Sariputta | Penderitaan Ekstra Sariputta

Penderitaan Ekstra

Bhikkhu Sri Pannavaro Dayaka Mahathera

👁 1 View
2017-09-18 18:20:11

Ada dua macam penderitaan. Yang pertama adalah penderitaan alami, yang semua orang pasti terkena. Apakah penderitaan alami itu? Saya kan memberikan contoh: sembilan bulan sepuluh hari kita duduk di dalam perut ibu, itulah penderitaan; lahir, terkena udara dingin, menangis, itulah penderitaan; penyakit yang bermacam-macam, itulah penderitaan; umur lanjut, badan menjadi lemah sekali, semangat menurun, itulah penderitaan; lalu akhirnya mati. Semua itu adalah penderitaan alami. Siapa yang bisa menghindarinya?

Tetapi, ada penderitaan yang nomor dua, ini adalah penderitaan ekstra. Siapa yang memberikan penderitaan ekstra itu? Yang memberikan penderitaan ekstra, yang membuat penderitaan ektra itu adalah diri kita sendiri. Keinginan yang tidak tercapai, menderita. Apalagi kemudian mencari pasangan, yang sudah di incar, terutama yang muda-muda, meleset, menderita, amat menderita, seolah-olah habislah dunia ini, lalu ingin bunuh diri. Inilah yang dimaksud penderitaan ekstra yang dibuat oleh diri sendiri. Tetapi, akhirnya mendapat istri yang cocok, cantik, setia, bahagia. Lima tahun kemudian bosan. Cari lagi yang lain secara diam-diam. Dapat, bahagia, tetapi lalu diketahui oleh si istri, ribut, penderitaan luar biasa. Apakah semua ini bukannya sebuah penderitaan ekstra?

Menghadapi penderitaan alami seringkali kita merasa sudah tidak mampu. Mengapa kita harus membuat penderitaan yang ekstra lagi? Bila tertarik dengan keinginan yang bermacam-macam sampai bisa menimbulkan penderitaan ekstra, itu karena ulah 'provokator'. Siapakah yang menjadi provokator? Di manakah provokator itu berada? Provokator itu persis berada di dalam diri kita sendiri. Mata melihat yang bagus-bagus, timbul kesenangan, itu wajar. Tidak ada masalah ! Masalah menjadi timbul kalau ada provokator. Apa pekerjaannya provokator itu? Ngipas-ngipas, merayu-rayu, "Itu bagus, kalau menjadi milik kamu kan bagus. Kamu kan bisa senang terus." Itulah provokatornya yang disebut nafsu keserakahan. Kalau provokatornya semakin gencar, "Apa saja lakukanlah, pokoknya yang bagus itu menjadi milikmu." Itulah pekerjaan provokator. Mata melihat sesuatu, ada keserakahan, lalu timbullah keinginan untuk 'lagi-lagi-lagi". Telinga, hidung, lidah, tangan kita, kontak dengan yang menimbulkan kenikmatan, provokator ngipasi, "Lagi-lagi-lagi, enak kan." Keinginan untuk 'lagi-lagi-lagi" itu kalau kita ikuti terus akan menjadi ketagihan atau kemelekatan, akibatnya adalah menimbulkan penderitaan ekstra.

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com