Sariputta | Menyucikan Hati Sariputta

Menyucikan Hati

Ajahn Chah

👁 1 View
2017-09-21 22:32:43

(Ceramah ini diberikan saat sekelompok besar umat perumahtangga berkunjung ke Wat Pah Pong untuk memberikan persembahan ke vihara)
 
Note: Ajahn Chah sering menggunakan kata “heart/hati”, yang pengertiannya merujuk kepada “mind/batin”.

Akhir-akhir ini banyak orang pergi ke berbagai tempat untuk mencari kebajikan (memberikan persembahan ke vihara). Dan tampaknya mereka selalu singgah di Wat Pah Pong. Bila tidak langsung kesini, mereka akan singgah pada perjalanan pulangnya. Wat Pah Pong telah menjadi titik perhentian. Beberapa orang begitu terburu-buru, bahkan saya tidak sempat bertemu atau pun berbincang dengan mereka. Kebanyakan dari mereka mencari kebajikan. Saya tidak banyak melihat yang mencari jalan keluar dari perbuatan salah. Mereka begitu ingin untuk mendapat jasa kebajikan, tetapi tidak tahu akan memulainya dari mana. Ini seperti mewarnai kain yang kotor, kain yang belum dicuci.

Walaupun para bhikkhu telah mengatakannya dengan jelas seperti ini, tetapi sulit bagi kebanyakan orang untuk melaksanakan ajaran ini ke dalam praktek. Hal ini sulit karena mereka tidak mengerti. Jika mereka mengerti tentu akan menjadi lebih mudah. Misalkan ada sebuah lubang, dan ada sesuatu di dasarnya. Siapa pun yang memasukkan tangannya ke dalam lubang itu dan tidak dapat menyentuh dasarnya akan mengatakan bahwa lubang itu terlalu dalam. Ratusan atau bahkan seribu orang yang melakukannya, mereka semua berkata bahwa lubangnya yang terlalu dalam. Tidak ada yang mengatakan bahwa lengan merekalah yang terlalu pendek!

Ada begitu banyak orang yang mencari kebajikan. Cepat atau lambat mereka harus mulai mencari jalan keluar dari perbuatan salah. Akan tetapi tidak banyak orang tertarik akan hal ini. Ajaran Sang Buddha begitu singkat, namun kebanyakan orang melewatinya begitu saja, seperti halnya mereka yang hanya melewati Wat Pah Pong. Bagi banyak orang itulah Dhamma, sebuah titik perhentian.

Hanya 3 baris, tidak lebih: Sabba-pāpassa akaranam: menahan diri dari semua perbuatan salah. Itulah ajaran para Buddha. Inilah inti dari ajaran Buddha. Tetapi orang terus melewatinya, mereka tidak menginginkan ini. Menghindari segala perbuatan salah, besar maupun kecil, baik jasmani, ucapan, dan pikiran… inilah ajaran para Buddha.

Jika kita ingin mewarnai sehelai kain kita harus mencucinya terlebih dahulu. Tetapi kebanyakan orang tidak melakukan hal ini. Tanpa melihat kondisi kain, mereka langsung saja mewarnai kain tersebut. Bila kain itu kotor, mewarnainya hanya akan membuat kain itu lebih buruk dari sebelumnya. Pikirkanlah hal ini. Mewarnai kain yang kotor, akankah kelihatan bagus?

Pahamkah Anda? Inilah ajaran Buddha, namun kebanyakan orang melewatinya begitu saja. Mereka hanya ingin melakukan perbuatan baik, tetapi tidak mau meninggalkan perbuatan salah mereka. Ini sama halnya dengan mengatakan “lubang itu terlalu dalam”. Semua mengatakan bahwa lubang itu terlalu dalam, tidak ada yang berkata lengan merekalah yang terlalu pendek. Kita harus kembali kepada diri kita sendiri. Dengan ajaran ini Anda harus mundur selangkah dan mengamati dirimu.

Terkadang mereka pergi mencari kebajikan dengan menumpang bus. Mereka mungkin bertengkar dalam bus, atau bahkan mabuk. Tanyalah mereka akan pergi kemana dan mereka mengatakan bahwa mereka mencari kebajikan. Mereka ingin kebajikan, tetapi tidak mau menghentikan perbuatan salah. Mereka tidak akan memperoleh kebajikan dengan cara seperti itu.

