan tempatkanlah hati orang lain pada hati kita. Hati disini yaitu pikiran atau perasaan, apabila kita melakukannya terhadap orang lain, bagaimana dengan perasaannya, lalu bagaimana perasaaan kita jika orang lain melakukannya terhadap kita. Intinya Sila adalah menjaga ucapan dan perbuatan dengan baik agar tidak sampai membuat orang lain menderita, harus menghormati hak masing-masing.

- Bhavana adalah mengenai bagaimana caranya untuk membersihkan atau mengatasi pikiran sendiri. Dana dan Sila adalah untuk menjalani kehidupan di dunia agar berlangsung dengan baik, sedangkan Bhavana lebih dalam lagi dari itu. Bagaimana caranya untuk mengendalikan pikiran adalah dengan Bhavana. Sang Buddha lebih menitikberatkan pada pikiran atau batin dibandingkan tubuh jasmani. Walaupun dirawat dengan makanan sebaik apapun, pakaian yang bagus, rumah mewah, serta obat-obatan yang mahal tubuh ini tetaplah akan menua terus-menerus. Pada akhirnya akan menemukan mata yang rabun, telinga mulai tuli, kulit keriput, sampai-sampai untuk bernafas pun harus dibantu oleh tabung oksigen, dan pada akhirnya juga mengalami kematian. Sementara batin akan terlahir kembali pada alam kehidupan berikutnya. Sang Buddha mengatakan "Manopubbaṅgama manosettha manomaya," segala sesuatu dipelopori oleh pikiran, pikiran adalah pemimpin, segalanya dapat diwujudkan dengan pikiran. Dalam Buddha Sasana pikiran atau batinlah yang paling utama. Seperti umpamanya pengendara dengan mobilnya, pengendara atau supir jauh lebih penting dibandingkan dengan mobil. Jika supirnya baik disertai dengan Gunadhamma, Siladhamma, dan Cariyadhamma, mobil tersebut pun akan berjalan dengan baik. Pengendara atau supir adalah batin atau pikiran, sementara mobilnya adalah tubuh jasmani.


Anumodana.
Bhante Piter Gunadhammo

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com