Mimpi dan Maknanya
Bhikkhu K. Sri. Dhammananda Nayake Mahathera
👁 1 View2023-03-11 12:18:17
Konsep serupa digambarkan dalam kisah Buddhis kuno yang menceritakan tentang sesosok dewa yang bermain dengan dewa- dewa lain temannya. Setelah lelah, Ia berbaring untuk tidur sejenak, dan meninggal. Ia lahir kembali sebagai seorang gadis di Bumi. Di sana ia menikah, punya beberapa anak, dan hidup sampai tua. Setelah kematiannya, kembali ia lahir sebagai dewa dalam lingkungan teman yang sama yang baru saja selesai bermain. Cerita ini juga menggambarkan relativitas waktu, bahwa konsep waktu dalam dunia manusia sangat berbeda dengan alam keberadaan lain.
Makna dan penyebab mimpi merupakan subyek diskusi dalam buku tersohor Milinda Pañha atau “Pertanyaan Milinda” (ditulis pada 150 SM), di mana Bhikkhu Nāgasena telah menyatakan bahwa ada enam penyebab mimpi :
* Tiga di antaranya organik: angin, empedu, dan lendir.
* Yang keempat terjadi karena campur tangan kekuatan adialami (Oleh Dewa)
* kelima: bangkitnya kembali pengalaman masa silam(kebiasaannya sendiri)
* keenam: pengaruh kejadian masa depan(Ramalan/Firasat).
Dari keenam mimpi penyebab yang diberikan, Bhikkhu Nāgasena menyatakan secara positif bahwa yang terakhir, yaitu mimpi ramalan adalah satu-satunya hal yang penting dan yang lainnya relatif tidak bermakna.
Keenam mimpi penyebab Yang disebutkan di atas dapat juga dikelompokkan dengan cara berikut:
1. Semua pikiran yang tercipta tersimpan dalam batin bawahsadar kita dan beberapa di antaranya sangat memengaruhi pikiran sesuai dengan kecemasan kita. Saat kita tidur, beberapa dari pikiran ini diaktifkan dan muncul sebagai “gambar” yang bergerak. Hal ini terjadi karena selama tidur, kelima indra yang merupakan kontak kita dengan dunia luar beristirahat sementara. Batin bawahsadar kemudian bebas menjadi dominan dan “memainkan ulang” pikiran yang tersimpan. Mimpi ini mungkin bernilai bagi psikiater, tetapi tidak dapat dikelompokkan sebagai ramalan. Hal ini semata-mata refleksi pikiran saat istirahat.
2. Jenis mimpi kedua juga tidak memiliki makna. Hal ini disebabkan oleh hasutan internal dan eksternal yang menimbulkan sejumlah “pikiran visual” yang “terlihat” oleh pikiran pada saat istirahat. Faktor internal adalah hal yang mengganggu tubuh (misal: makanan berat yang membuat orang tidak mengalami tidur nyenyak atau ketidakseimbangan dan friksi antara unsur penyusun tubuh). Hasutan eksternal adalah saat pikiran terganggu (walaupun orang yang tidur tidak menyadarinya) oleh fenomena alami seperti cuaca, angin, dingin, hujan, desir dedaunan, derit jendela, dan lainlain. Batin bawahsadar bereaksi terhadap gangguan ini dan membentuk gambar untuk “menjelaskan” hal itu. Pikiran mengakomodasi iritasi itu sehingga orang yang bermimpi dapat terus tidur tanpa terganggu. Mimpi ini juga tidak penting dan tidak perlu ditafsirkan.
3. Kemudian ada mimpi ramalan. Hal ini penting. Hal ini jarang dialami dan hanya jika ada kejadian mendatang yang sangat berhubungan dengan si pemimpi. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa di samping dunia nyata yang dapat kita alami, ada para dewa yang ada di alam lain atau roh yang terikat pada Bumi ini dan tidak dapat kita lihat. Mereka mungkin kerabat atau teman kita yang telah meninggal dan telah terlahir ulang. Mereka mempertahankan hubungan dan ikatan batin dengan kita. Ketika umat Buddha melimpahkan jasa kepada orang yang meninggal, mereka mengundang para dewa untuk berbagi kebahagiaan yang terkumpul dalam jasa itu. Jadi mereka mengembangkan hubungan batin dengan orang yang meninggal. Para dewa sebaliknya merasa senang. Mereka mengamati kita dan menunjukkan sesuatu dalam mimpi jika kita menghadapi masalah besar tertentu dan mencoba melindungi kita dari bahaya. Jika kita mengatakan bahwa dewa dapat melindungi kita, kita tidak berkontradiksi dengan pernyataan sebelumnya bahwa dewa tidak dapat menyelamatkan kita. Peningkatan spiritual harus kita jalani sendiri. Jadi, jika ada hal penting yang akan terjadi dalam hidup kita, hal itu mengaktifkan energi mental tertentu dalam pikiran kita yang tampak sebagai mimpi. Mimpi ini dapat memperingatkan bahaya yang akan datang atau bahkan menyiapkan kita untuk berita baik dadakan. Pesan ini diberikan dalam istilah simbolis (lebih menyerupai film negatif foto) dan harus ditafsirkan dengan kepiawaian. Sayangnya terlalu banyak orang mencampuradukkan kedua jenis mimpi pertama dengan mimpi ini dan akhirnya hanya membuang waktu dan uang konsultasi dengan cenayang dan penafsir mimpi gadungan. Buddha menyadari bahwa hal ini dapat dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi dan karenanya Buddha memperingatkan para bhikkhu untuk tidak mengikuti praktik peramal, astrologi, dan penafsiran mimpi dalam nama ajaran Buddha.
4. Akhirnya, pikiran kita adalah simpanan semua energi karma yang terkumpul pada masa lalu. Kadang, saat suatu karma akan matang (yaitu saat perbuatan yang kita lakukan pada kehidupan lampau atau pada awal kehidupan kita akan membuahkan akibatnya), pikiran yang beristirahat selama tidur dapat memicu suatu “gambar” tentang apa yang akan terjadi. Sekali lagi, tindakan yang akan datang haruslah sesuatu yang penting dan sangat kuat sehingga pikiran “melepaskan” energi ekstra itu dalam bentuk mimpi yang gamblang. Mimpi semacam itu sangat jarang terjadi dan hanya pada orang tertentu dengan jenis pikiran khusus. Tanda-tanda akibat karma tertentu juga muncul dalam pikiran kita pada saat terakhir ketika kita akan meninggalkan dunia ini.
sumber : Buku keyakinan Umat Buddha
#sariputta #bukudhamma #keyakinanUmatBuddha #belajardhamma