Begitulah orang-orang. Anda harus melihat dengan cermat, lihat dirimu sendiri. Sang Buddha mengajarkan tentang perenungan dan kewaspadaan dalam segala situasi. Perbuatan salah timbul pada jasmani, ucapan, dan pikiran. Segala kebaikan dan kejahatan bersumber dari perbuatan, ucapan, dan pikiran. Apakah Anda membawa perbuatan, ucapan, dan pikiran bersamamu sekarang? Atau Anda meninggalkannya di rumah? Di sinilah Anda harus memperhatikan, tepat di sini. Tidak perlu melihat terlalu jauh. Lihatlah pada perbuatan, ucapan, dan pikiran. Lihat apakah tindakanmu masih salah atau tidak.

Orang tidak benar-benar memperhatikan hal ini. Seperti seorang ibu yang mencuci piring dengan wajah cemberut. Dia begitu terpaku pada usahanya membersihkan piring-piring tersebut, Dia tidak menyadari bahwa batinnya sendiri kotor! Pernahkah Anda melihat hal semacam ini? Dia hanya melihat piring-piring tersebut. Dia melihat terlalu jauh, bukan? Saya kira, mungkin Anda pernah mengalami hal semacam ini. Di sinilah Anda harus melihatnya. Orang berkonsentrasi membersihkan piring tetapi mereka membiarkan batin mereka kotor. Ini tidak baik. Mereka melupakan diri sendiri.

Karena tidak melihat diri mereka sendiri maka orang-orang dapat melakukan segala macam perbuatan tercela. Mereka tidak melihat batin mereka sendiri. Ketika akan melakukan sesuatu yang tercela, mereka melihat ke sekeliling terlebih dahulu untuk melihat apakah ada yang menyaksikan… “Akankah dilihat ibuku?” “Akankah dilihat suami saya?” “Akankah dilihat anak-anak?” “Akankah dilihat istri saya?” Jika tidak ada yang melihat maka mereka akan langsung melakukannya. Ini sebenarnya merendahkan diri sendiri. Mereka berkata tidak ada yang melihat, jadi langsung saja mereka lakukan dengan cepat sebelum dilihat orang lain. Dan bagaimana dengan diri mereka sendiri? Bukankah mereka juga “seseorang”?

Pahamkah Anda? Karena dengan pemikiran seperti itu, orang tidak akan pernah menemukan apa itu nilai yang sesungguhnya. Mereka tidak menemukan Dhamma. Jika Anda melihat ke dirimu sendiri, Anda akan melihat dirimu sendiri. Kapan pun bila Anda akan melakukan sesuatu yang salah, bila Anda melihat dirimu sendiri saat itu Anda bisa menghentikannya. Bila kamu ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat maka lihatlah batinmu. Jika Anda tahu bagaimana melihat dirimu sendiri maka Anda akan memahami tentang benar dan salah, kerugian dan keuntungan, kejahatan dan kebaikan. Inilah hal-hal yang harus kita ketahui.

Jika saya tidak membahas hal-hal ini Anda mungkin tidak mengetahuinya. Anda memiliki ketamakan dan ketidaktahuan dalam batin namun tidak mengetahuinya. Anda tidak akan tahu apa pun jika selalu melihat keluar. Inilah masalahnya orang yang tidak melihat diri mereka sendiri. Dengan melihat ke dalam Anda akan melihat baik dan jahat. Melihat kebaikan, kita dapat menyimpannya dalam hati dan mempraktekkannya.

Meninggalkan yang buruk, mempraktekkan yang baik… ini adalah inti ajaran Buddha. Sabba-pāpassa akaranam—tidak melakukan perbuatan salah, baik melalui jasmani, ucapan maupun pikiran. Inilah latihan yang benar, ajaran para Buddha. Sekarang “kain” kita bersih.

Selanjutnya Kusalassūpasampadā —membuat batin luhur dan trampil. Jika batin kita luhur dan trampil, kita tidak perlu naik bus ke mana-mana untuk mencari kebajikan. Bahkan dengan duduk di rumah pun kita bisa berbuat kebajikan. Tetapi kebanyakan orang pergi ke setiap pelosok untuk mencari kebajikan tanpa mau meninggalkan perbuatan salah mereka. Ketika pulang dengan tangan kosong, Mereka kembali berwajah masam. Mereka mencuci piring dengan wajah yang masam, begitu terpaku pada mencuci piring. Di sinilah orang tidak melihatnya, Mereka jauh dari kebajikan.

Kita mungkin tahu tentang hal-hal ini, namun kita belum benar-benar tahu jika kita tidak memahaminya dalam batin kita. Ajaran Buddha tidak masuk di hati kita. Jika batin kita baik dan luhur, ada bahagia di sini. Ada senyum di hati kita. Tetapi kebanyakan dari sulit untuk tersenyum, bukan? Kita hanya tersenyum jika keadaan berjalan seperti harapan kita. Banyak orang yang kebahagiaannya tergantung dari keadaan sekelilingnya. Mereka butuh orang lain untuk mengatakan hal-hal yang menyenangkan. Begitukah cara Anda mencari kebahagiaan? Mungkinkah kita mengharapkan semua orang untuk mengatakan hanya hal-hal yang menyenangkan saja? Jika begitu, kapan Anda bisa menemukan kebahagiaan?

Kita menggunakan Dhamma untuk menemukan kebahagiaan. Apa pun itu, baik benar atau salah, jangan mencengkeraminya dengan membuta. Cukup ketahui saja kemudian lepaskan. Jika batin tenang maka kita bisa tersenyum. Pada saat Anda menolak sesuatu, batin menjadi jelek. Dan kemudian tidak ada apa pun yang baik.

Sacittapariyodapanam:  Setelah kotoran dibersihkan, batin bebas dari kekhawatiran… damai, baik dan luhur. Ketika batin jernih dan telah mengalahkan yang jahat, ada ketenangan di setiap saat. Batin yang tenteram dan damai adalah buah dari pencapaian.

Ketika orang-orang mengatakan sesuatu yang sesuai dengan keinginan kita, kita tersenyum. Ketika mereka mengatakan hal yang tidak menyenangkan, kita cemberut. Bagaimana kita dapat mengharapkan orang untuk selalu mengatakan hal yang kita sukai setiap waktu? Apakah mungkin? Bahkan anak-anakmu sendiri… pernahkah mereka mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan? Pernahkah Anda mengecewakan orang tuamu? Tidak hanya orang lain, pikiran kita sendiri pun dapat menjengkelkan kita. Kadangkala hal yang kita pikirkan pun tidak menyenangkan. Apa yang dapat kamu lakukan? Anda mungkin sedang berjalan sendirian dan tiba-tiba tersandung akar pohon… Duh!… Aduh!... Di mana permasalahannya? Siapa yang membuatmu tersandung? Siapa yang akan kamu salahkan? Itu salahmu sendiri. Bahkan pikiran kita sendiri pun dapat menjengkelkan. Jika anda renungkan, anda akan tahu bahwa hal ini benar. Terkadang kita melakukan hal-hal yang bahkan kita sendiri pun tidak menyukainya. Yang dapat dikatakan hanyalah “Sialan!”, karena tidak ada yang dapat disalahkan.

Kebajikan dalam ajaran Buddha adalah melepaskan perbuatan yang salah. Jika kita meninggalkan kesalahan maka kita tidak lagi salah. Jika tidak ada lagi kesalahan maka tidak ada lagi tekanan (stress) dan ketenangan pun timbul. Batin yang tenang adalah batin yang bersih, yang tidak menyimpan kemarahan, batin yang jernih.

Bagaimana membuat batinmu jernih? Hanya dengan mengetahuinya. Sebagai contoh, Anda mungkin berpikir, “Hari ini suasana hatiku jelek sekali, apapun yang ditemui semuanya menjengkelkan, bahkan piring-piring di meja pun menjengkelkan”. Anda merasa ingin membanting semuanya. Apapun yang ditemui kelihatannya buruk, ayam, bebek, kucing dan anjing... Anda membenci semuanya. Semua yang dikatakan istri atau suamimu terasa menyinggung. Bahkan melihat pikiranmu sendiri pun kamu tidak puas. Apa yang dapat Anda lakukan dalam situasi seperti ini? Dari mana datangnya penderitaan ini? Inilah yang disebut “tidak memiliki kebajikan”. Di Thailand ada ungkapan bahwa orang yang sudah meninggal kebajikannya juga berakhir. Tetapi bukan itu masalahnya, karena banyak orang yang meskipun masih hidup tetapi kebajikannya telah berakhir... itulah orang-orang yang tidak memahami kebajikan. Batin yang buruk terus-menerus menumpuk keburukan.

Perjalanan untuk mencari kebajikan seperti ini sama seperti membangun rumah tanpa menyiapkan pondasinya terlebih dahulu. Dalam waktu yang tidak lama rumah tersebut akan roboh, bukan? Rancangannya tidak begitu baik. Nah, sekarang Anda harus mencoba cara lain. Anda harus melihat ke dalam dirimu sendiri. Lihatlah kesalahan-kesalahan pada perbuatan, perkataan, dan pikiran. Di mana lagi Anda akan berlatih bila tidak di setiap perbuatan, perkataan dan pikiran? Banyak orang tersesat. Mereka ingin pergi dan berlatih Dhamma di tempat yang tenang, di hutan atau di Wat Pah Pong. Apakah Wat Pah Pong tenang? Tidak, tidak benar-benar tenang. Tempat yang benar-benar tenang adalah di rumahmu sendiri.

Jika kita mempunyai kebijaksanaan, ke mana pun pergi kita akan merasa senang. Dunia sudah indah sebagaimana adanya saat ini. Semua pohon di hutan sudah indah seperti apa adanya: ada yang tinggi, ada yang pendek, ada yang bengkok, berbagai jenis. Semuanya seperti apa adanya. Karena ketidaktahuan akan sifat alaminya, kita memaksakan penilaian kita… “Oh, pohon yang ini terlalu pendek! Yang itu bengkok!”. Pepohonan itu ya cuma pepohonan, mereka  lebih baik daripada kita.

Karena itu saya mempunyai puisi kecil yang tertulis di pepohonan di sini. “Biarkan pohon-pohon mengajarimu”. Sudahkah Anda belajar sesuatu dari mereka? Paling tidak, kamu harus belajar satu hal dari mereka. Ada begitu banyak pohon, semuanya memiliki sesuatu yang bisa mengajarimu. Dhamma ada di mana-mana, dalam segala hal di alam ini. Anda harus memahami hal ini. Jangan menyalahkan lubang yang terlalu dalam… berbaliklah dan lihat lenganmu sendiri! Jika Anda bisa melihat hal ini Anda akan bahagia.

Jika kita berbuat baik, simpanlah dalam batin. Di situlah tempat terbaik untuk menyimpannya. Berbuat kebajikan seperti yang Anda lakukan hari ini adalah hal yang baik, tetapi bukan yang terbaik. Membangun rumah juga hal yang baik tapi bukan yang terbaik. Membangun batinmu sendiri menjadi baik adalah yang terbaik. Dengan begitu Anda akan menemukan kebaikan di mana pun, baik di sini maupun di rumah sendiri. Temukanlah keunggulan ini dalam batinmu. Rangka luar seperti aula ini hanyalah seperti kulit pada pohon dan bukan kayu inti.

Jika Anda memiliki kebijaksanaan, ke mana pun Anda melihat di situ ada Dhamma. Jika kebijaksanaanmu kurang, bahkan hal yang baik akan menjadi buruk adanya. Dari mana datangnya keburukan itu? Tak lain berasal dari batin kita sendiri. Lihat bagaimana batin ini berubah. Semuanya berubah. Suami istri yang biasanya rukun, mereka cukup berbahagia ketika berbicara satu sama lain. Namun suatu saat ketika perasaan hati mereka sedang tidak baik, apapun yang dikatakan oleh pasangannya membuatnya tersinggung. Batin telah menjadi jelek, berubah lagi. Itulah yang terjadi.

Jadi, untuk melepaskan kejahatan dan menumbuhkan kebaikan Anda tidak perlu pergi mencari ke mana-mana. Jika batinmu sedang jelek, jangan melihat ke orang ini atau orang itu. Lihatlah batinmu sendiri dan carilah dari mana pikiran-pikiran itu muncul. Mengapa batin ini berpikir seperti itu? Pahamilah bahwa segala sesuatu tidaklah tetap. Cinta tidak tetap, benci juga tidak tetap. Apakah Anda mencintai anak-anakmu? Tentu saja. Pernahkah Anda membenci mereka? Saya akan menjawabnya… ya terkadang. Benar kan? Bisakah Anda membuang mereka? Tidak, Mengapa? Anak-anak bukanlah seperti peluru, bukan? (dalam bahasa Thai kata ‘look’ berarti anak-anak, dan ‘look bpeun’ adalah peluru) Peluru ditembakkan ke luar, namun anak-anak ditembakkan balik ke orang tua. Jika mereka buruk, itu akan kembali ke orang tua. Anda bisa menyebutnya bahwa anakmu adalah kamma-mu. Ada yang baik, ada yang buruk. Baik ataupun buruk, mereka tetaplah anakmu. Bahkan yang buruk pun berharga. Ada anak yang mungkin terlahir sakit polio, lumpuh dan cacat, dan bahkan mereka lebih berharga dibanding anak lainnya. Setiap kali Anda akan pergi dari rumah walaupun cuma sebentar,  Anda berpesan, “Tolong jaga si kecil ini, dia tidak begitu mampu”. Anda lebih mencintainya dibanding anak-anak yang lain.

Maka, Seharusnya Anda menyeimbangkan batin dengan baik—setengah cinta, setengah benci. Jangan hanya mengambil satu sisi, selalu lihatlah dari kedua sisi. Anakmu adalah kamma-mu, mereka sesuai dengan pemiliknya. Mereka adalah kamma-mu, jadi Anda harus bertanggung-jawab terhadapnya. Jika mereka benar-benar memberimu penderitaan, ingatkan dirimu, “Ini kamma-ku”. Jika mereka menyenangkan, juga ingatkan dirimu, “Ini kamma-ku”. Kadangkala  begitu frustasinya berada di rumah sehingga Anda hanya ingin lari. Beberapa malahan begitu frustasi sehingga mereka berpikir untuk gantung-diri. Inilah kamma. Kita harus menerima kenyataan. Hindarilah perbuatan jelek, Dengan demikian Anda akan dapat melihat dirimu sendiri dengan lebih jernih.

Inilah sebabnya sangat penting untuk merenungkan segala sesuatu. Biasanya mereka saat berlatih meditasi menggunakan sebuah obyek, seperti Bud-dho, Dham-mo, atau San-gho. Namun Anda bisa membuatnya lebih singkat dari ini. Saat Anda merasa kesal, ketika batin menjadi jelek, cukup katakan “Aha!”. Ketika Anda merasa agak baikan, katakan “Aha!… ini bukanlah hal yang pasti.” Jika kamu mencintai seseorang, katakan “Aha!”. Ketika Anda merasa akan marah, katakan “Aha!” Mengertikah Anda? Tidak perlu mencari di Tipitaka. Cukup katakan “Aha!”. Ini berarti “tidak pasti.” Cinta, benci, baik, buruk, semua tidak pasti. Bagaimana mereka bisa kekal? Di mana letak kekekalannya?

Anda bisa mengatakan bahwa sifat mereka tetap dalam ketidaktetapannya. Mereka pasti dalam hal ini. Menit ini ada cinta, menit berikutnya timbul benci. Begitulah adanya. Sifat berubahnya inilah yang permanen. Karena itulah saya katakan bila timbul cinta, cukup katakan “Aha!” Ini menghemat banyak waktu. Anda tidak perlu mengatakan “Aniccam, dukkham, anatta.” Jika Anda tidak menginginkan tema meditasi yang panjang, gunakan saja kata yang sederhana ini… ketika timbul cinta, sebelum anda benar-benar kehilangan perasaan itu, katakan pada dirimu “Aha!” ini cukup. Segalanya tidak tetap, dan hanya tetap dalam ketidaktetapan. Dengan melihat seperti ini kita melihat inti Dhamma, Dhamma sejati.

Nah, jika semua orang lebih sering mengatakan “Aha!”, dan melatihnya dalam kehidupan sehari-hari, maka kemelekatan akan semakin berkurang dan berkurang. Orang tidak akan begitu terikat lagi oleh cinta dan benci. Mereka tidak akan melekat kepada segala sesuatu. Mereka akan menaruh keyakinannya pada kebenaran, bukan pada hal yang lain. Cukup hanya dengan mengetahui ini saja, Apalagi yang ingin Anda ketahui?

Setelah mendengarkan ajaran, Anda harus mencoba untuk mengingatnya. Apa yang harus diingat? Meditasi…. Pahamkah Anda? Bila Anda paham, Dhamma menyatu denganmu, batin akan berhenti. Jika ada kemarahan dalam batin, katakan “Aha!”... dan itu cukup, ia akan berhenti di situ. Jika Anda belum benar-benar paham maka lihatlah dengan mendalam ke pokok masalahnya. Jika ada pemahaman, ketika kemarahan timbul di dalam batin, Anda dapat membungkamnya dengan berkata “Aha!, ini tidak pasti!”

Hari ini Anda berkesempatan untuk mengingat Dhamma baik secara lahiriah maupun batiniah. Secara batin, suara yang memasuki telinga diingat oleh batin. Bila anda tidak bisa mengingatnya, maka sia-sialah waktumu di Wat Pah Pong. Mengingatnya secara lahiriah (dengan Tape Recorder), Tape recorder ini tidaklah begitu penting. Yang paling penting adalah “perekam” dalam batin. Tape recorder ini dapat musnah, namun Dhamma telah mencapai batin tidak dapat musnah, akan berada di situ selamanya. Dan Anda tidak perlu menghabiskan uang untuk baterainya.

Sumber: “The Teachings of Ajahn Chah”, sub judul “Living Dhamma - Making The Heart Good’’

Kritik dan saran,hubungi : cs@sariputta.com